maka kemudian akan muncul pertanyaan kenapa presiden penyair indonesia itu sutardji zoluzum bachri dengn "mantra"nya bukan w.s rendra dengan "blues untuk bonie"nya dan kenapa sang penyair romantis itu sapardi djoko damono bukan umbu landu paringgi? hingga pertanyaan kenapa cerita silat kho ping ho yang legendaris tidak ada di deretan rak-rak buku sekolah?
memang dalam konteks sastra indonesia yang berbudaya "timur" seorang pembaca belum bisa memisahkan antara penulis dan tulisan, sehingga tidak bisa dipaksa untuk semata-mata membaca teks dan konteks tanpa mempertanyakan siapa pengarangnya. maka anggapan yang timbul dari cerpen pilihan kompas tidak hanya sebuah usaha untuk memajukan perkembangan sastra nusantara tapi juga mythonomia bahwa kumpulan cerpen kompas jalan menuju kanonisasi sastra bisa saja di-iya-kan.
dapat dimaklumi dalam proses filterisasi sangat sulit menemukan mekanisme penjurian yang benar-benar meminimalisir unsur-unsur subjektifitas "selera sastra" masing-masing juri. karena rambu-rambu dalam penjurian sangat sulit digaris bawahi, maka akhirnya proses "penjurian" cerpen pilihan kompas bisa ditafsirkan "tanpa kriteria" seperti yang dituliskan dalam prakatan cerpen pilihan kompas 1993: "kami percaya bahwa setiap manusia memiliki sejenis estetika yang entah diperolehnya darimana, karena itu kami tidak menganut satu jenis estetika tertentu, tapi membenturkan estetika-estetika yang ada pada masing-masing penyeleksi".
lepas dari itu nama-nama yang terukir dalam cerpen pilihan kompas setiap tahunnya yang kebanyakan nama-nama senior dan orang-orang lama, kita bisa baca cerpen-cerpen itu memang memiliki nilai tersendiri, dan saya ucapakan selamat kepada 18 nama penulis yang diabadikan di tahun ini. utamanya kepada beberapa kompasianer yang masuk dalam B-18 di tahun 2011 ini. inilah mereka,
Ke-18 cerpen terbaik itu adalah: 1. Pengunyah Sirih karya S Prasetyo 2. Ada Cerita di Kedai Tuak Martohap karangan Timbul Nadeak 3. Ada Yang Menangis Sepanjang Hari, karya Agus Noor 4. Kue Gemblong Mak Saniah, karya Aba Mardjani 5. Menjaga Perut, karya Adek Alwi 6. Di Kaki Hariara Dua Tahun Kemudian, karya Martin Aleida 7. Sepasang Mata Dinaya Yang Terpenjara karya Ni Komang Ariani 8. Klown Dengan Lelak Berkaki Satu, karya cerpenis Ratna Indraswari Ibrahim 9. Solilokui Bunga Kembajo, karya Cicilia Oday 10. Sonya Rury, karya Indra Tranggono 11. Tukang Obat Itu Mencuri Hikayatku, karya Herman RN 12. Ordil Jadi Gancan, karya Gde Aryantha Soethama 13.Rongga karya Noviana Kusumawardhani 14. Dodolitdodolitdodolibret karya Seno Gumira Ajidarma 15.Lebih Kuat Dari Mati, karya Mardi Luhung 16. Ikan Terbang Kufah karya Triyanto Triwikromo 17.Sirajatunda, karya Nukila Amal 18. Terakhir cerpen karya Budi Darma berjudul Pohon Jejawi.
cetak tebal  : kompasianer
sekali lagi selamat kepada ke-18 penulis, semoga karya-karya beliau-beliau ini menjadi pelecut anak-anak muda indonesia untuk terus berkarya, dan suatu saat nanti mengantika mereka yng sudah senior dengan kualitas lebih baik, dan semoga usaha kompas untuk berperan menjadi bagian dari perkembangan demi kemajuan sastra indonesia tak berhenti hanya sebatas penerbitan kumpulan cerpen pilihan kompas saja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI