Mohon tunggu...
Dr. M. Azhar Alwahid
Dr. M. Azhar Alwahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Universitas Ibn Khaldun Bogor

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dialog Antara Kakek dan Cucunya Tentang Kepemilikan Surga

24 Mei 2019   03:22 Diperbarui: 24 Mei 2019   08:09 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang Cucu bertanya kepada kakeknya yang merupakan Kyai besar dan terkenal kesolehanya. Kek siapa sih penghuni surga itu dan siapa pula penghuni neraka itu ? Lalu sang kyai menjawab : kakek mau menjawab penghuni neraka dulu, penghuni neraka itu Para Kyai, Para Pemimpin atau Penguasa dan orang-orang kaya, kebanyakan penghuni Neraka itu perempuan. 

Sedangkan Penghuni Surga itu kebanyakan dari orang-orang miskin dan orang-orang biasa. Lalu si anak tadi berkata kalau begitu aku tidak mau menjadi seorang kyai, lalu Sang Kyai berkata lagi : Ya memang berat menjadi seorang kyai itu, seorang kyai tidak boleh berkata salah karena perkataanya menjadi fatwa dan akan di ikuti oleh orang lain, bila perkataanya itu benar maka sebanyak orang yang mengikuti sebanyak itu pula pahala yang akan dia raih, tapi ingat kalau perkatan itu salah maka dosanya sebanyak orang yang mengikutinya pula. Waduh berat ya kek jadi seorang kyai. Ya memang berat lalu anak tadi  bertanya lagi: Kenapa kakek menjadi seorang kyai, ya ini sudah takdir, tapi kamu pada suatu saat akan melihat sendiri kakekmu ini orang yang seperti apa.

Setelah berdialog dengan sang kakek si anak ini selalu berpikir lebih baik jadi orang biasa dan miskin nanti bakalan masuk surga dari pada jadi kyai atau orang kaya tapi akhirnya masuk Neraka. Setelah itu dia tidak pernah serius belajar di pesantren tempat kakeknya dan cenderung bandel, perilaku tersebut sengaja di tonjolkan agar dia tidak menjadi seorang kyai seperti kakek dan ayahnya. Karena kesal dengan kelakuan anaknya yang kelihatan semakin bandel akhirnya orang tuanya menitipkan anak tersebut di pesantren tempat temanya sesama kyai besar.

Di pesantren yang baru perilakunya tidak berubah bahkan cenderung semakin bandel. Bila ada pengajian dia lebih suka tidur atau kalau ada hiburan di kampung dia lebih suka pergi menonton wayang. Pernah suatu ketika salah seorang ustadz menegurnya dengan keras karena perilakunya sudah sangat keterlaluan karena setelah di tegur tidak juga berubah akhirnya keluar dari mulutnya sumpah serapah : " Kalau kamu tidak mau menjadi santri yang baik lebih baik kamu tertabrak mobil saja". Mendengar kata sumpah dari gurunya yang juga seorang kyai lalu pemuda itu berkata : Pak Kyai kata kakek saya kalau seorang kyai itu tidak boleh berkata buruk karena doanya di kabul sama Allah, nanti kalau saya beneran tertabrak mobil gimana? Mendengar perkataan santrinya itu kyai tersebut terus beristighfar dan meminta maaf lalu berkata : kamu benar nak, seorang kyai itu tidak boleh salah ucap maafin pak kyai ya nak.

Semenjak kejadian itu, apapun yang di lakukan oleh santrinya itu tidak pernah di larang, kadang dia rajin mengaji dan bila malasnya timbul dia hanya tidut-tiduran di kamar dan pergi bermain dengan anak kampung. Walaupun prilakunya kurang terpuji banyak para kyai dan ulama mengundang pemuda itu walau hanya sekedar mengajaknya makan di rumah mereka kemudian setelah selesai para kyai dan ulama tersebut memberikan bekal berupa uang dan makanan. Hal tersebut di lakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap kakek dan ayahnya yang merupakan ulama besar.

Setelah beberapa tahun pesantren dia tidak mau menjadi guru ngaji apalagi kyai, karena dia selalu ingat perkataan kakeknya kalau neraka itu banyak di huni oleh para kyai. Kalau dia menjadi guru ngaji pasti suatu saat dirinya akan menjadi kyai seperti kakek dan ayahnya. Setelah keputusanya bulat dia meninggalkan kampung halamanya untuk merantau, di tempatnya merantau dia menikah dengan gadis di kampung byang dia singgahi, setelah beberapa tahun membina rumah tangga dan memiliki beberapa anak terjadi keretakan rumah tangga dan akhirnya bercerai. Ketika masih tinggal di kampung halaman, kakeknya pernah berkata : " kamu nanti akan memiliki istri 13 orang. Ternyata perkataan kakeknya benar setelah menikah dan bercerai. Sudah 13 kali dia menikah karena tidak memiliki pekerjaan yang tetap kebanyakan istrinya tidak kuat berumah tengga dengan seorang laki-laki yang miskin dan tidak memiliki pekerjaan. Karena sulit mendapatkan pekerjaan, akhirnya dia memilih pekerjaan menjadi seorang preman yang dekat dengan kemaksiatan dari mulai minum khomer sampai berjudi dan main perempuan dia lakoni. Saat itu dia sudah lupa kalau dirinya pernah mengaji di pesantren dan dia juga lupa kalau dia anak dan cucu seorang kyai ternama.

Setelah merantau kurang lebih selama tiga puluh tahun bersama istri-istri yang tersebar di beberapa kota dan anak-anak yang di tinggal bersama para istrinya, pemuda yang sudah masuk usia tua tersebut kembali ke kampung halaman. Sebelum ayahnya meninggal mengamanatkan agar dirinya pulang kampung dan menjadi penerus perjuangan ayahnya, dan amanat itu juga amanat dari kakeknya yang sudah meninggal terlebih dahulu. Dirinya semakin bingung setelah lulus dari pesantren dia tidak pernah mengajar dan cenderung menjadi seorang preman, suka mabuk-mabukan dan bermain perempuan. Tiba-tiba di suruh pulang kampung menggantikan posisi ayahnya sebagai seorang kyai. Akhirnya ketakutan akan masuk neraka karena menjadi seorang kyai muncul kembali.

Pada saat ayahnya meninggal dia tinggal pesantren tempat ayahnya mengajar. Setelah pemakaman selesai. Dia memutuskan meninggalkan pesantern dan tinggal mengyendiri di sebuah gubuk di pinggir laut. Tapi amanat ayahnya untuk berdakwah tetap dia jalani berbagai kemaksiatan dia berantas dengan tanganya sendiri, dari mulai tempat perjudian sampai tempat prostitusi dia hancurkan dan tak tanggung-tanggung langsung membakarnya. Ketenaranya sebagai seorang preman semakin meluas. Tidak ada seorang pun yang mampu melawanya apalagi mencegah bila dirinya mengamuk melihat kemaksiatan di kampungnya. Di sisa hidupnya yang sudah tidak muda lagi dia habiskan untuk bertobat dan banyak beribadah. Dia tetap ingin menjadi seorang miskin karena dia yakin surga merindukan orang-orang miskin yang taat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun