10 November 1945 adalah hari yang tak akan terlupakan bagi rakyat Indonesia dikarenakan hari itu adalah hari bersejarah bagi seluruh rakyat Indonesia sampai saat ini bahkan 10 November diperingati oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai Hari Pahlawan Nasional yang tentu saja setiap tahunnya diperingati oleh seluruh rakyat Indonesia. Â Peringatan Hari Pahlawan Nasional tersebut berdasarkan keputusan Presiden No. 316 Tahun 1959 tentang hari-hari nasional yang bukan hari libur dan ditandatangani oleh Presiden Soekarno.
Dikarenakan peristiwa tersebut sangat bersejarah maka sudah seharusnya kita sebagai generasi penerus bangsa harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Sabtu 10 November 1945. Lantas apa yang sebenarnya terjadi pada 10 November 1945?, simak ulasan berikut ini.
Pertempuran 10 November 1945 bukanlah kejadian yang tunggal. Peristiwa inilah yang menjadi puncak perseturuan antara rakyat Surabaya dengan tentara sekutu yang mengunjungi Surabaya beberapa hari sebelumnya.
Jika dikilas balik, semua bermula pada 25 Oktober 1945, Brigade 49 dengan kemampuan 5.000 serdadu dibawah pimpinan Brigadir AWS Mallaby yang mendarat di Tanjung Perak. Sesuai dengan kesepakatan dan tujuan kedatangannya, misi pasukan Mallaby yaitu melucuti senjata pasukan Jepang dan membantu rakyat Surabaya untuk menjaga keamanan wilayah. Tetapi pada 26 Oktober di malam hari, pasukan sekutu dengan sengaja membebaskan seorang perwira Belanda dari penjara yang bernama Kalisosok. Pada pukul 11 Siang, 27 Oktober sebuah pesawat Dakota milik sekutu terbang berputar di langit Surabaya. Pesawat tersebut bertujuan untuk menyebarkan informasi ancaman yang memerintah agar laskar rakyat Surabaya menyerahkan senjata kepada sekutu dalam waktu 2 x 24 jam. Tentu saja ancaman tersebut memancing emosi amarah arek-arek Suroboyo. Kemudian keesokan harinya pada pagi 28 Oktober berbagai pos sekutu di wilayah Surabaya diserbu.
Penyerangan tersebut berlanjut sampai esok harinya dan dampak dari penyerangan tersebut sampai Mallaby meminta kedatangan para pemimpin republik dikarenakan sudah merasa terdesak, pemimpin yang datang pada sore harinya yaitu Soekarno, Hatta dan Amir Sjariffudin di Surabaya. Selanjutnya pada pagi hari 30 Oktober di kantor Gubernur Jawa Timur membuat kesepakatan antara Jenderal Hawthorn, yang kesepakatan tersebut bertujuan untuk menghentikan penyerangan terhadap tentara Sekutu di Surabaya.
Walaupun sudah adanya kesepakatan yang dibuat oleh kedua belah pihak, Namun situasi di Surabaya tak kunjung mereda juga. Bahkan di hari itu tepatnya  di kawasan Jembatan Merah terjadi baku tembak antara sekutu dan laskar republik yang mana dampak dari baku tembak tersebut adalah tewasnya Mallaby. Tentu saja dampak dari tewasnya Mallaby ini sangat memicu kemarahan pasukan Sekutu dan meminta pertanggungjawaban kepada Indonesia. Dari kejadian tersebut Mayjen RC Mansergh, pemimpin sekutu yang membawa 24.000 dan 1,500 marinir ke Surabaya dengan perlengkapan kapal perang, pesawat tempur, dan tank terkuat pada masa itu.
Pada 7 November Manserth memberi pesan kepada Gubernur Jawa Timur, RM Soerjo, yang bermaksud menduduki Kota Surabaya jika tidak kunjung dapat menguasai keadaan. Pada hari itu juga di waktu jam 2 siang, Mansergh bergerak cepat dengan mengultimatum seluruh pemimpin rebulik, komandan laskar dan seluru pemuda bersenjata diharuskan menyerah kepada sekutu paling lambat pukul 6 sore di hari itu juga.
Pada 10 November, Gubernur Soerjo melalui radionya mengumumkan menolak ultimatum sekutu tersebut. Kemudian dampak dari penolakan ultimatum tersebut maka terjadilah peristiwa bersejarah tersebut. Kejadian tersebut adalah peperangan terbesar setelah kemerdekaan. Menurut data yang ada setidaknya lebih dari 20.000 rakyat Surabaya gugur dan 150.000 lebih mengungsi ke wilayah lain, dapat dikatakan pada saat itu Kota Surabaya hancur. Dengan kekuatan jauh dari kata setara, Arek Suroboyo kalah dengan kepala tegak. Berani mempertahankan kemerdekaan walaupun harus mengorbankan nyawa.