Kemacetan masih menjadi isu penting untuk kota Jakarta hingga sekarang. Jakarta macet dikarenakan tingginya penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Tingginya penggunaan kendaraan bermotor pribadi di Jakarta dikarenakan  masih aksesnya ke layanan angkutan umum.Â
Angka kerugian akibat kemacetan Jakarta dan sekitarnya hingga saat ini setidaknya adalah sekitar Rp 180 Trilyun per tahunnya. Kerugian besar ini sudah lebih dari 10 tahun terjadi di Jakarta. Angka ini adalah sebuah kerugian dan biaya yang sangat mahal dan merugikan masyarakat itu sendiri.
Belakangan ini berkembang bahwa akan dilakukan penerapan pemberian subsidi berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada pengguna layanan kereta listrik (KRL) Jabodetabek. Alasannya adalah agar subsidi diberikan kepada orang yang tepat dalam hal ini adalah orang tidak mampu atau miskin saja. Data dalam NIK itu mencerminkan kondisi siapa pemilik NIK tersebut. Melalui NIK akan terbaca siapa dan bagaimana kondisi ekonomi atau kehidupan si pemilik NIK.  Berarti jika dia NIK orang mampu, ketika dia menggunakan layanan KRL dia harus membayar tarif tanpa ada subsidi. Â
Penerapan kebijakan pemberian subsidi layanan transportasi publik KRL Jabodetabek  berdasarkan NIK ini jelas bertentangan dengan prinsip misi untuk memindahkan pengguna kendaraan bermotor pribadi menjadi pengguna layanan transportasi publik massal di Jakarta.Â
Sebab yang menjadi sumber pengguna kendaraan bermotor pribadi adalah orang mampu yang dianggap oleh data dalam NIK mereka bisa membeli atau pemilik mobil pribadi atau sepeda motor yang dianggap tidak layak mendapatkan subsidi.Â
Padahal sebagai pengguna layanan transportasi publik mereka berhak mendapatkan subsidi sebagai insentif karena mereka sudah mau meninggalkan mobil dan sepeda motornya di rumah.
Mereka berhak mendapatkan insentif atau subsidi karena mereka sudah menggunakan layanan transportasi publik dan mengurangi kemacetan dengan meninggalkan kendaraan bermotor pribadinya di rumah. Â Â
Jadi sebaiknya pemerintah tidak menerapkan pemberian subsidi berdasarkan NIK kepada pengguna layanan transportasi publik massal KRL Jabodetabek. Agar berkurang atau menurunnya pengguna kendaraan bermotor pribadi dan bertambah meningkatkannya pengguna layanan transportasi publik massal di Jakarta. Hasilnya adalah kita bisa mengurai dan memecahkan kemacetan kota Jakarta.
Jadi rencana pemerintah mau menerapkan pemberian subsidi transportasi umum KRL Jabodetabek adalah salah kaprah. Â Penerapan ini akan mengakibatkan penumpang KRL Jabodetabek yang dianggap mampu berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) nya tidak akan mendapatkan subsidi dan harus membayar tarif KRL Jabodetabek lebih mahal dari sebelumnya karena sudah tanpa subsidi. Kebijakan ini akan membuat para pengguna KRL Jabodetabek yang dianggap mampu berdasarkan data NIK akan berpindah kembali menggunakan mobil atau motor pribadinya karena dianggap lebih murah ketimbang membayar tarif KRL Jabodetabek tanpa subsidi.
Penerapan kebijakan pemberian subsidi layanan transportasi publik KRL Jabodetabek  berdasarkan NIK ini jelas bertentangan dengan prinsip misi untuk memindahkan pengguna kendaraan bermotor pribadi menjadi pengguna layanan transportasi publik massal di Jakarta. Sebab yang menjadi  pengguna kendaraan bermotor pribadi berdasarkan data di NIK mereka dianggap tidak layak dan tidak tepat  mendapatkan subsidi.Â
Jelas ini akan membuat mereka yang dianggap mampu kembali menggunakan kendaraan pribadinya. Untuk pemerintah sebaiknya membatalkan rencana penerapan kebijakan  pemberian subsidi berdasarkan NIK karena itu akan berakibat bertambahnya kembali pengguna kendaraan pribadi yang menambah macet Jakarta.
Jakarta, 9 September 2024
Azas Tigor Nainggolan.
Analis Kebijakan Transportasi dari FAKTA Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H