Hal-hal yang membuat Liga Champions 2018/19 menjadi paling Istimewa
Liga Champions kembali datang di tengah pekan ini. Sebagai kompetisi sepak bola tertinggi di Eropa, UCL selalu dinanti setiap penggemarnya. Ada banyak sekali momen yang telah tercipta.
Liga Champions selalu menyimpan momen magis, tapi ada sejumlah momen yang mengumpul di satu waktu. Jika momen itu ibarat anak itik, maka Liga Champions musim 2018/19 adalah peternakan itik. Liga Champions musim 2018/19 adalah edisi yang sangat spesial, yang sampai hari ini sulit dicari tandingannya. Berikut alasan mengapa UCL 2018/19 sangat spesial
1. Ronaldo pulang ke Old Trafford setelah sekian lama
Cristiano Ronaldo memulai Liga Champions 2018/19 dengan cara yang lain dari biasanya. Ini adalah musim pertama CR7 berseragam Juventus. Ronaldo adalah penakluk Liga Champions, sementara Juventus dikenal sebagai badut di kompetisi ini. Sehingga banyak orang yang menanti, apa yang bisa dilakukan Ronaldo buat Juventus?
Momen itu kian spesial karena di fase grup, Juventus harus bertemu dengan Manchester United. Seperti diketahui, MU sendiri adalah klub yang spesial untuk Ronaldo. Ronaldo sudah 8 tahun tidak kembali Old Trafford. Kedatangannya ditunggu banyak fans yang masih mencintainya.
Ronaldo bermain saat Juventus datang ke Old Trafford. Namun dia tidak mencetak gol. Pertandingan itu berkesudahan untuk kemenangan Juve 1-0 berkat gol Paulo Dybala. Di pertemuan kedua di Italia, barulah Ronaldo menyumbangkan gol, tapi Juventus justru kalah dari MU saat itu.
2. Banyak grup yang sengit
Dalam satu edisi Liga Champions biasanya ada grup neraka yang tersaji. Grup neraka ini menarik perhatian yang lebih dari para fans. Persaingan di sana akan berlangsung lebih sengit, karena klub di dalamnya, cenderung punya kekuatan yang sama kuat.
Bagaimana kalau dalam satu edisi ada lebih dari satu grup neraka? Edisi Liga Champions 2018/19, memiliki setidaknya 3 grup neraka. Grup C, merangkum PSG, Liverpool dan Napoli. Grup B, merangkum Barcelona, Inter dan Tottenham. Sedangkan grup A berisi Dortmund, Atletico dan Monaco.
Di grup B dan grup C, persaingan terasa sangat sengit. Napoli dan Liverpool, lalu Inter dan Tottenham, harus bersaing sampai titik darah penghabisan. Poin mereka sama, selisih gol mereka juga sama. Sehingga klub-klub itu harus bertanding head-to-head.
3. Kala king tak lagi jadi king
Musim 2018/19 juga menjadi musim pertama dimana muncul juara baru. Dalam tiga edisi sebelumnya, kompetisi ini terus-menerus dikuasai Real Madrid. Sehingga banyak yang menanti-nanti apakah Real Madrid akan meraih gelar keempat beruntun, atau muncul juara baru.
Liga Champions musim 2018/19 menunjukkan sisi lain Real Madrid. Mereka yang tiga musim berkuasa, selalu juara, selalu dominan, pada akhirnya harus hancur lebur. Mereka berbeda dengan Real Madrid musim sebelumnya. Mereka kehilangan Zidane dan Cristiano Ronaldo.
Kemunduran Real Madrid makin lengkap setelah yang memulangkan mereka adalah Ajax Amsterdam. Ajax dengan peforma yang sangat luar biasa berhasil comeback atas sang Raja. Sungguh catatan yang tidak ingin diingat fans Real Madrid.
4. Terlalu banyak comeback sensasional
Hal paling spesial dari Liga Champions 2018/19, adalah banyaknya pertandingan yang luar biasa. Pertandingan dengan comeback sensasional. Comeback dramatis adalah hal yang dinanti di UCL, dan musim 2018/19 menyajikan banyak sekali pertandingan seperti itu.
Di babak 16 besar, ada setidaknya 3 comeback dramatis. Ajax yang comeback di  Santiago Bernabeu. Kemudian Juventus yang berhasil comeback dari Atletico Madrid. Sebuah laga emosional bagi Ronaldo yang mencetak hattrick pertama buat Juventus. Tak ketinggalan comeback Manchester United atas PSG di Paris. Saking hebatnya laga itu, media menjulukinya The Miracle of Paris.
Di babak semifinal, kedua laganya sama-sama diisi comeback dramatis. Siapa yang bisa melupakan bagaimana Liverpool berbalik unggul 4-0 atas Barca di Anfield. Padahal Liverpool tampil tanpa Mohamed Salah. Selain itu Spurs asuhan Pochettino juga menuai sensasi setelah berhasil meng-comeback Ajax di babak injury time
5. Perjalanan dua tim underdog
Liga Champions 2018/19 juga jadi spesial karena diisi oleh perjalanan dua tim Underdog. Mereka adalah Ajax Amsterdam dan Tottenham Hotspurs.
Ajax asuhan Erik Ten Hag berhasil menjungkal balikkan klub macam Real Madrid, Juve dan Bayern Munchen. Spurs di sisi lain, berhasil lolos dari grup neraka dan mengalahkan Manchester City di perempat final.
Kedua tim tersebut kemudian bertumbuk di semifinal. Hasilnya memenangkan Tottenham asuhan Pochettino. Meski kalah, baik Ajax maupun Tottenham akan selalu tercatat dalam buku sejarah sepak bola
6. Jurgen Klopp penuhi janji buat Liverpool
Ini musim keempat Klopp di Liverpool. Batas dia untuk memenuhi janjinya untuk memberikan trofi. Setelah gagal menjuarai liga domestik, Liga Champions adalah satu-satunya kesempatan bagi Klopp.
Jalan mereka ke final tidak mudah. Liverpool nyaris tak lolos di fase grup. Mereka hanya bisa bermain imbang lawan Bayern di Anfield. Mereka kalah 3-0 di Camp Nou.
Namun, sepertinya gelar ini memang takdir Liverpool dan Jurgen Klopp. Mereka akhirnya mengangkat trofi Liga Champions di Madrid. Merekalah sang juara baru setelah tiga musim terakhir UCL dikuasai klub yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H