Real Madrid menang dan dia melakukannya lagi! Barangkali itu adalah headline surat kabar Spanyol menyambut kemenangan Real Madrid tadi malam atas Osasuna, 4-0. Kemenangan ini diwarnai dengan dua gol dari pemain sensasional mereka, Jude Bellingham. Dua gol yang dicetak Jude itu juga seakan menjadi jawaban atas tuduhan bahwa Real Madrid selama ini cuma menang hoki.
Setiap orang meragukan Real Madrid setelah mereka menjual Karim Benzema dan memilih untuk tidak membeli siapapun sebagai penggantinya. Bagaimanapun, Benzema adalah striker utama tim, mencetak 19 gol di liga musim lalu. Benzema juga mencetak hattrick saat Madrid kalahkan Barca di semifinal Copa Del Rey. tak ada Benzema, siapa yang mau mencetak gol untuk Real Madrid?
Carlo Ancelotti kemudian putar otak mencari solusi. Dia lantas memodifikasi formasi El Real menjadi 4-3-1-2. Ancelotti hendak mengembalikan formasi berlian sebagaimana yang dulu dia pakai di Milan. Jude Bellingham ditunjuk untuk menempati posisi no. 10 dalam formasi tersebut. Ini bukan formasi yang umum dipakai Real Madrid. Pun formasi yang mengandalkan No. 10 murni, sudah dianggap ketinggalan zaman dan tidak efektif lagi.
Keraguan fans sedikit terobati melihat peforma awal musim Jude Bellingham. Rupanya gelandang yang baru dibeli dari Dortmund itu bisa memainkan fungsi no. 10 dengan baik sekali. Bellingham mencetak 4 gol dari 3 pertandingan di La Liga, dan melanjutkannya dengan gol tunggal di laga pertama Liga Champions-nya. Statistik awal yang sangat bagus bukan?
Namun keraguan tetaplah keraguan. Formasi yang sudah ketinggalan zaman ini dianggap sangat tidak ideal. Apalagi mengandalkan seorang gelandang box-to-box untuk menjadi sumber gol, terdengar absurd. Bagaimanapun, Bellingham tidak pernah mencetak lebih dari 9 gol. Umurnya juga masih sangat muda. Real Madrid hendak mengandalkan orang ini? Jangan bercanda. Sebagian orang menganggap ini cuma masalah waktu sampai Real Madrid akhirnya akan melawak.
Keraguan pada Real Madrid bukan cuma faktor Bellingham saja. Namun juga faktor inkonsistensi pemain. Lini tengah mereka tidak sesolid beberapa tahun lalu saat masih dihuni trio MCK yang komplit. Kroos dan Modric sekarang jarang starter. Modric baru starter 2 kali, sedangkan Kroos baru 4 kali. Sementara itu di depan, Vini agak berubah sejak ditinggal Benzema. Dia sepertinya keberatan menyandang nomor punggung 7. Sempat-sempatnya pula dia cidera kemarin.
Lini belakang Real Madrid (sebagaimana diulas sebelumnya) juga tak meyakinkan. Ditinggal Courtois cidera, Real Madrid menunjuk Kepa sebagai pengganti. Pengganti yang buruk. Secara statistik, Kepa di Chelsea tak sampai setengahnya Courtois di Madrid. Real Madrid juga ditinggal Militao. Kehilangan pemain inti di lini belakang, Real Madrid diprediksi akan keropos. Itu terbukti di laga lawan Napoli, dimana mereka kebobolan 2 gol.
Lalu datanglah kekalahan Real Madrid di Derby Madrid. Laga ini seakan membuktikan keraguan semua orang. Real Madrid stuck dalam mencetak gol, hanya membikin 5 shot on target. Jude tidak berkutik di hadapan lini belakang Atletico. Lini belakang mereka keropos, kebobolan tiga gol hanya dari 4 shot on target lawan. Real Madrid tidak akan kemana-mana kalau permainannya sekedar begini, kemenangan mereka sebelumnya cuma sekedar "menang hoki".
Benarkah Real Madrid cuma menang hoki?
Nyatanya, setelah laga lawan Atletico, Real Madrid kembali ke tren kemenangan. Mereka menang 4 kali beruntun, dan mencetak 12 gol, termasuk mengalahkan juara Serie A, Napoli di rumahnya sendiri. Formasi Real Madrid memang agak aneh. Ini seperti bukan Real Madrid yang dikenal semua orang. Namun bukan berarti Real Madrid cuma menang hoki.
Terlepas dari ketiadaan striker tajam sekaliber Mbappe atau Haaland di depan, Real Madrid tetaplah tim kuat. Mereka raksasa Eropa, tim bertabur bintang. Dani Carvajal, Toni Kroos, Vinicius Junior dan Rodrygo adalah pemain yang sangat superior dan berbahaya. Di atas semua itu, ada seorang pelatih veteran yang menyusun taktik dari pinggir lapangan, dialah Carlo Ancelotti.
Carlo Ancelotti adalah "sepuh" dalam soal memainkan pemain no. 10. Rui Costa, Ricardo Kaka hingga James Rodriguez adalah pemain no. 10 bagus yang dia poles. Meski dikatakan sudah ketinggalan zaman, Ancelotti seolah tahu bagaimana memodifikasi sistem formasi berlian 4-4-2 agar tetap efektif dan berbahaya. Sistem permainan Real Madrid sekarang adalah contohnya.
Salah satu kunci kemenangan demi kemenangan Real Madrid adalah sistem permainan mereka yang fluid atau cair. Pergerakan pemain Real Madrid, termasuk pemain depannya, tidak terpaku pada posisi tertentu. Mereka bisa saling bertukar, bergantian, maju mundur kiri kanan.
Hal ini bisa dibuktikan dengan melihat heatmap pemain Real Madrid dari musim ke musim. Vini dan Rodrygo tidak segan untuk merangsek masuk ke dalam. Benzema dulu memang striker yang mobile. Kini Bellingham juga bisa meneruskan role Benzema dan menyesuaikan dirinya dalam posisi yang cair tadi. Bellingham bahkan menawarkan kemampuan bergerak dari lini kedua, menciptakan peluang tak terduga bagi lawan. Beberapa gol Real Madrid berasal dari skema yang fluid ini sehingga peranan formasi kuno mereka tidak terlalu signifikan.
Atribut lainnya yang membuat Real Madrid tetap unggul dari sebagian besar lawannya adalah kemampuan penyelesaian peluang mereka. Dalam empat laga beruntun ini, total gol yang dihasilkan Real Madrid selalu lebih banyak dari total xG mereka. Pemain Real Madrid bisa menyelesaikan peluang sekecil apapun.
Jude Bellingham tak bisa dipungkiri adalah nyawa permainan Real Madrid dalam hal ini. Kemampuan dia membaca ruang, adaptasinya, koneksinya dengan pemain Real Madrid lainnya, Tak heran, dia bisa menjadi pencetak gol ulung. Bellingham melengkapinya dengan satu atribut yang jarang dimiliki pemain No. 10 klasik. Dia bisa bertahan. Bellingham adalah ujung pressing Real Madrid. Dia pemain pertama yang harus dilewati pemain lawan saat build-up.
Kesimpulannya, Real Madrid tidak sedang bercanda. Mereka tidak mengandalkan kemenangan hoki atau ugly-win. Real Madrid sedang menerapkan sebuah sistem taktik. Jika sistem ini bisa sukses mengantar mereka meraih suatu gelar, bisa saja ini menjadi masterpiece lain dari Carlo Ancelotti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H