Mohon tunggu...
Nicko Rizqi Azhari
Nicko Rizqi Azhari Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisipol UGM. Tertarik pada bidang kajian media, kajian film, jurnalistik, politik, dan hubungan internasional. Ingin menjadi produser televisi dan bercita-cita memiliki jaringan televisi suatu saat nanti.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kecopetan Saat Hunting

15 Januari 2012   15:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:51 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu, 15 Januari 2012. Saya kira hari ini akan jadi hari yang sangat menyenangkan. Memang, menyenangkan. Berkumpul dengan teman-teman, ditraktir makan, ditraktir karaoke, hingga hunting foto. Meski cuma sempat menyanyikan satu lagu dengan suara fals, saya cukup senang. Meski memotret dengan gaya amatir, saya cukup puas dengan beberapa hasil jepretan saya sendiri. Tapi, hari ini berbalik menjadi hari yang menjengkelkan sejak kesialan itu. Sore ini di Solo ada pawai Grebeg Sudiro untuk meramaikan perayaan Imlek. Rute pawai dimulai dari depan Pasar Gede-Bundaran Gladak-Loji Wetan-Warung Pelem hingga kembali di depan Pasar Gede. Setelah arak-arakan peserta pawai yang melintas di Bundaran Gladag, tempat saya melakukan hunting,habis, saya langsung pindah lokasi ke depan Pasar Gede. Kira-kira jam 16.30 di dekat jam di pertigaan depan Pasar Gede, arak-arakan urutan pertama hampir kembali ke tempat semula. Panitia pun membagikan kue ranjang yang langsung diserbu warga. Saya yang tak ingin kehilangan momen itu langsung mengambil posisi. Namun, saya terus didorong kerumunan warga yang berjubel dari belakang untuk berebut kue ranjang. Menghindari desakan dan dorongan yang semakin menjadi, saya pun menjauh dari kerumunan. Tapi, saat itu juga saya sadar kalau dompet dan HP yang saya simpan di saku depan raib. Tanpa pikir panjang, hal ini langsung saya adukan ke petugas kepolisian yang berjaga di lokasi. Satu, dua polisi saya lapori, keduanya menyarankan agar saya melapor ke Pos Polisi Pasar Gede. Polisi Pasar Gede menolak laporan saya dan menyarankan saya agar melapor langsung ke Polsek Jebres. Di Polsek Jebres, laporan pertama saya ditolak dengan alasan saya lupa semua nomor identitas yang hilang dan tidak membawa kopi surat-surat yang hilang. Petugas kepolisian malah menyarankan saya agar melapor ke Polres Wonogiri. Tidak logis memang, kejadian di Surakarta, tapi disuruh minta surat kehilangan di daerah domisili saya. Setelah keluar dari kantor, saya yang tidak puas kembali meminta surat kehilangan untuk kedua kalinya. Kali ini ditolak lagi. Dalam suasana yang hujan deras itu, saya putus asa dan memutuskan pulang untuk mengurusnya di Polres Wonogiri keesokan harinya. Namun, di tempat parkir, saat berbincang dengan korban pencopetan lain, tiba-tiba seorang petugas kepolisian memanggil saya dan memutuskan untuk memberi saya surat kehilangan, untuk mengurus pemblokiran ATM. [caption id="attachment_155802" align="alignnone" width="425" caption="Satu dari seri foto "termahal" yang pernah kubuat"][/caption] Yah, setidaknya dimudahkan lah, meskipun sebenarnya telah kehilangan cukup banyak secara nominal serta kehilangan kesempatan-kesempatan yang telah saya rencanakan sebelumnya. Di dalam dompet ada sejumlah uang yang telah saya sisihkan beberapa pekan terakhir untuk biaya perjalanan akademik saya selama liburan setelah UAS ini. Juga uang untuk mengembalikan uang pinjaman dari simbah. Semuanya merupakan hasil dari uang saku yang saya sisihkan ditambah upah hasil transkripsi wawancara riset. Entah, akibat peristiwa itu Lombok dan Jakarta masih bisa saya tengok atau tidak di libur semester ini. Belum lagi sekeping koin ringgit dan sekeping penny pemberian seorang kawan dari AS. Belum pula nanti biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat kembali KTP, SIM, STNK, dan dua kartu ATM. Itu belum termasuk HP yang juga ikut diembat orang. Huh... duit dari mana? Rasanya saya tak ingin berhenti mengumpat untuk semua kesialan dan kejengkelan yang saya alami hari ini. Dalam pikiran, saya terus memaki dan berkata kotor mengutuki si maling. Sempat pula terbesit pertanyaan klasik yang seharusnya tidak terucap: “kenapa harus aku?”. Tapi saya percaya Tuhan mendengar doa orang-orang teraniaya. Semoga doa untuk kebaikan keluargaku dikabulkan oleh-Nya. Saya yakin Tuhan punya rencana indah di balik ini. Dan Tuhan juga pasti punya rencana sendiri untuk membalas orang-orang yang berbuat aniaya, tanpa perlu aku mendoakan hal yang buruk bagi mereka. Satu lagi pelajaran berharga agar selalu waspada dan berhati-hati. Sekarang saatnya berpikir mendapatkan uang untuk segera mengganti surat dan kartu-kartu yang hilang. Duh...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun