Mohon tunggu...
Aziz Abdul Ngashim
Aziz Abdul Ngashim Mohon Tunggu... Administrasi - pembaca tanda dan angka

suka dunia jurnalistik, sosial media strategy, kampanye media sosial, internet marketing. sisanya nulis buat enjoy aja. smile

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pasukan Elit Itu Bernama Bhayangkara

2 Juli 2010   01:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:09 2600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

dalam khazanah geopolitik dan alur sejarah Nusantara nama "Bhayangkara" pernah hadir dalam dua kerajaan yaitu Singasari dan Majapahit. ada penggambaran berbeda 2 sumber tentang Bhayangkara pada masa kerajaan Singasari. pertama pemberontakan Kalana Bhayangkara pada masa pemerintahan Raja Kertanegara di Singasari yang berakhir dengan kegagalan pada masa Raja Kertanegara berkuasa, seperti yang digambarkan oleh Styardi Widodo. sedangkan yang kedua digambarkan bahwa Bhayangkara adalah bagian dari kesalahan strategi Kertanegara.

Kegagalan Kertanagara mempertahankan istana Singasari atas serbuan Jayakatwang dari Gelang-Gelang lebih karena kegagalan Kertanagara menerapkan keamanan dan pertahanan dalam negeri yang seharusnya berada mutlak di bawah tanggungjawab kesatuan Bhayangkara. Penyerangan ke Malayu secara besar-besaran dengan mengirimkan hampir seluruh kekuatan militer Singasari (termasuk kesatuan Bhayangkara) pada tahun antara 1284-1286 memberikan catatan kelam kehancuran Singasari.

Kekosongan kekuatan keamanan di dalam negeri telah memberikan peluang pada Jayakatwang untuk menusuk Singasari langsung ke jantung pemerintahan tanpa perlawanan berarti. Kekuatan militer Singasari yang saat itu disegani dan sedang berada di luar negeri terbukti tak mampu menyelamatkan istana. (renny masmada)

Bhayangkara pada masa Majapahit

sedikitnya catatan sejarah mengenai Bhayangkara pada masa Singasari menjadikan Bhayangkara pada masa Majapahit lebih tersohor, bukan saja karena peranan Gadjah Mada yang menjadi tampuk pimpinan pasukan, tapi juga karena Bahyangkara pada Masa Majapahit tertuang dengan jelas dalam literatur-literatur kuno, seperti Negarakertagama dan pararaton.


(Begini keindahan lapang watangan luas bagaikan tak berbatas. Menteri, bangsawan, pembantu raja di Jawa, di deret paling muka. Bhayangkari tingkat tinggi berjejal menyusul di deret yang kedua……Nagarakretagama 9.2)

(Sira Gajah Mada ambekel ing bhayangkara…./ Gajah Mada yang menjadi kepala pasukan bhayangkara …Pararaton 26)

Kesatuan Bhayangkara sudah ada sejak zaman Singasari, sebelum Wisnuwardhana memerintah (1248-1268 Masehi).

Dalam Nagarakretagama pupuh IX pada 1 dijelaskan, bahwa sehubungan dengan mangkatnya Tohjaya di Katang Lambang pada tahun 1248 di daerah Pasuruan, maka di antara barisan pengawal yang berkewajiban menjaga keamanan kraton adalah Kesatuan Bhayangkara.

Di tangan Gajah Mada, Kesatuan Bhayangkara menjadi kekuatan sipil yang sangat berpengaruh pada zamannya. Sehingga keselamatan para raja dan keluarganya berada mutlak di bawah kewenangan dan tanggungjawab Kesatuan Bhayangkara.

Kesatuan Bhayangkara, sebagai kekuatan sipil telah memberikan kepercayaan yang sangat kuat di hati masyarakat, sebagai pengayom dan pelindung rakyat. (renny masmada)

awal ketenaran nama Bhayangkara dimulai ketika munculnya pemberontakan Ra Kunti yang berhasil dipadamkan oleh Gadjah Mada dengan pasukannya yang bernama Bhayangkara. Gajah Mada, yang ketika itu memimpin pengawal raja, membantu Jayanegara melarikan diri dari ibu kota dan me-nyembunyikannya dari kejaran pemberontak.

