Thomas Friedman dalam bukunya World is Flat mengatakan, “Apabila anda ingin mengasah kemahiran yang berbasis otak kanan, maka lakukanlah sesuatu yang anda cintai”. Dalam membangun usaha kita perlu mengandalkan tim. Team itu singkatan “Together Everyone Achieves More”. Community plesetan dari come in unity. Bersama tim kita ‘duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dan berbisnis sama untung”.
6. Gantilah gelar dan jabatan
Kita harus membranding diri kita sebaik mungkin. Misalnya jabatan sales executive diplesetkan jadi marketing executive atau pesuruh kantor menjadi office boy. Setelah membranding diri kita, kita perlu mengenalkan diri kita kepada orang lain agar bisnis kita diketahui banyak orang. Mislanya dengan menyebarkan kartu nama.
7. Masuklah ke surga paling dulu
Konon pada suatu saat nanti di pintu surga, berdirilah dosen, dokter dan ulama. Dulunya selama di dunia dosen telah mendidikan banyak mahasiswa, si dokter telah menyembuhkan banyak orang, dan si ulama telah membimbing banyak orang yang berdosa. Walhasil, masing-masing menganggap dirinya paling berjasa, sehingga masing-masing merasa berhak untuk masuk surga paling dulu. Merekapun berebut. Tiba-tiba datanglah pengusaha. Mereka menyambutnya, “Nah ini dia pengusaha kita, beliaulah yang membangun kampus, membangun klinik, dan donatur tetap ibadah kami”. Akhirnya mengingat jasa-jasa si pengusaha maka baik dosen, dokter maupun ulama rela untuk mengalah.
8. Biarkan kudeta terjadi
Seorang ahli merek Alex Wipperfurth malah mengusulkan pendekatan yang benar-benar terbalik dan asyik! Melalui karya kontroversialnya Brand Hijack: Marketing without marketing, ia malah menyarankan agar merek dijadikan kanvas kosong. Kemudian, konsumen diberi kebebasan untuk mewarnainya. Bahasa vulgarnya, kosumen dibiarkan merebut bahkan membajak (hijack) merek tersebut! Yah, mirip-mirip kudeta, tetapi bukan petaka.
9. Waspadai zaman edan
Lima tahun terakhir dan 5 tahun kedepan adalah zaman edan sekaligus zaman waras. Kenapa disebut zaman edan? Karena semuanya berjalan berbalik arah. Terus, kenapa pula disebut zaman waras? Karena memang begitulah seharusnya, Setidaknya argumen ini dapat ditelusuri dari 5 tren bisnis belakangan ini. Pertama pursuit for sprituality. Kedua societal marketing. Ketiga people power. Keempat pursuit for simplicity dan terakhir positivity insurrection.
10. Matilah dengan tenang
Untuk menggapai sukses seorang individu hendaklah menyandang dua bekal yang saling berolak belakang. Apa itu? Passion dan compassion. Selain itu kita juga harus membekali diri dengan charity dan conscince. Dan yang sangat mendesak, kita harus membangun bisnis dengan spiritualitas yang tinggi. Bilamana spiritualitas sudah di tangan, barulah seorang pelaku bisnis boleh berseru, “Bersainglah untuk menang, hiduplah dengan senang, dan matilah dengan tenang”.