Mohon tunggu...
Cerita Sepulang Kerja
Cerita Sepulang Kerja Mohon Tunggu... Novelis - Azhar The Explanator

Cerita yang ada di sini, ditulis sepulang kerja, sebagai pelepas penat saya, dan saya berharap siapapun yang membaca cerita ini, juga bisa melepas penatnya juga

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Seni Mencintai Masa Lalu

23 Agustus 2023   09:30 Diperbarui: 23 Agustus 2023   09:35 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan: artikel ini dibuat berdasarkan skrip Podcast penulis. Jadi apabila kalian merasa pernah mendengar pembahasan artikel ini, itu tidak mengherankan

Selamat pagi, kawan.

Aku tidak tahu saat kamu mendengarkan rekaman ini, apakah itu sedang pagi atau malam, sedang cerah atau hujan, tak apa. Aku sendiri juga merekam ini di sore hari yang hangat. Namun, aku ingin memulai ini dari waktu pagi, karena pagi adalah waktu yang paling menginspirasi.

Saat aku sedang menulis ini, kawan, aku sedang mengingat-ingat kembali sebuah momen. Belum terlalu lama, kira-kira sehari sebelum lebaran puasa kemarin. Waktu itu, aku sudah mudik ke kampung halaman. Sehari sebelum lebaran, Mama minta ditemani pergi ke sebuah pasar. 

Pasar yang cukup besar untuk ukuran di daerah tempat tinggal kami. Kami pergi ke pasar, membeli beberapa barang. Aku membeli peci baru karena besok mau lebaran, sedangkan Mama membeli kue kering, serta beberapa perlengkapan bumbu dapur untuk persiapan memasak menu lebaran. Kami ke pasar tidak lama, paling cuma satu jam, lalu pulang.

Terdengar biasa saja ya, kawan? Iya, itu memang cuma momen biasa. Namun momen itu, yang hanya satu jam itu, melekat kuat dalam kepalaku, kawan. Tiap aku mengingat kembali momen itu, aku akan tersenyum. Sinar mentari pagi yang menerpa kami sepanjang perjalanan rasanya seperti cahaya yang membawa aroma surgawi amat menenangkan. 

Riuh suara para pembeli dan penjual saling tawar menawar terdengar seperti harmoni musik yang amat indah. Apapun itu, otakku bekerja secara misterius menerjemahkan momen di hari itu, sehari sebelum lebaran, menjadi sebuah kenangan yang indah. Ah seandainya kawan bisa melihat, sekarang aku sedang tersenyum-senyum sendiri.

Kurang dari setahun belakangan, kawan, aku mempelajari banyak hal. Hidupku amat biasa-biasa saja. Tidak ada hal yang istimewa kalau diukur dengan standar orang banyak. Aku tidak pernah berlibur ke tempat yang keren, aku jarang nongkrong atau jalan-jalan ke kafe yang kekinian, aku jarang bersosialisasi, tidak punya pacar, prestasi biasa-biasa saja, pengangguran. 

Yeah, di beberapa titik, aku merasa tidak ada hal yang bisa dinikmati dalam hidup. Apalagi dengan standar sekarang, kau tahu bukan, orang sekarang sekehendak hati menerapkan standar kebahagiaan yang aneh-aneh. Harus punya barang ini dan itu, harus pergi ke sana dan ke situ, harus memiliki pasangan, anak, teman, circle atau whatever lah.

Dalam titik inilah, di saat aku nyaris terpuruk, aku menemukan ini. Aku menyebutnya Seni Mencintai Masa Lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun