Mohon tunggu...
Aziz Abdul Ngashim
Aziz Abdul Ngashim Mohon Tunggu... Administrasi - pembaca tanda dan angka

suka dunia jurnalistik, sosial media strategy, kampanye media sosial, internet marketing. sisanya nulis buat enjoy aja. smile

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Budaya Kompasiana Mencegah Plagiarisme

16 April 2010   04:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:46 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

akhir-akhir ini kita sering mendengar banyak sekali terjadi penjiplakan baik itu berupa artikel, naskah hingga disertasi bahkan musik dan film, dari sekedar cover filmnya hingga jalan cerita. suara miring tentang dunia musik indonesia yang dianggap menjiplak karya musisi asing adalah yang paling mendominasi padahal ketika ada seni tari maupun lagu bangsa "dipinjam" adik serumpun kita marah-marah hingga ancaman perang. tentu saya bisa memaklumi walaupun tidak membenarkan kebiasaan plagiat di dunia entertaiment seperti juga sinetron indonesia yang banyak berkiblat hingga menjiplak jalan cerita drama korea, karena entertaiment berproyeksi pada keuntungan bisnis dan finansial, tapi jika kebiasaan plagiat itu muncul dari dunia akademis,atau civitas akademika tentusaja sangat di sayangkan, karena dari sanalah harusnya budaya kejujuran dalam ilmu pengetahuan serta pendidikan pertama kali ditanamkan. budaya ini -tanpa menutup mata- sudah kita bisa lihat dari kebiasaan mahasiswa meng-copas- tugas dari dosen, atau hingga tugas akhir yang menjiplak habis "contoh" yang ada di perpustakaan.

tapi sekarang saya bisa mengerti kenapa mahasiswa bisa berprilaku seperti itu, mungkin saja tidak lain tidak bukan dikarenakan prilaku para pengajarnya juga. lihata saja sebuah artikel yang dipublikasikan di koran berbahas inggris di jakarta yang beberapa waktu lalu sempat heboh, saya tidak habis pikir bagaimana seorang guru besar bisa dengan enteng meng-copas- sebuah artikel di australia untuk di kirim ke koran di negerinya. belum lekang dari ingatan tentang kiprah konyol sang guru besar dari universitas swasta itu, muncul lagi kisah "luar biasa" tentang kebiasaan plagiat. sayangnya berita ini keluar dari ITB, sebuah institut yang sangat dikagumi di indonesia ITB adalah MIT nya indonesia. dan tidak tanggung-tanggung hal itu terbongkar setelah sebuah makalah yang hasil copas dengan begitu PDnya dikirim dalam konfrensi internasional IEEE. muncul juga dari ITB bahwa sebuah desertasi bisa lolos dari pengujian 3 profesor dan justru terbongkar oleh ilmuan luar negeri. ini sangat di sayangkan. semoga kejadian-kejadian ini adalah yang terakhir.

PLAGIAT dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pengambilan karangan, pendapat, opini orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan, pendapat, atau opini sendiri. Plagiarisme adalah tindakan penjiplakan yang melanggar Undang-undang tentang Hak Cipta.
Penjiplak sama saja dengan maling. Jika tak ingin dikatakan maling, kini saatnya menjunjung tinggi kejujuran intelektual.

Penjiplakan tentu itu bukan “prestasi” yang patut dibanggakan. Sebagai bangsa bermartabat, seharusnya kita malu dan khawatir karena punya “budaya menjiplak”. Sebab, jika penjiplakan dibiarkan terus-menerus, pelan tetapi pasti bangsa ini bakal kehilangan jati diri, karakter, dan daya cipta.

Budaya Kompasiana
kenapa saya sebuda budaya kompasiana ....?
karena untuk mencegah plagiat semakin membudaya, maka salah satu caranya adalah membudayakan kompasiana, dimana dalam kompasiana, kita tidak hanya menulis, tapi juga memberi komentar dan apresiasi hingga berkawan. budaya kompasiana membaut kita saling menjaga originalitas sebuah tulisan, dan lebih dari itu kompasiaan membuat kita menulis dengan hati. menulis merupakan energi serta memerlukan energi, dan dapat memberikan energi bagi penulis dan pembaca. Menulis dengan hati merupakan energi yang akan membuat tulisan berkarakter dan natural karena energi yang diperlukan dan digunakan bersumber dari hati penulis. Maka, tulisan pun memberikan energi berupa kepuasan dan semangat untuk berkarya bagi penulis.

Jika orang menulis dengan kejujuran hati, tentu praktik penjiplakan bakal terkikis. Karena, seseorang menulis dengan penuh kesenangan, tanpa paksaan dari siapa pun. Faktanya, sebuah tulisan yang ditulis dengan hati sering kali memberikan energi bagi pembaca berupa inspirasi yang bisa saja mengubah pola pikir dan cara bersikap.

kompasiana memberi beberapa fasilitas yang tidak tertulis tapi dapat dirasakan,
pertama, kompasiana membenahi kemauan. Kemauan kuat akan menumbuhkan tekad yang kuat. Kemauan dan tekad kuat merupakan energi yang mampu mengalahkan ketakutan, kemalasan, serta rasa ketidakmampuan menulis. Energi itu yang akan menjaga stabilitas dan konsistensi dalam proses menulis, sehingga menghasilkan tulisan yang berbobot tanpa penjiplakan. dan energi dalam kompasiana bisa berasa dari para penulis-penulis mapan yang sudah punya nama hingga beberapa penulis profesional yang muncul dari kompasiana, tidak ada batasan dalam kompasiana dari anak SMA hingga Profesor dari anak jalanan hingga Wapres, dari pelaku hingga pengamat. ada berbagai macam energi yang memberi kita kemauan dan tantangan dalam menulis.

kedua, dalam kompasiana ada kejujuran hati. Kejujuran hati akan melahirkan ketulusan berkarya, menuntun kita menulis dengan bebas, mengembangkan pemikiran secara orisinal, tanpa beban, dan apa adanya. Terlepas dari keberadaan referensi atau data pendukung, kejujuran hati dalam menulis merupakan fondasi yang akan memberikan energi pada tulisan yang dibuat sekaligus menjadi energi yang menumbuhkan semangat menulis.

ketiga, ada keberanian mengungkapkan gagasan atau perasaan serta keberanian melawan keraguan. Hal itu akan menumbuhkan energi positif berupa kepercayaan diri untuk menulis. Keberanian dan rasa percaya diri akan menuntun kita pada keleluasaan berbahasa dan kebebasan mengeksplorasi data dan kosakata dalam menulis, sehingga kita tertantang menyuguhkan tulisan terbaik. tidak ada batasan gagasan dan "menejemen" SPOK atau tata bahasa, kebebasan dan keberanian mengungkapkan gagasan adalah hal penting dalam sebuah awal kata dalam menulis. dan kompasiana memberika itu.

keempat, kompasiana membuat para anggotanya menjaga kontinuitas. Bila sudah bisa menulis, teruslah menulis. Jaga kontinuitas tulisan, terus mengasah kemampuan. Bisa saja yang kita tulis adalah keadaan dan aktivitas sehari-hari. Pada saat yang sama kita harus terus memperkaya wawasan, memperbanyak bahasan, diskusi, membuat kliping atau mengadakan pengamatan. Semua langkah itu dengan tujuan agar sumber tulisan terus basah dan mengalir. walaupun dibatas jarak antar tulisan minimal 1 jam, toh kompasiana tidak membatasi tulisan kita per/harinya.

kelima, kompasiana selalu memberikan "penghargaan", penghargaan adalah suatu bentuk apresiasi tak terhingga yang diperoleh oleh para pelaku menulis, penghargaan bukan hanya sebatas nominal jumlah uang dalam lomba-lomba menulis. tapi juga penghargaan dapat diriasakan jika tulisan memang mempunyai "nilai bobot" sehingga ditempatkan dalam HD, selain itu penghargaan juga bisa berupa komemtar dan rating.

Akhirnya, meski tak semudah membalikkan telapak tangan, usaha dan kerja keras yang kontinu dan konsisten niscaya akan mampu memberantas praktik penjiplakan dan mengembalikan harkat dan martabat kita sebagai bangsa yang besar, dan semua banyak jalan untuk itu salah satunya bisa berpijak dari budaya kompasiana, karena budaya kompasiana bukan sekedar membudayakan menulis, tapi juga membudayakan apresiasi, tujuan, arah, persahabatan, konsitensi, dan penghargaan.

kutipan sederhana
mengapa why selalu always
karena because adalah is

salam kompasian

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun