Mohon tunggu...
Aziz Abdul Ngashim
Aziz Abdul Ngashim Mohon Tunggu... Administrasi - pembaca tanda dan angka

suka dunia jurnalistik, sosial media strategy, kampanye media sosial, internet marketing. sisanya nulis buat enjoy aja. smile

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kunang-kunang dalam Kenangan

28 Juni 2010   11:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:14 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_179734" align="alignleft" width="150" caption="ilustrasi : kunang-kunang"][/caption]

saya yakin tidak semua orang pernah melihat kunang-kunang secara langsung. serngga kecil yang hidup di dataran tropis ini sangatlah spesial, selain karena termasuk serangga yang "langka" tapi juga karena mampu berkelap-kelip dengan indah.

dulu waktu saya masih kecil dan tinggal di kampung, serangga ini bukanlah hewan mewah, karena tiap kemarau, biasanya kunang-kunang muncul di halaman rumah secara "gaib" atau jika ingin melihat sekumpulan kunang-kunang dalam jumlah besar tinggal berjalan beberapa langkah ke arah sawah. maka akan di sambut tarian magis para kunang-kunang.

bermain, berlari, bersama kunang-kunang diantara rumput-rumput dan deretan pohon di hutan ujung desa masih meninggalkan memori indah hingga kini. tawa dan canda di tengah dengung serangga dan kelip cahaya tak kan hilang digerus waktu. tapi kenangan indah itu kini seperti bayangan hantu kekhawatiran, bahwa semua itu hanya tinggal kenangan.

di kampung saya, unang-kunang sering di sebu dengan "cicika". biasanya selalu dianggap kuku mayat. itu menjadi cara orang tua untuk menakut-nakuti anak-anak supaya pulang ketika malam semakin larut. karena anak-anak kalau sudah mengejar kunang-kunang suka lupa waktu. apalagi ketika itu di kampung belum ada listrik PLN, jadi segala yang bercahaya seperti, kunang-kunang, bulan purnama hingga jamur yang bisa bercahaya hijau selalu menjadi daya tarik tersendiri.

cahaya di malam hari bak sebuah anugerah yang luar biasa kala itu. tapi kini semenjak tinggal di jogja saya kehilangan semua itu, memang semuanya bercahaya, malam dan siang sama saja. tapi lama-kelamaan, cahaya tidak lagi menjadi sesuatu yang begitu luar biasa. tidak ada lagi kunang-kunang yang bisa di kejar, ditangkap, dan di ajak bermain-main.

hilang sudah semua itu. jogja memang begitu bercahaya di malam hari, hampir semua cahaya lampu dari jenis apa saja dalam berbagai versi ada semuanya indah, tapi itu semua serasa hampa, saya seperti kehilangan cahaya-cahaya masa kecil di kampung. tak ada lagi kelip kunang-kunang, tak ada lagi cahaya jamur yang hijau dalam kegelapan, hingga sinar rembulan yang purnama pun tenggelam dalam lautan neon dan lampu kota walau sudah di bantu kelip bintang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun