Mohon tunggu...
Azhar
Azhar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo saya Azharia biasa dipanggil Azhar saya hobi menulis dan menggambar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kritik Praktik Negosiasi dan Lobbying pada Studi Kasus PT. Freeport Indonesia

4 Juli 2023   14:05 Diperbarui: 4 Juli 2023   14:17 2183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: negosiasi pt freeport - Bing images 

Sebagai pendapat pribadi, saya memiliki beberapa kritik terhadap praktik negosiasi dan lobi yang terjadi dalam kasus Freeport. Perhatikan sebelumnya bahwa pendapat ini didasarkan pada pengetahuan saya per September 2021 dan keadaan mungkin telah berubah sejak saat itu.

Mengenai kritik terhadap praktik negosiasi dan lobi dalam kasus Freeport adalah bahwa hal itu mencerminkan kelemahan sistem politik dan ekonomi Indonesia. Pendekatan ini sering berpihak pada mereka yang memiliki kekuatan politik dan ekonomi yang lebih besar, sementara masyarakat luas jarang mendapat manfaat yang sepadan.

Kasus Freeport adalah contoh perusahaan asing yang menggunakan negosiasi dan lobi untuk mendapatkan kesepakatan yang menguntungkan bagi diri mereka sendiri. Beberapa kritik berpendapat bahwa perjanjian dengan Freeport tidak membawa manfaat yang signifikan bagi Indonesia, terutama dari segi penerimaan negara dan kelestarian lingkungan.

Praktik negosiasi dan lobi yang tidak jelas dan seringkali memihak pada mereka yang berhak mendapatkan pengaruh politik yang sangat besar merupakan ancaman terhadap prinsip demokrasi dan keadilan. Ini menciptakan distribusi kekayaan dan kekuasaan yang tidak merata di masyarakat, mengabaikan kepentingan dan aspirasi rakyat.

Pertama, salah satu kritik utama saya adalah kurangnya transparansi dalam proses negosiasi dan lobi. Transparansi merupakan aspek penting dalam upaya mencapai kesepakatan yang adil dan menguntungkan semua pihak yang terlibat. Ketika tidak ada transparansi, masyarakat dan pemangku kepentingan tidak memiliki visibilitas yang cukup untuk memahami rincian kesepakatan dan memantau tindakan yang diambil oleh pemerintah dan perusahaan.

Kedua, negosiasi dan lobi yang dilakukan dalam kasus Freeport sering dikritik karena terlalu menguntungkan kepentingan korporasi, khususnya Freeport-McMoRan. Beberapa menganggap bahwa perusahaan tersebut mendapatkan kesepakatan yang sangat menguntungkan, sementara negara tidak mendapatkan manfaat yang sebanding. Kritik ini sering kali muncul ketika ada dugaan bahwa kepentingan pribadi atau politik tertentu mempengaruhi proses negosiasi.

Selain itu, masalah distribusi manfaat yang tidak merata antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat telah muncul. Sumber daya alam adalah aset nasional yang berharga dan negosiasi harus memastikan bahwa ini memberikan manfaat yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketika praktik negosiasi dan lobi tidak fokus pada kepentingan masyarakat luas, risiko ketimpangan dan ketidakadilan meningkat.

Terakhir, memperbaiki kerangka regulasi untuk praktik negosiasi dan lobi di Indonesia juga penting. Diperlukan peran dan tanggung jawab yang jelas dari mereka yang terlibat dalam proses tersebut, bersama dengan mekanisme pengawasan yang kuat untuk mencegah potensi konflik kepentingan dan manipulasi.

Sumber Gambar: negosiasi pt freeport - Bing images 
Sumber Gambar: negosiasi pt freeport - Bing images 

Untuk mengatasi masalah ini, Indonesia perlu melakukan reformasi mendalam terhadap sistem politik dan ekonomi. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama dalam proses negosiasi dan pengambilan keputusan terkait dengan perusahaan asing. Selain itu, partisipasi publik yang lebih luas dan partisipasi berbagai pemangku kepentingan harus diupayakan untuk memastikan bahwa keputusan yang dibuat memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Selain itu, pemerintah harus mengembangkan kebijakan yang kuat untuk melestarikan dan mengelola sumber daya alam secara bijaksana. Perjanjian investasi dengan perusahaan asing harus mengikuti prinsip keadilan, berkelanjutan, dan saling menguntungkan, serta mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.

Secara keseluruhan, praktik negosiasi dan lobi yang tidak transparan dan sering memihak pemangku kepentingan merupakan isu yang harus ditanggapi secara serius. Reformasi institusi politik dan ekonomi yang lebih inklusif dan transparan merupakan langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa keputusan dibuat yang berfokus pada kepentingan sosial dan kesejahteraan secara adil dan berkelanjutan.

Singkatnya, kritik terhadap praktik negosiasi dan lobi dalam kasus Freeport Indonesia termasuk kurangnya transparansi, bias terhadap kepentingan perusahaan, distribusi keuntungan yang tidak merata, dan perlunya kerangka peraturan yang lebih baik. Untuk mencapai keadilan dan pembangunan berkelanjutan, pemerintah dan bisnis harus meningkatkan transparansi, fokus pada kepentingan masyarakat luas, dan memastikan adanya peraturan yang memadai untuk mengatur negosiasi dan lobi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun