Dalam Fatwa DSN_MUI Nomor : 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn, dijelaskan tentang pemanfaatan Marhun sebagaimana dalam fatwa beeikut :
Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin
Marhun tidak boleh dimanfaatkan dan pemanfaatannya oleh murtahin kecuali seizin rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.
Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua utang rahin ( yang menyerahkan barang) dilunasi.
Ketentuan hukum tersebut sebagaimana hadist Rasulullah saw. yang artinya  :
"Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari kepimilikan barang gadai pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung resikonya."
Hal ini sejalan juga dengan Muqasid disyariatkannya rahn yaitu sebagai istisyaq (jaminan atas utang), karena sebagai jaminan, maka tidak boleh dimanfaatkan oleh rahin (pemberi gadai) dan murtahin (penerima gadai).( Muqasid bisnis dan keuangan islam sintetis fiqh dan ekonomi, cet.1,2015.hal 153)
Daftar Pustaka
Karim, Ir Radimarwan. Maqashid bisnis dan keungan islam sintetis fiqh dan ekonomi, cet.1.2015.
An-Naisaburi, Al imam Abul Husain Muslim Ibn Al-Hajjaz Al-Kusairi.Al-Jami'u Al-Sahihu Muslim.Dar Ihya Al Kutub Al-Arabiyah
As-Shiddieqy, TM Hasbi.Hukum-Hukum Fiqh Islam.Yogyakarta: PT. Rosda Karya, Cet.2.1990.
Study Analisis Pemikiran imam Syafii Tentang Pemanfaatan Barang Gadai. UIN Walisongo.2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H