Mohon tunggu...
Azelia Shula
Azelia Shula Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Padjadjaran

Halo! Budaya, mode, dan fenomena sosial ada topik yang saya sering baca dan tulis. Banyak aspek dari ketiga aspek tersebut yang belum begitu dieksplor jadi saya akan membantu penyebaran ilmu tersebut di sini!:D

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Miskonsepsi Seni Debus sebagai Seni Mistis

9 Mei 2023   23:54 Diperbarui: 9 Mei 2023   23:58 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kekuatan, kuat, dan mistis" kurang lebih itu yang sering didengar penulis saat mendiskusikan seni Debus di lingkungan sosial penulis. Mimik wajah takut, ngeri, bahkan ngilu menjadi visualisasi yang dilihat saat pembicaraan tersebut terjadi. Namun, rasa penasaran masih mengalahkan perasaan-perasaan negatif yang dimiliki. Sebagaimana ramainya penonton seni Debus pada acara "Dendang Riang Lebaran Uras Rindu Bertemu" di Taman Mini Indonesia Indah.

Acara yang diadakan untuk merayakan Idul Fitri 2023 dan keragaman seni budaya Indonesia menampilkan seni budaya Debus ditampilkan oleh Paguyuban Pusaka Karuhun. Seni yang berasal dari provinsi Banten memiliki asal nama "dabus" yang berarti peniti atau benda tajam. Maka tidak mengherankan apabila Debus menjadi pertunjukan seni yang memperlihatkan kekebalan tubuh para pemain dengan menusuk  benda besi yang tajam ke bagian tubuh mereka.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi "Suasana Pengunjung TMII menonton seni Debus"

Lebih dari sekedar pertandingan tentang kekuatan tubuh, seni ini sebenarnya digunakan untuk menyebarkan ajaran agama Islam di Indonesia pada abad ke 15-16. Seni Debus mengajarkan prinsip "la haula wala Quwwata illa billah al-aliyy al-adzhim" yang berarti "Tidak ada daya dan tidak ada pula kekuatan kecuali karena Allah SWT". Bagi pemain Debus, benda tajam tidak perlu ditakutkan ketika hati mereka sepenuhnya mempercayai Allah SWT. 

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi "Abah Jabrig Ketua Paguyuban Pusaka Karuhun"

Abah Jabrig, pemimpin Paguyuban Pusaka Karuhun mengatakan, "Seni Debus itu memang terlihat menegangkan tapi seni ini dulu dipakai untuk nyebarin agama Islam. Maksudnya, Seni Debus ini ngajarin kepercayaan kepada Allah SWT. Kalau kita percaya kepada yang Maha Esa gak ada yang gak bisa kita lalui karena yang kita takutkan cuma yang Di Atas."

Abah Jabrig juga menjelaskan bahwa seni Debus tidak memiliki tingkatan pemain. Seni ini murni tentang keyakinan spiritualitas seseorang. "Debus itu gak ada tingkatannya, semua orang bisa ngelakuin Debus kalau dia yakin sama Allah SWT" jelasnya.

Selain gerakan yang menarik di mata seni Debus juga didukung gerakan pencak silat yang membuat seni ini terlihat tegas, rapih, dan garang. Diketahui seni Debus memang bersilangan dengan pencak silat namun tidak semua sanggar silat memiliki pelatihan seni debus.

Terdapat tiga aliran pencak silat dari Banten yang juga mengembangkan seni Debus. Sebut saja aliran Cimande, Bandrong, dan Terumbu. Aliran-aliran ini juga menjadi aliran Debus yang cukup diketahui di lingkungan para seniman Debus. Dapat dikatakan dengan situasi ini, semua pemain Debus juga seniman bela diri pencak silat tapi tidak semua ahli silat adalah ahli Debus.

Selain tampilan bela diri, seni Debus juga diiringi instrumen tradisional saat pementasannya. Kesenian Kendang Panca dengan instrumen  terompet, kendang gedur dan kemprang, kanco 'gong', dan kulanter menemani atraksi seni Debus aliran Cimande. Untuk seni Debus Bandrong dan Terumbu menggunakan instrumen kesenian Patingtung yaitu kendang besar, kendang kecil, gong kecil, gong panggang , kenuk, angkeb, kecrek, terompet, dan gabungan kendang penca dan rebana.

Berbeda dengan penampilan tradisional, penampilan seni Debus di TMII disajikan dengan musik tradisional yang diputar melalui sound system sehingga para pemain hanya fokus pada visualisasi Debus dan berdokumentasi. 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi "Seni Debus dengan bor"
Alat-alat tajam seperti bor, gergaji, golok, dan jarum serta beton dan tongkat api diadu dengan ketahanan tubuh para pemain Debus. Beberapa gerakan meninggalkan garis merah yang membekas di kulit para pemain, bahkan darah pun ikut mengalir dari bagian tubuh pemain. "Darah itu keluar ya karena reaksi tubuh, tapi mereka (pemain) gak merasa sakit karena sudah terbiasa juga" ujar Abah Jabrig.

Dengan puluhan aksi yang memukau pengunjung TMII Abah Jabrig beserta anggota paguyuban memiliki latihan yang tidak menentu,"Sebenarnya gak ada latihan rutin, cuma sesekali latihan dalam satu atau bulan sebelum tampil," ucapnya.

Saat ini seni Debus dianggap sebagai tampilan budaya yang langka dan jarang. Penampilan seni ini hanya disajikan saat upacara besar dan festival budaya. Para ahli Debus juga jarang ditemukan, kelangkaan dan rasa takut punahnya seni Debus yang akhirnya memberanikan Abah Jabrig untuk menerima murid setelah dirinya selesai menampilkan Debus di sebuah acara 2019 lalu.

"Karena saya juga ingin melestarikan Debus saya akhirnya menerima murid mulai hari itu, makanya acara kayak gini (Dendang Riang Lebaran Uras Rindu Bertemu) buat saya senang karena orang-orang jadi lebih tahu Debus. Soalnya ini kan budaya Indonesia, budaya yang harus kita lestarikan kalau gak mau hilang." ucap Abah Jabrig.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun