Mohon tunggu...
Azhar Fariz Daffa Risqullah
Azhar Fariz Daffa Risqullah Mohon Tunggu... Penulis - |Content Writer|Copywriter|Digital Marketing enthusiasts|

Actively blogging and writing to share my perspective on current issue and pop culture, such as Sport or Movie.

Selanjutnya

Tutup

Film

Laapataa Ladies (2024), Wanita Berhak Memilih

23 Oktober 2024   19:00 Diperbarui: 23 Oktober 2024   19:00 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Diskusi tentang peran gender dan hak-hak dalam hidup sepertinya tak ada habisnya, terutama di media sosial, di mana perdebatan terus berlanjut mengenai apakah pria seharusnya melakukan A dan wanita seharusnya melakukan B. Mari kita mundur sejenak dan melihat bagaimana debat ini telah berkembang. 

Di abad ke-20, terutama di Eropa Utara, banyak ketidaksetaraan terkait hak yang sama untuk pria dan wanita. Foucault (1978) menjelaskan bahwa konsep tentang kodrat manusia mengasumsikan "subjek laki-laki" sebagai rasional dan mampu mengubah dunia, sementara "subjek perempuan" hanyalah "bayangan laki-laki," dibatasi oleh tempat, waktu, tubuh, dan keinginan.

Ide ini tampaknya menjadi latar belakang untuk isu-isu yang dieksplorasi dalam film Laapataa Ladies. Premisnya sederhana: film ini menceritakan kisah dua pasangan pengantin baru yang naik kereta yang sama. Namun, ketika kereta berhenti di tujuan, Deepak Kumar secara tidak sengaja membawa wanita yang salah, memisahkannya dari istrinya yang sebenarnya. 

Meskipun premisnya mungkin terlihat klise dan sederhana, film ini menyelami tema patriarki dan bagaimana perempuan dalam masyarakat India sering kali tidak diberikan ruang untuk mengekspresikan diri atau memilih jalan hidup mereka sendiri.

Film ini menghadirkan dua perspektif berbeda tentang pernikahan dan cinta. Di satu sisi, kita melihat Deepak dan Phool, pasangan yang menikah karena cinta dan saling peduli, menciptakan hubungan yang hangat dan penuh kasih. 

Di sisi lain, kita bertemu Jaya, yang terpaksa masuk ke dalam pernikahan yang diatur. Tanpa cinta dalam pernikahannya, Jaya merasa terjebak dan merindukan kebebasan dari suaminya. Pernikahan yang diatur telah menjadi norma budaya di India, dan ada istilah khusus untuk para pencari jodoh, yang disebut "Nayan," sering kali merupakan kerabat atau kenalan salah satu keluarga.

Kembali ke Jaya: pernikahan yang diatur dapat membawa reaksi positif dan negatif. Dalam kasus Jaya, dia adalah perempuan yang merasa tidak berdaya di bawah beban tradisi patriarki, ditambah dengan keluarganya yang konservatif, yang meninggalkannya dengan sedikit pilihan dalam hidup. 

Namun, Jaya memiliki impian sendiri. Dia ingin melanjutkan studinya di bidang pertanian, yang merupakan passion sejatinya. Namun, seperti banyak pernikahan yang diatur, itu bukan pilihannya, melainkan pilihan keluarganya, meninggalkannya dengan suami yang hampir tidak dia kenal. 

Suaminya abusif, dan Jaya berjuang untuk bertahan dalam pernikahan itu. Namun, takdir memberinya kesempatan: di kereta yang sama dengan Deepak dan Phool, Deepak secara tidak sengaja menarik Jaya keluar dari kereta, mengira dia adalah istrinya, Phool. Peristiwa ini membawa komplikasi baru karena Deepak sekarang harus mencari Phool.

Laapataa Ladies juga berfungsi sebagai komentar sarkastis tentang kehidupan sosial dan politik India, menyentuh isu korupsi di dalam kepolisian. Dalam satu adegan, kita melihat bagaimana polisi yang korup meminta suap sebelum memproses laporan, sebuah skenario yang mungkin terasa sangat familiar, terutama di negara-negara dengan "IND" di namanya. 

Film ini juga menyoroti bagaimana politisi mengeksploitasi kesulitan orang lain untuk meningkatkan elektabilitas mereka sendiri. Satu adegan yang tidak boleh diabaikan adalah percakapan antara pedagang makanan dan Phool. 

Pedagang itu berkata, "Ibumu membesarkanmu untuk menjadi bodoh, bukan pintar," yang dijawab Phool, "Ibuku membesarkanku pintar; aku bisa melakukan pekerjaan rumah." Percakapan ini terjadi setelah pedagang tersebut menguji pengetahuan umum Phool, yang membuatnya kesulitan menjawab.

 Menyakitkan melihat bagaimana perempuan masih terpinggirkan dari pendidikan yang layak, dan di era modern ini, beberapa masih percaya bahwa perempuan tidak perlu pendidikan tinggi.

Sebagai kesimpulan, Laapataa Ladies mengangkat isu ketidaksetaraan gender, dengan fokus pada peran patriarki dalam masyarakat India yang membatasi hak dan pilihan perempuan. 

Film ini menyajikan dua pandangan bertentangan tentang pernikahan: satu yang didasarkan pada cinta, seperti yang terlihat pada Deepak dan Phool, dan satu lagi yang didasarkan pada perjodohan paksa, seperti yang ditunjukkan melalui cerita Jaya tentang penindasan dan kurangnya kebebasan. 

Melalui Jaya, kita melihat dampak merusak dari pernikahan yang diatur yang dipertahankan oleh budaya patriarki, membuat perempuan seperti dia tidak mampu mengejar impian mereka atau memilih jalan hidup mereka. 

Akhirnya, film ini mempromosikan pesan penting bahwa perempuan berhak mendapatkan kebebasan untuk memilih dan menekankan pentingnya kebebasan individu dalam menentukan masa depan seseorang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun