Mohon tunggu...
Aziz Abdul Ngashim
Aziz Abdul Ngashim Mohon Tunggu... Administrasi - pembaca tanda dan angka

suka dunia jurnalistik, sosial media strategy, kampanye media sosial, internet marketing. sisanya nulis buat enjoy aja. smile

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Transaksi dengan Polisi

6 Juli 2010   08:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:03 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_186820" align="alignleft" width="300" caption="ilustrasi : www.eupm.org"][/caption]

Purworejo, senin 5 juli 2010 sekitar waktu dzuhur. saat matahari dengan sayu menyinari bumi. jalanan lurus yang sepi. hari dimana perjalanan ke jogja sudah mencapai batas yang cukup melelahkan badan. polisi mengintip pengemudi dari balik jembatan kecil yang tak begitu tinggi.

hari itu saya dalam perjalanan berangkat ke jogja, kecepatan sekitar 60-70 km/jam. perjalanan cukup santai, setelah melewati jembatan, samar-samar terlihat bayangan beberapa polisi berjajar di tengah jalan untuk memberhentikan pengemudi. seorang polisi mendatangi saya.

polisi : selamat siang, bisa lihat surat-suratnya,

saya : bisa pak, (sambil mengerahkan SIM & STNK)

polisi : tahu pelanggarannya ?

saya : tidak... salah saya apa ?

polisi : anda melanggar marka jalan di jembatan itu

saya : owh... terus... (wajah bingung)

polisi : kami memang sengaja mengincar (saya tebalkan kata itu karena memang di ucapkan polisi tsb) pengendara yang melewati marka.

saya masih tidak mengerti bagaimana mungkin polisi yang katanya "pengayom dan pelindung" masyarakat mengincar pengendara, jika memang alasannya untuk mencegah kecelakaan di jembatan, seharusnya polisi berada di sekitar jembatan untuk mengatur lalu lintas, bukannya menunggu untuk menilang. bukankah sebagai pengayom dan pelindung, polisi harusnya mencegah hal-hal yang berbahaya terlebih dahulu. lagi pula saya tidak sendiri, ada pengendara berpakaian tentara yang melanggar dibiarkan begitu saja, begitu juga ada orang lain yang melanggar justru kena tilang lebih murah, pertanyaannya apakah karena plat nomer saya luar daerah ?.... entahlah

saya : eemmm.......... (masih bingung)

polisi : silahkan ikut saya

polisi : sebentar mas....

saya : ya...

polisi : sodara saya tilang..... mau bayar disini 45.000 atau di pengadilan purworejo 500.000 ?

saya : emmm......

polisi : disini saja mas....

saya : ga bisa kurang pak ?

polisi : udah pas ini.... dari pada di pengadilan sampai 500.000

saya : kok bedanya jauh banget pak ?

polisi : (tersenym.... nyengir... bak penjilat....)

saya : (balas tersenyum)

polisi : bagaiman mas.... disni saja...?

saya : ga bisa di kurang lagi pak...?

polisi : iya nanti.....

akhirnya saya mengerahkan uang 50.000an ke polisi itu dan di suruh tanda tangan di kertas pink tanpa kejelasan nama (cek tanpa nama)

polisi : silahkan tanda tandatangan di sini untuk membayar saya (saya perlu tebalkan kata itu)

saya : disini... (sambil tanda tangan)

tidak ada tanda tangan atau nama polisi tersebut, uang itu dimasukan ke kantongnya, tangan kanannya kemudian mengeluarkan uang 10.000 dari kantong celananya yang lecek, sambil berkta

polisi : ini saya kasih diskon 5000...

saya : surat tilangnya mana ?

polisi : sudah habis...

saya : terus

polisi : tidak apa-apa .... yang penting sudah bayar....

saya : (sambil berjalan meninggalkannya)...

polisi : terimakasih mas.....

beberapa catatan yang bisa saya dapatkan, antara lain,

  • polisi itu yang pertama kali menawari proses di pinggir jalan dengan harga murah
  • saya tidak mendapat surat tilang
  • saya tidak mengerti kenapa ada marka jalan panjang di jalan lurus tanpa belokan, walaupun itu jembatan, jembatan itu sangat kecil (jembatan selokan)
  • kata-kata polisi yang "sengaja mengincar" artinya orientasinya memang bukan melindungi keselamatan (jika jalan itu memang rawan) tapi lebih kepada mengincar. harusnya polisi melakukan pencegahan terlebih dahulu, bukan sengaja menjebak. saya hanya pengendara yang kebetulan lewat.
  • adanya standar yang berbeda, seperti ada seorang pelajar yang belum punya SIM justru di tilang 25.000
  • adanya kata "diskon" yang di beri polisi itu
  • polisi itu tidak memperkenalkan dirinya dan justru menyembunyikan namanya
  • tanda tangan di kertas merah muda, tanpa kejelasan identitas, dan tanpa surat tilang.
  • meloloskan banyak pelanggar jika itu "anggota" atau "tentara"

sulitnya membasmi korupsi karena memang sudah menjadi sistem tak tertulis. jika perbuatan polisi menawarkan penyelesaian yang lebih singkat, cepat dan murah di pinggir jalan adalah sebuah kesalahan dan saya menerima penawaran itu juga adalah perbuatan salah. lalu siapa yang dirugikan, pajak ? toh kebanyakan uang pajak masuk kedalam kantong pejabat dan tender2 untuk pengusaha. perlu bukti, lewatlah purworejo, lingkar luar jalan  yang untuk kendaraan antar-kota, dijamin rusak berat.

apa yang saya alimi di pinggir jalan tentu saja juga banyak dialami oleh orang lain di negeri ini. dan itu juga pasti ada di kantor-kantor polisi dari polsek hingga mabes. wajah-wajah "celeng-an" polisi tidak hanya para jenderal tapi juga para kroco di jalanan. untung TEMPO hanya menjadikan babi sebagai simbol yang menarik polisi, mungkin jika saya redaksinya saya akan memasang "celeng-an" itu sebagai kepala orang dengan seragam polisi.

saya hanya mencoba mengikuti skenario sang polisi yang tawarannya cukup menggiurkan dimana menguntungkan untuk dirinya sendiri dan tentu saja untuk saya, walaupun saya sendiri tidak terima sengaja dijebak oleh polisi untuk "melanggar". jika ada yang bertanya kenapa saya menerima ketidakberesan ini, maka jawabannya sederhana, jika saya mempermasalahkannya lebih jauh saya bukan hanya kehilangan 40.000 tapi bias 400.000 bahkan lebih. berurusan dengan polisi sama saja menambah permasalahan hidup semakin berat. untuk itulah saya terkadang lebih percaya terhadap integritas hansip daripada polisi.

catatan kecil : jika polisi di luar negeri mengagap polantas adalah buangan, tapi di indonesia justru menjadi incaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun