Mohon tunggu...
Aziizirrahiim
Aziizirrahiim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti

Haloo! Saya Aziz (Muhammad Ibdi Nur Aziizirrahiim), mahasiswa penerima Beasiswa Unggulan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Tahun 2018 di STP Trisakti prodi S1 Pariwisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sampai Kapan Fanatisme Suporter Menelan Korban Jiwa?

6 Oktober 2022   21:27 Diperbarui: 6 Oktober 2022   21:38 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tragedi Kanjuruhan, Malang, menjadi tragedi sepak bola terburuk kedua di dunia setelah tercatat menelan 129 korban jiwa. Kejadian ini terjadi diawali karena adanya suporter yang kecewa atas kekalahan klub Arema Malang yang saat itu (1/10) bertanding pada Liga 1 melawan Persebaya dengan skor akhir 2-3. 

Supporter yang kecewa terhadap kekalahan Singo Edan ini berbondong-bondong menuruni tribun. Awalnya hanya satu orang, namun kemudian penonton lain menjadi terprovokasi untuk ikut menuruni tribun sehingga menyebabkan kericuhan. 

Polisi yang saat itu bertugas kemudian melakukan tindakan represif memukul mundur kerumunan masa yang semakin tak terkendali dengan menembakkan gas air mata.

Melihat adanya kericuhan yang terjadi dan adanya tembakan gas air mata membuat penonton lainnya menjadi panik dan bergegas untuk keluar. Hasilnya banyak orang berdesakan, bahkan ada yang terinjak-injak saat mencoba keluar dari stadion. 

Situasi masa yang berdesakan ditambah dengan masih adanya gas air mata membuat penonton mengalami sesak dan sulit untuk bernapas. Hal ini yang menyebabkan 129 korban jiwa bahkan 17 diantaranya adalah anak-anak.

Tragedi Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. (Foto: AP/Yudha Prabowo)
Tragedi Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. (Foto: AP/Yudha Prabowo)

Perlu kita ketahui bahwa pertandingan Liga 1 antara Arema dan Persebaya ini merupakan pertandingan kandang bagi Arema. Pertandingan ini juga merupakan pertandingan dengan rivalitas tinggi sehingga masuk dalam kategori pertandingan high risk. 

Oleh karena itu sebelumnya suporter dari Persebaya Surabaya sudah dilarang untuk menghadiri secara langsung di stadion kanjuruhan, sehingga yang hadir saat itu hanya para Aremania yang memenuhi stadion. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian di Kanjuruhan bukanlah rivalitas antar supporter.

Persebaya Surabaya vs Arema FC. Sumber: Bola.okezone.com
Persebaya Surabaya vs Arema FC. Sumber: Bola.okezone.com

Pihak Kepolisian jelas telah melanggar standar keamanan FIFA dengan membawa dan menembakkan gas air mata. Sejauh ini terdapat 34 polisi yang telah diperiksa karena terindikasi melanggar kode etik buntut dari peristiwa Kanjuruhan. 

Sedangkan dari pihak TNI terdapat 5 anggota yang telah diperiksa termasuk seorang anggota TNI dalam video yang viral karena menendang salah satu suporter.

Di sisi lain pihak panpel atau panitia pelaksana pertandingan juga disoroti sebagai salah satu pihak yang melakukan pelanggaran dalam menjalankan pertandingan pada malam itu. Beberapa diantaranya adalah tiket yang terjual lebih dari kapasitas penonton di stadion. 

Sebanyak 42 ribu lebih tiket terjual sedangkan kapasitas stadion hanya berkisar 38 ribu penonton saja. Lebih lanjut, pihak panpel seharusnya sudah mengetahui bahwa pertandingan ini merupakan pertandingan high risk dengan adanya imbauan dari pihak kepolisian untuk melaksanakan pertandingan pada sore hari namun ditolak oleh panpel. 

Ditambah dengan adanya gerbang stadion yang tidak bisa dibuka menyebabkan kerumunan sulit untuk keluar dari stadion. Buntut dari peristiwa ini PSSI memberi sanksi seumur hidup kepada panpel.

Setelah adanya tragedi Kanjuruhan, seharusnya banyak pihak yang mengevaluasi kenapa peristiwa ini dapat terjadi. Mulai dari suporter, panitia pelaksana, dan pihak Kepolisian serta TNI seharusnya berbenah dengan adanya kesepakatan peraturan antara pihak FIFA, panitia pelaksana, dan pihak Polri.

Kericuhan. Sumber: cnnindonesia
Kericuhan. Sumber: cnnindonesia

Tragedi ini menambah daftar panjang korban suporter di Indonesia. Walaupun kejadian di Kanjuruhan ini memang bukan sepenuhnya kesalahan suporter tetapi dari pihak suporter memiliki andil dalam peristiwa ini. 

Sudah puluhan tahun berlalu fanatisme dari suporter klub sepakbola di tanah air telah menelan banyak korban kebanyakan korban jatuh akibat fanatisme yang berlebihan rivalitas antara suporter. 

Pada Juni 2022 lalu terdapat empat korban jiwa akibat pengeroyokan saat laga Persib Bandung, lebih jauh lagi di tahun 2018 juga terdapat seorang Jakmania yang tewas dikeroyok oleh Bobotoh dan masih banyak lagi korban lainnya.

Suporter datang seharusnya untuk memberi gelora semangat dan dukungan kepada tim yang mereka dukung, bukan untuk menyebarkan teror dan kerusuhan bahkan tidak sedikit suporter yang merusak stadion. 

Suporter harus dapat menahan emosi tidak melakukan tindakan anarkis serta melakukan provokasi yang membahayakan suporter lain. Berkaca dari banyaknya korban pengeroyokan akibat rivalitas suporter yang terjadi selama puluhan tahun ini, tidak bisakah suporter antar tim sepak bola di Indonesia ini berdamai. Sampai kapan rivalitas antar tim dan suporter menelan korban jiwa dengan terus menyimpan dendam dan amarah.

Indonesia perlu berkaca pada ketertiban suporter Liga Inggris dan Eropa. Sekilas dari pertandingan antara Manchester City dan Manchester United baru-baru ini yang berakhir kekalahan telak bagi Manchester United, para pendukung MU tidak melakukan provokasi yang berujung kericuhan melainkan mereka berusaha menelan kekecewaan dan pergi meninggalkan stadion. Fanatisme boleh, provokasi dan anarkis jangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun