Mohon tunggu...
Aziz Abdul Ngashim
Aziz Abdul Ngashim Mohon Tunggu... Administrasi - pembaca tanda dan angka

suka dunia jurnalistik, sosial media strategy, kampanye media sosial, internet marketing. sisanya nulis buat enjoy aja. smile

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

YGF, Pengakuan Dunia Atas Budaya Indonesia

19 Juli 2010   05:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:46 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
para bule yang sedang menari (canting doc)

karena Gamelan adalah spirit bukan objek, itulah pemaknaan tingkat tinggi dari seorang maestro Gamelan tingkat dunia yang sangat sulit di cari penggantinya ialah Sapto Raharjo. beliau adalah orang besar dibalik Yogyakarta Gamelan Festival, sebuah festival Gamelan akbar yang mengundang para seniman-seniman dari seluruh dunia. tapi sudah 2 tahun terakhir ini Yogyakarta Gamelan Festival berlangsung tanpa sosok nyata beliau. tapi menurut salah satu seniman yang saya temui, kehilangan sosok Sapto Raharjo tidak harus di tangisi, tapi menjadi cambuk bahwa kini saatnya yang muda yang bergerak. karena Gamelan tidak untuk dilestarikantapi dimainkan.

[caption id="attachment_198238" align="aligncenter" width="448" caption="gamelan kolaborasi (canting doc)"][/caption]

Penyelenggaraan Yogyakarta Gamelan Festival (YGF) tahun 2010 ini sudah memasuki tahun ke 15 penyelenggaraan. YGF muncul kali pertama tahun 1995 dimunculkan oleh maestro gamelan Sapto Raharjo. Begitu berpengaruhnya seorang Sapto Raharjo untuk event YGF, ketika sudah tiada, banyak pendapat muncul mengatakan YGF menjadi redup gaungnya. tapi YGF ke 15 tahun 2010 ini membantah pendapat itu, membludaknya penonton hingga luasnya concert hall Taman Budaya Yogyakarta, tidak mampu menampung banyaknya para "Gamelan Lovers"

[caption id="attachment_198240" align="aligncenter" width="448" caption="bule main gamelan (canting doc)"]

[/caption]

Festival Gamelan yang menghadirkan para seniman-seniman "bule" dari penjuru dunia ini memang dikemas dengan sentuhan moderen, sehingga jangan kaget jika para penonton kebanyakan adalah anak-anak muda. jadi YGF juga menjadi bukti bahwa musik tradisional tidak hanya milik "orang-orang kolot". tapi musik tradisional adalam milik bangsa, semua anak bangsa.

dalam 3 hari penyelenggaraan YGF, semua pertunjukan hampir penuh dengan penonton. bahkan saat penampilan "kiyai kanjeng" penonton membludak hingga tengah malam. hari pertama diawli dengan penampilan "KPH10" gabungan antara USA dan Indonesia. setelah itu penampilan "Kiyai Fatahilah Meet Essamble Gending" dari belanda dan indonesia yang memainkan komposisi musik dengan gaya orkestra. dan hari pertama di tutup dengan penmpila "orcestra trio" dari singapura, sebelumnya "orcestra trio fet ramu tiruyanam" bermain di solo, group ini sekaligus menjadi penutup hari pertama dan dengan penampilan yang sangat aktraktif.

[caption id="attachment_198243" align="aligncenter" width="448" caption="ajep-ajep dengan remix gamelan (canting doc)"]

[/caption]

hari kedua YGF, dibuka dengan penampilan Jendela idea by intang maira, adi supriadi, wawan kurniawan, gita mahatma, dari bandung. penampilan pembukaan di hari kedua ini sangta menarik dan menghibur, sehingga penonton masih duduk nyaman menanti pertunjukan kedua, yang kembali menampilkan "kiyai fatahilah meet essamble gending", sangat mengasikan menonton para bule bermain gamelan berserta seperangkat instrumen pendukung lainnya seperti gong dan bonang. dan hari kedua ini di tuutp dengan penampilan dari Andrawina dari yogyakarta.

[caption id="attachment_198245" align="aligncenter" width="448" caption="para bule yang sedang menari (canting doc)"]

[/caption]

pada hari terakhir di hari ketiga, terasa lebih hangat dan menarik, tidak hanya karena para penampil di hari terakhir ini cukup berbeda dan lebih astisti, antara lain, bagaimana gending dengan celo atau para bule yang menari jawa dengan gemulai hingga kolaborasi untuk me-reix gamelan menjadi lagu disco. di hari ke-3 YGF, pertunjukan diawali oleh penampilan "sumunar and dance essamble" dari minesotta USA dimana ule-bule amerika bermain gamelan dan menari jawa dengan sangat njawani. kemudian dilanjutkan dengan penampilan Prof. Rence Lislof dari Universitas California Riverside (UCR). yang berkolaborasi me-remix gamelan menjadisemacam lagu "ajep-ajep". tentu saja ini sangat menarik, dan cukup baru tanpa menghilangkan spirit dari gamelan itu sendiri.

masih di hari terakhir YGF, "bronze age" dari singapura menjadi menjadi pengisi berikutnya, penampilan anak-anak muda singapura dengan di kolaborasikan dengan celo membuat penonton terperangah dan sangat terhibur, alunan gamelan, bonang, gong yang bersatu dengan alat-alat musik moderen memberi cita rasa tersendiri dalam bermusik. dan tentu saja penampilan dari "kiai kanjeng" yang sangat di tunggu-tungu, hingga tengah malam penonton tetap betah di tempatnya masing-masing walau harus duduk di lantai. "kiai kanjeng" benar-benar menutup YGF dengan sangat spektakuler, hingga penonton masih berteriak "lagi, lagi, lagi" saat "kiai kanjeng" mengakhiri penampilannya.

[caption id="attachment_198250" align="aligncenter" width="448" caption="penampilan kiai kanjeng yang mempesona (canting doc)"]

[/caption]

15th Yogyakarta Gamelan Festival 2010 memang telah berakhir, itu tentu saja tidak mengakhiri cinta kita pada gamelan dan dunia musik tradisional. YGF telah menjadi corong Indonesia untukIndonesia, bahwa seni tradisi indonesia tak kan mati begitu saja, dan menajdi sebuah pengakuan dunia akan khazanah budaya yang dimiliki bangsa.

[caption id="attachment_198254" align="aligncenter" width="448" caption="penonton yang selalu memenuhi CH-TBY selama 3 hari (canting doc)"]

[/caption]

YGF juga menjadi salah satu bukti kecil bahwa sinergi antara kalangan seniman dan kalangan aktivis gerakan menjadi salah satu kekuatan masyarakat Yogya. Jika kita renung-renungkan, mengapa dinamika Yogya sedemikian tinggi baik itu di konteks sastra, senirupa, akademia, dll, penyebabnya adalah antara wacana yang berkembang di kalangan seniman, akademisi selaras dengan wacana yang berlangsung di kalangan aktivis gerakan. Saya kira, apa yang sudah berlangsung baik di Yogya ini dapat terus dilanjutkan dengan etos yang dicontohkan Sapto Raharjo, yakni “sedikit bicara banyak bekerja”.

sampai jumpa di 16th Yogyakarta Internasional Gamelan Festival 2011.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun