Harga ini melambung 50% dari harga sebelumnya (Rp14.000) dari HET yang ditetapkan pemerintah (sekarang sudah tidak berlaku) karena kini harga minyak goreng telah dikembalikan ke pasar sesuai dengan harga keekonomian. Apakah fenomena ini boleh disebut "ganti harga" dibandingkan "harganya naik"?
Banyak warga yang kaget melihat harga minyak goreng yang sudah meroket. Namun berlandaskan kebutuhan, mau tidak mau warga tetap membeli walaupun harga cukup tinggi.Â
Apalagi warga yang memiliki usaha seperti berjualan gorengan atau warung makan yang memang membutuhkan pasokan minyak goreng yang banyak.
Belum lagi kita akan memasuki bulan puasa, kebutuhan akan minyak goreng kemungkinan akan meningkat. Sudah menjadi rahasia umum, mendekati bulan Ramadhan pasokan sembako biasanya harganya akan meroket karena demand yang tinggi dari masyarakat, termasuk minyak goreng.
Semoga pemerintah bisa turut andil mengendalikan pasokan serta harga minyak goreng di pasaran, sehingga rakyat dan pengusaha tidak menjerit.
Beginilah kisah sang Minyak Goreng, "murah" tetapi tidak tersedia setelah "ganti harga" persediaannya ada di mana-mana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H