Cerita rakyat menyatakan dalam pelarian di Desa Badander itu, satu dari IS anggota Pasukan Bhayangkara menyatakan ingin pulang ke ibu kota. Gajah Mada melarangnya, tetapi prajurit itu ngotot. Akhirnya, prajurit itu dibunuh karena diduga akan membelot.

Gajah Mada kemudian melancarkan operasi intelijen untuk menyelidiki kondisi ibu kota Majapahit di bawah Kuti. Dia menggelar survei kilat untuk memetakan sikap para bangsawan kerajaan terhadap posisi Jayanegara. Dari sana dia tahu bahwa dukungan publik terhadap Jayanegara masih kuat.

Dengan bantuan para bangsawan di pusat kota, Gajah Mada bersama Pasukan Bhayangkara berhasil memukul balik Kuti dan mendudukkan kembali Jayanegara ke Istana untuk kedua kalinya. Setelah Jayanegara meninggal, Majapahit dipimpin oleh Tribuwana Tunggadewi pada tahun 1334 yang kemudian mengangkat Gajah Mada sebagai mahapatih. Kedudukan mahapatih saat itu kira-kira dapat disamakan dengan perdana menteri dalam era politik modern. (setyardi widodo)

setelah Majapahit resmi menjadi Mahapatih dan Pasukan Bhayangkara juga ikut menjadi pasukan paling elit kerajaan, Gajah Mada secara signifikan melakukan perbaikan dan pengembangan konsepsi keamanan dalam negeri dengan memberikan porsi yang sangat besar pada kesatuan Bhayangkara. Sumpah Amukti Palapa yang diucapkan Gajah Mada di paseban agung Majapahit memuat gagasan yang sangat besar terhadap penyatuan seluruh Nusantara di perairan Dwipantara.

Dengan menjunjung tinggi Kitab Perundangan Kutaramanawa Dharmasastra, Majapahit terbukti mampu menegakkan perangkat sistem hukum di seluruh wilayah Negara besar ini. Para penegak hukum tanpa pandang bulu memberikan concern yang sangat besar terhadap penegakkan hukum di setiap jengkal wilayah hukum Majapahit.

tak selamanya Gadjah Mada dan Pasaukan Bhayangkara mencatat tinta emas, seperti pepatah tak ada gading yang tak retak, begitu juga akhir kisah Gadjah mada dan pasukannya, noda hitam itu muncul akibat kesalahpahaman antara Gadjah Mada dengan Raja Hayam Wuruk dan juga kesalahan strategi Gadjah Mada dalam penaklukan kerajaan sunda sehingga Akhirnya muncul Perang bubat. Sumpah Palapa membawa petaka. Tidak disebutkan apakah nama bhayangkara masih digunakan di Majapahit setelah era Gajah Mada. Yang pasti, nama pasukan pengawal raja yang dia pimpin dalam menyelamatkan Jayanegara itu diadopsi oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

penggambaran Bhayangkara dalam Khazanah kesejarahan Nusantara menjadi bukti bahwa pasukan elit ini adalah pasukan berkelas yang memiki cinta tanah air yang luar biasa, menjadi penjaga dari munculnya ekstrimis dan terorisme yang melakukan pemberontakan. walau Bhayangkara dan Gadjah mada adalah pasukan yang bernafsu pada kekuasaan dan anti kritik hingga terkadang justru menghancurkan negara dari dalam, seperti pembrontakan pada masa singasari hingga kesalahan strategi dalam perang bubat.

Bhayangkara baru saja berulang tahun, Bhayangkara modern yang kita sebut dengan polri kini tengah mengalami serangan bertubi-tubi dari luar akibat ketidakberesan ditubuhnya. baik polri maupun Bhayangkara adalah pasuka elit berharga diri sangat tinggi sehingga kritik adalah sesuatu yang sangat mengganggu kewibawaan, harusnya sejarah panjang Bhayangkara dan semakin dewasanya usia Polri menjadikan Pasukan elit Negeri ini menjadi sadar akan peranan dan tugasnya dalam berbangsa dan bernegara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun