Mohon tunggu...
Aziz Abdul Ngashim
Aziz Abdul Ngashim Mohon Tunggu... Administrasi - pembaca tanda dan angka

suka dunia jurnalistik, sosial media strategy, kampanye media sosial, internet marketing. sisanya nulis buat enjoy aja. smile

Selanjutnya

Tutup

Humor Artikel Utama

Kompasianer dan Etika Komentar yang Tercemar

28 Juli 2011   11:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:18 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_125642" align="aligncenter" width="680" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] ini adalah tulisan kedua saya dibulan juli, secara kuantitas jumlah ini sangat menurun dibanding bulan-bulan sebelumnya. tentu ada beberapa alasan yang mendasari saya mulai jarang menulis, tapi tak perlu lah saya ungkapkan itu. saya hanya kemudian merasa gatal untuk menulis, hitung-hitung menunggu pertandingan indonesia vs turkmenistan di televisi. sedikit saja saya ingin menulis, tentang komentar, tulisan saya sebatas didasarkan pada komentar mba cintani imbran, seorang kompasianer asal jogja yang sekarang tinggal di prancis, ah saya jadi ingat anaknya yang setengah bule bernama gilang. hahaha.... sore ini saya tertarik membaca komentar mba cinta, begitu bisa kami panggil ibu muda ini, beliau menulis sebuah kata sederhana, yang sebenarnya mewakili saya, dan kebanyakan teman-teman kompasianer di jogja yang mulai menurunnya intensitas menulis di kompasiana, begitu kira-kira diskusi saya dengan beberapa teman-teman jogja yang sering saya temui, saya kutip komentar mba cinta di tulisan berjudul "iwan piliang dan kebohongan publik" yang ditulis oleh bobby triadi,

Ini namanya kan informasi, diterima, dicerna aja, ga usah nyela2, atau menjelekkan orang di lapaknya dong, itu , ingat comment anda menggambarkan siapa Anda. Belakangan sy eneg banget dengan Kompasianer yang semrawut bakar sana bakar sini kayak ga punya etika.

saya tidak ingin membahas apakah si udin atau si iwan yang benar, kita tak pernah tahu. toh semuanya hanya sebatas informasi dari media yang juga katanya. kemudian kita telan bulat-bulat, karena benci maka semua yang keluar dari mulut dan semua pengikutnya adalah salah, karena senang maka semua yang keluar dari mulut dan pengikutnya adalah benar. sikap itu yang selalu meradang di kompasiana. isu memang kemudian akan hilang, namun kebiasaan komentar mencaci dan menuduh seolah-oleh benar hanya karena katanya televisi dan koran, atau kata tetangga sungguh tak etis. setidaknya karena saya menyimpiulkan pemengang akun kompasiana adalah orang "mampu",  mampu secara finansial artinya bisa merasakan teknologi berupa internet, mampu secara pendidikan minimal bisa mengoprasikan komputer, saya merasakan konflik dalam rumah kompasiana semenjak zaman bank century, munculnya akun "sparatis" fedrasi timur raya, bagaimana orang kementrian keuangan dicaci-maki karena membela sri mulyani, padahal yang mencaci tidak pernah bertemu sri mulyani dan hanya tahu katanya dari televisi, perang agama yang sangat parah hingga kolom agama dihapus, bahkan admin pun diserang habis-habisan dengan kata-kata kasar. inilah wajah indonesia yang katanya sopan dan santun. kita tidak pernah bisa mencoba untuk menghargai pendapat orang lain dalam bersikap, menjadi seolah-olah paling tahu dan dengan keterbatasan kita menjadi paling hebat kemudian merasa berhak mencela orang lain. disini, keinginan wapres jusuf kalla (mantan), menristek kusmayanto kadiman (mantan), ketua dpr marzuki ali, bahkan beberapa pejabat dan beberapa orang yang -katanya- penting,  justru menjadi sasaran tembak dengan komentar yang asal jeplak, menjadi sasaran umpatan dan caci-maki. saya tidak sedang bersikap atau mendukung siapapun, saya hanya menyarankan, silahkan diterima silahkan tidak. saya sangat mengerti bagaimana admin melakukan verifikasi, walaupun saya tentang, setidaknya untuk mengurangi perbuatan yang tidak bertanggung jawab dari para kompasianer. komentar yang "kotor" mungkin sulit dihilangkan dari orang-orang di kompasiana, tapi cobalah untuk mengurangi setidaknya kita bersikap bertanggung jawab pada diri kita sendiri. nilai kita ditentukan etika yang kita pegang, seperti kata mba cinta yang mulai eneg dengan hal-hal yang berbau "bakar-bakaran" juga sepertinya benar apa yang diungkapkan, comment anda menggambarkan siapa anda.  oia mba... kapan bawa si kecil gilang ke studio biru lagi.... hehehehe....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun