Tak Tersisa
Turut berduka atas kewarasan yang hilang
Atas simpati yang mati
Atas jiwa yang tak lagi bertuan
Teriakan menggema hingga rusak raganya
Diantara lukisan yang indah Tak ada yang berhenti melihat, Hingga beranjak pergi
Hingga darah terkikis habis Menguliti diri sendiri
Hembusan Masa
Ketukan pintu akhirnya datang
Sudah lama aku menunggu
"Tamu ini sangat spesial!" - Seru ku riang
"Jangan bukakan pintunya!" - Tahan adikku dengan lirih
"Tapi ini tamuku!" - Sahut ku yang mungkin tak terdengar
Kami tenggelam,
Bercakap singkat hingga lupa tamu akan datang
"Tidakkah engkau yang sedang bertamu?"-
Tidak ada lagi ketukan pintu
Pintunya telah terbuka
Masanya telah tiada
Bisikan
Brengsek,
Jendela usang ini harusnya sudah ku ganti
Lihat sekarang tangan ku penuh luka goresan kaca
Buram, tak terlihat
Beningnya kaca sudah tertutup rata dengan kotornya debu
Anak-anak ramai di luar jendela Sungguh mengganggu
Diantara cangkir kaca, air, dan racun
Berhembus angin yang berbisik
Diantara sela-sela jendela yang usang
Mari menari, bebas hingga kau... - bisiknya terhenti
Jendela usang telah berganti
Setidaknya, tak ada lagi anak-anak yang berisik
Redup
Taman ini telah lama usang
Bangku-bangkunya tak lagi dapat kita tempati
Bunganya tak kelak telah mati
Tapi,
Tunggu sebentar
Biarkan aku berdiam
Dengan segenggam rasa yang tersisa
Kendati luka merusak jiwa
Mengenali jeritan yang sedang menggema
Hingga tersadar, lampu taman telah meredup Hari telah berganti
Enggan
Dalam diam aku berbisik
Menjauh dari hingar bingar cerita
Biarkan mereka termakan bicara Tentang ku yang sedang mencinta
kabut malam tampak nyata atau hanya lamun ku semata Kita bicara...
Seakan kau bukan ku cinta
Hingar bingar mereka
Tak genap mengganggu kita
Sampai engkau terbawa
Hingga enggan berkata
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H