berkumpulnya 7 partai politik untuk membangun koalisi besar melawan ahok adalah sinyal tegas alaram bahaya itu. sirine ini harusnya sampai di telinga koalisi pendukung ahok baik itu dari barisan relawan non partai maupun koalisi partai. pasalnya mereka yang berkumpul bukan main-main, bukan sekedar koalisi besar biasa. mengapa tidak biasa, karena 7 partai yang kemungkinan besar melawan ahok memiliki akar dan basis masa kuat di jakarta. Pengurus 7 parpol yang bertemu mewakili PDIP, Gerindra, PKS, Demokrat, PAN, PKB, dan PPP. Pertemuan berlangsung di Restoran Bunga Rampai, Jl Cik Ditiro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (8/8/2016). Pertemuan yang berlangsung tertutup dari awak media dihadiri beberapa perwakilan partai  yakni Bambang DH (PDIP), Prasetio Edi Marsudi (PDIP), M Taufik (Gerindra), Nachrowi Ramli (Demokrat), Syakir Purnomo (PKS), Eko Patrio (PAN), Hasbiallah Ilyas (PKB), dan Abzul Aziz (PPP).
mari lihat secar jernih, 3 partai pendukung ahok adalah nasdem, hanura dan golkar. satu-satunya yang bisa dikatakan dan punya basis masa adalah golkar, tapi seberapa kuta golkar di jakarta?. pilkada jakarta tahun lalu yang mencalonkan gubernur sumatra selatan pun hanya dapat sura receh, itu bisa dikatakan suara golkar. nasdem dan hanura yang noabene pecahan golkar juga tidak punya pendukung dan kader kuat di jakarta, kekuatan utamanya adalah  nasdem milik surya paloh yang juga bos MetroTv, sedangkan TVOne yang bisa menjadi corong golkar sudah bisa dibilang lepas dari beringin semenjak ical pecah kongsi dengan setya novanto. satu-satunya senjata ahok adalah kelas mnengah perkotaan yang sangat cair dan digalang oleh relawan teman ahok. sayangnya akhir-akhir ini angin tak berhembus ke arah ahok. banyaknya isu dan terpaan akibat perkataan ahok sendiri yang menunjukan inkonsitensi. dari isu parai hingga cuti pilkada.
menariknya adalah lawan ahok yang santer adalah risma yang kemungkinan besar akan dipasangkan dengan sandiaga uno. yang menarik bukan risma -uno tapi para partai pendukung yang saya tulis diawal. demokrat, PKS dan PDIP adalah parta-partai pemenang pemilu di 3 edisi terakhir. itu artinya mereka punya mesin partai dan basis masa kuat. ditambah dengan PAN, PKB, dan PPP yang punya basis keislaman yang mengakar. ini bukan soal isu premordialisme, tapi kita tak dapat menutup mata bahwa di indonesia hal-hal ini masih jadi senjata politik.
seperti kata Deny JA, jakarta punya 30% pemilih ideologis yang artinya bonus besar. 30% ini adalah orang yang percaya bahwa pemimpin tidak boleh orang kafir,, saya tidak rasis atau mendeskriditkan orang tertentu, tapi isu ini ada di masyarakat. sekuat appun berargumen keyakinan itu tidak dapat diubah. seperti orang ahmadiyah misalnya, kalau sudah yakin mau dipukul atau dikasih tau appaun tidak dapat berubah. atau syiah misalnya sama saja. orang yang percaya tahlilan haram pasti dikasih argumen dan dalil apapun tidak akan bisa melunak, begitupun yang menggap tahlilan itu tidak haram di kasih argumen apapun tidak akan mempan. hal ini sama dalam konteks pemimpin kafir, banyak pemilih di jakarta yang punya akar idelogis kuat. ini masalah yang harus dihadapi para pendukung  dan relawan ahok. siapapun yang maju punya bekal 30% tinggal cari 25% sisanya. darimana 25% ini ini yang menarik.
 PKB punya basis masa nahdiyin yang dijakrta secara idologis berada dibawah komando para habib, jangan pikir akarnya cuma habib riqiz yang fpi dan punya banyak kisah negatif. basis nahdiyin banyak yang beradal dilingkup habib munzir dan lain-lain, jaringan habaib di jakarta kuat dan mengakar sampe ibu-ibu pengajian. kenapa ini masalah? karena ahok melarang majelis rasullulah atau majelis sholawat lain menggunakan faslitas publik seperti monas. isu ini kuat dan mengakar di masyarakat. kedua basis PKS, partai yang ideologinya mulai ga jelas ini punya mas kuat dibasis islam perkotaan, khsusnya kalangan menengah . punya kader militian dan akar ideologi yang kuat. tidak ada satupun partai di indonesia yang punya kader militan dan rapat seperti PKS, yang mendekati cuma PDIP. sebagai mantan pemenang di jakarta akar PKS dikalangan muslim perkotaan sangat kuat. ini di dukung oleh PAN yang punya basis masa muhammadiyah. tidak adanya partai lain dengan ideologi muhammadiyah menjadikannya sebagai basis politik utama. muhammadiyah punya jaringan akar umput dan akademisi kuat di jakarta, basisnya jelas dan ideologinya jelas. terakhir PPP, jangan anggap enteng partai gurem ini, para kyai-kyai kampung betawi adalah basis masa PPP bahkan sejak masyumi masih berdiri, PPP adalah rumah bagi politisi islam pasca reduksi partai yang dilakukan orde baru. inilah basis 30an% masa jakarta. sisanya darimana ?
sisanya ditopang oleh PDIP dan Gerindra. jika partai islam mewakili kaum santri maka PDIP dan Gerindra bisa dikatakan kaum abangan. potensinya besar, sebagai dua partai penguasa jakarta, mesin Gerindra dan PDIP masih hangat, dan siap tempur. masa mereka bukan masa ideologis agama yang "anti-kafir" . pendukung gerindra dan PDIP begitu cair pada kalangan bawah. karena basis masanya non-religius, maka bisa dikatakan suaranya terpisah dari partai-partai islam. ini adalah kunci apalagi Gerindra dan PDIP satu gerbong. terakhir jangan lupakan Demokrat partai aliran nasionalis ini masih punya senjata pamungkas SBY, kharismya masih kuat sebagai ikon partai. sudah cukup? belum ada kartu AS yang siap dikeluarkan yaitu Jokowi, sebagai kader PDIP jika akhirnya PDIP berlawanan dengan Ahok maka Jokowi bisa berada di panggung kampanye Risma.
mengutip pernyataan Gonawan Muhammad dalam wawancaranya dengan tirto.id kesalah terbesar para pendukung ahok adalah terlalu banyak mencari musuh. jokowi dulu sadar dirinya terdesak dengan isu agama dan premordialisme. makanya kuncinya adalah mencari kawan sebanyak mungkin dengan afiliasi organisasi besar. barisan relawan ahok yang kencang bersuara independen dan cendrung anti-partai akhirnya takluk pada partai apalagi partai yang ditolak saat itu PDIP. tak banyak sadar PDIP itu partai dengan harga diri tinggi, tidak pernah mengemis jabatan. kalah diluar menang didalam, pantang disindir apalagi sama independen. bukan partai sekelas golkar yang menjilat kekuasaan. apalagi PDIP diledek oleh "anak bau kencur" relawan itu.Â
PDIP tau betul istilah "musuh dari musuhmu adalah temanmu". tak peduli kerasnya perang dengan Gerindra saat pilpres atau persahabatan di pusat atau persahabatan dengan nasdem yang harus diputus saat pilkada lawan sekarang adalah sekarang. yang membuat lebih sakit hati PDIP bisa jadi merapatnya dengan Golkar yang notabene "musuh" bebuyutan sejak masa orde baru.
angin bergerak perlahan, sayup-sayup menjauhi ahok. ketika ada dua orang baik bertarung maka kuncinya akan dilihat siapa dibaliknya. melarang Risma maju karena dia walikota surabaya, sama saja menjilat ludah sendiri karena jokowi juga ke jakarta dengan meninggalkan solo, Ahok mau gubernur babel saat masih jadi bupati, meskipun kalah. jika benar Risma-Uno bertarung, tak sulit memprediksi ahok kemungkinan akan menjadi menteri jokowi di kabinet kerja jilid berikutnya.
melarang orang lain bertarung pun aneh rasanya, sebegitu takutkah pendukung ahok dengan Risma, saya kira kalau memang ahok yakin menang tak perlu risau, bahka jikapun SBY, Prabowo, Megawati hingga jokowi maju melawan Ahok terima aja tantangannya. tak perlu takut, tan-dana lewat guliran isu melarang Risma maju menunjukan sikap yang inferior. jagoan itu pilih tandimg. harusnya relawan ahok itu bilang gini "apa cuma yusril, uno, adhiyaksa doang? suruh maju sini Risma dan koalisi besar, kami hadapin" gitu dong, kan asik.
*lama ga nulis di kompasiana, nyumbang ah lumayan lagi anget