Dalam perspektif ilmu alam manusia adalah jagad kecil, suatu alam mikrokosmis yang merupakan cermin dari jagad besar (mikrokosmos) yang meliputi seluruh alam semesta. Manusia adalah puncak dari ciptaan Tuhan yang dikirimke bumi untuk menjadi khalifa.
Dengan begitu, setiap perbuatan yang membawa pada perbaikan dan perubahan sesama manusia memiliki nilai keluhuran dan kebaikan seluruh kosmos, yang melintas batas jagad raya, menyimpan kebaikan dan kebenaran yang universal serta nilai yang berdimensi kesemestaalaman (Nurchalish Madjid :1994).
Atas dasar pemikiran ini, Islam memandang bahwa memelihara dan mengapresiasi eksistensi hak individu sama pentingnya dengan memelihara dan mengapresiasi terhadap hak-hak masyarakat. Bahkan, manusia yang mempertahankan agama islam dianugerahi dengan “syahid” (mati syahid). Oleh karena itu, sangat rasional banyak ayat Al-Qur’an maupun Hadits yang mengatur tentang larangan pelanggaran terhadap hak orang lain.
Kehidupan manusia yang bersinggungan dalam pergaulan seringkali menimbulkan konflik. Upaya memperoleh kebutuhan hidup yang kompetitif terkadang melahirkan pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karenanya, kehidupan kelompok masyarakat bagaimanapun kecilnya perlu memerlukan pengaturan agar pergaulan bisa berjalan dengan tertib.
Bila diteliti tentunya ini sesuai dengan pasal 2 UDHR (The Universal Declaration of Human Right) yang diciptakan PBB pada tahun 1948 yang isinya : Setiap manusia mempunyai hak dan kebebasan yang tercantum pada deklarasi ini tanpa perbedaan apapun seperti perbedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, bahasa ataupun paham yang lain. Tidak boleh mengadakan perbedaan atas dasar perbedaan politik, kedudukan hukum atau status internasional dari wilayah atau negara yang di mana individu tersebut termasuk, baik negara, wilayah yang tidak dibatas pemerintah sendiri atau di bawah wilayah lain yang kedaulatannya dibatasi.
Dalam Cairo Declaration (CD) dikatakan bahwa manusia memilki hak yang sama dalam hukum dan bebas dari praduga tak bersalah sebelum diputuskan oleh hakim di pengadilan, seperti yang tercantum pada pasal 19 yang berbunyi :
- Semua individu adalah sederajat di muka hukum tanpa ada perbedaan antara yang memerintah dan yang diperintah.
- Hak untuk mendapatkan keadilan dijamin bagi setiap orang.
- Tidak boleh adanya kejahatan ataupun penghukuman kecuali yang telah ditetapkan oleh syari’at.
- Terdakwa dinyatakan tidak bersalah sampai ia terbukti bersalah di pengadilan di mana ia diberi jaminan untuk membela diri.
Pada ayat b dan c dalam pasal tersebut apabila dipahami dan diteliti sebenarnya dilandasai atas firman Allah yang berbunyi :
“Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum, di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (QS. An-Nisaa : 8).
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Israa :70).
Akan tetapi, perlu diingat bahwa perbuatan apa pun yang telah kita lakukan demi alasan kebebasan dan persamaan haruslah dipertanggungjawabkan baik kepada masyarakat maupun kepada Allah.
“Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. At-Thuur :21).