Mohon tunggu...
Aziz Abdul Ngashim
Aziz Abdul Ngashim Mohon Tunggu... Administrasi - pembaca tanda dan angka

suka dunia jurnalistik, sosial media strategy, kampanye media sosial, internet marketing. sisanya nulis buat enjoy aja. smile

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Dipenjara Akibat Menolong

10 April 2010   04:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:53 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_115228" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] judul itu bukan rekaan bukan pula bualan bukan pula kisah dongeng di buku-buku cerita anak dan novel-novel kemanusiaan. itu adalah kejadian nyata yang terjadi di pedalaman kalimantan. putusan hakim PN Tenggarong yang diketuai oleh Bahuri dengan hakim anggota Nugraheni Maenasti dan Agus Nardiansyah memutus hukuman 3 bulan penjara, denda Rp 2 juta rupiah subsider 1 bulan pada 19 November 2009. Hakim menjatuhkan hukuman berdasarkan UU 36/ 2009 tentang Kesehatan pasal 82 (1) huruf D jo Pasal 63 (1) UU No 32/1992 tentang Kesehatan kepada Misram karena Mirsam tak punya kewenangan memberikan pertolongan layaknya dokter. Putusan ini lalu dikuatkan oleh PT Samarinda, kemarin Putusan banding bernomor Reg 04/PID/2010/PT. KT. Samarinda bertanggal 19 Januari 2010 dibuat oleh Ketua Hakim Suntoro Husodo dengan hakim anggota Syasafrullah Sumar dan Kita Jenda Ginting menguatkan putusan PN Tenggarong. Putusan banding tersebut menyebutkan tidak merevisi keputusan PN Tenggarong. dan akibat putusan pengadilan ini, 13 mantri di 3 kabupaten pedalaman Kalimantan memohon keadilan ke MK karena merasa dikriminalisasikan oleh UU Kesehatan. putusan ini jelas sangat konyol karena hakim sama sekali tidak melihat kondisi sosial masyarakat serta kendala geografis daerah pedalaman yang tidak dapat dijangkau atau mungkin lebih tepatnya hampir tidak ada dokter yang mau bertugas di wilayah-wilayah pedalaman. hakim harusnya memahami latar belakang permasalahannya. keterbatasan alam dan geografis yang menjadi alasan mantri desa berpraktek, dan dengan segala keterbatasan obat serta peralatan masih mau berjuang dipedalaman. pertanyaannya apakah masyarakat pedalaman harus menunngu atau di angkut ke kota yang membutuhkan waktu berhari-hari perjalanan darat yang sangat tak manusiawi menemui dokter bedah tulang, jika mengalami patah kaki .....? sangat tidak masuk akal. mungkin keburu busuk kakinya. Dari putusan ini maka masyarakat bisa menilai hakim tidak punya empati dan kurang mengerti inti permasalahan. Terlebih, hakim juga tak bisa mengungkap siapakah pelapor yang mengadukan kasus ini ke kepolisian. jelas pengadilan ini berjalan kurang baik. Harusnya, hakim tidak boleh memberlakukan hukum secara kaku. Apalagi, akibat putusan ini ratusan mantri/bidan merasa terancam akan diciduk aparat penegak hukum. Alhasil, layanan masyarakat terbengkalai dan pasien dirugikan. jelas ini bukanlah kasus malpraktek. Tak ada yang dirugikan, dengan tindakan mantri dan bidan di pedalaman, bukannya diapresiasi pengabdiannya tapi malah dimasukan bui. jika sudah seperti ini siapa yang mau bekerja memberi pelayanan dengan ikhlas di wilayah pedalaman dan perbatasan, di tengah keterbatasan. omong kosong anggota DPR di ruang sidang berAC di atas kursi empuk yang setiap bicara menjual nama-nama mereka yang di pedalaman tidak pernah terdengar, seolah masalah di Indonesia hanya soal MARKUS, ada hal yang lebih substantif untuk masyarakat miskin yang harus di tegakan, bukan retorika di studio TV. para bidan dan mantri pedalaman itu tidak berdemo minta kenaikan gajih, tidak merengek minta Rumah Dinasnya di perbaiki seperti anggota Dewan, tidak perlu mobil mewah Seperti para Menteri, mereka hanya butuh kepastian bahwa mereka bisa menolong dengan tenang tanpa ancaman penjara. salam hangat, dan empati, dari jogja untuk pejuang kemanusiaan di pedalaman dan perbatasan. dari kalimantan oleh jogja untuk membuka mata dan telinga Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun