Cerita Pilu Ruben, ASN Sumba: Dipecat karena Tidak Mau Korupsi
Mantan penyidik Komisi Pemberantasa  Korupsi (KPK) Raden Brotoseno masih dapat melanjutkan karirnya sebagai anggota Polri (Polisi) setelah bebas bersyarat pada tahun  2020 atas kasus suap yang menjeratnya di tahun 2016.Â
Keputusan Brotoseno tidak  dipecat dari keanggotaan Polri diputuskan setelah Divisi Propam Polri menggelar sidang kode etik. Berbeda dengan nasib Ruben Nyong Poety (53 tahun)  seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Perhubungan Sumba Barat Daya (SBD), NTT.Â
Ruben sebelumnya adalah ASN dengan jabatan Kabid Sapras di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi kabupaten Sumba Barat Daya. Ruben dituduh Korupsi oleh Kadis, Sekdis, Bendahara dan Kontraktor/ Pihak Ketiga dalam proyek Pengadaan tiga buah Truck pada tahun 2011 Dinas Perhubungan itu.Â
Kasus tuduhan korupsi tersebut mulai diangkat melalui  rekayasa penanganan oleh Pejabat Dinas Perhubungan dan  aparat hukum di Kabupaten SBD pada tahun 2013. Akibat tidak mau mengikuti perintah melakukan korupsi oleh atasannya, Ruben dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan pidana denda sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), atas tindakannya melakukan tindak pidana "KORUPSI SECARA BERSAMA-SAMA" oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kupang di tanggal 12 Februari 2014.Â
"Awal kejadian saya diminta oleh kepala dinas Perhubungan Kabupaten Sumba Barat Daya untuk merubah jenis truk yang akan dibeli oleh Pemkab SBD kepada jenis truk lebih murah. Permintaan itu saya tolak dan akibatnya saya diadili dan dihukum oleh Pengadilan Negeri hanya atas laporan atasan berdasarkan bukti surat  berupa fotocopy surat yang memalsukan tanda tangan saya.Â
Saya melaporkan balik kasus pemalsuan tanda tangan saya dan mempertanyakan surat asli dari fotocopy dengan tanda tangan palsu milik saya. Pihak Polres SBD tetap tidak mau menangani laporan saya  Akibat kasus tuduhan korupsi itu saya mendapat SK Pemecatan pada tgl 31 Januari 2019 karena saya dituduh korupsi.  Â
Saya  sudah berusaha lakukan Pra Peradilan ke PN Jakarta Selatan juga ditolak. Mengadukan kepada Presiden, ke Polda NTT dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) belum berhasil.  Akibat tuduhan korupsi dan pemecatan saya itu  isteri menderita sakit Stroke sejak 26 Pebruari 2019, anak anak saya tidak dapat melanjutkan Pendidikan ke perguruan tinggi dan mereka alami keadaan kehilangan Rasa Percaya Diri, sehingga keluarga saya jadi menderita lahir bathin juga  jaya jadi Pengangguran hingga sekarang", Ruben menceritakan penderitaannya kepada saya.
Sungguh berbeda, bagai bumi langit nasib yang dialami Ruben Nyong Poety dibanding dengan nasib Raden Brotoseno. Padahal KPK sudah menghukum Brotoseno dengan kasus korupsi dan sudah berkekuatan hukum tetap. Tetapi pihak kepolisian melalui Divisi Propam Polri masih membela Brotoseno dan tidak memecat Brotoseno dan tetap memperkerjakan Brotoseno sebagai seorang Polisi. Apa tidak ada polisi lain, jika Polri masih tetap  memperkerjakan seorang polisi yang pernah dipenjara oleh KPK karena melakukan korupsi?Â
Sementara Ruben yang dituduh dan diadili hanya melalui sebuah foto copy surat dengan tanda tangan palsu milik Ruben, Pemkab SBF langsung memecat Ruben. Hingga saat ini pun Ruben sudah berusaha berjuang untuk keadilan bagi dirinya dan keluarganya. Perjuangan itu sudah melapor ke Kapolda NTT, ke Kompolnas, ke Komisi Kejaksaan RI dan ke Kepala Kantor Staf Presiden RI (KSP) tetap saja tidak ada tanggapan.Â
Memang hukum masih jauh dari keadilan terutama untuk rakyat kecil, apalagi jauh dari Jakarta, pusat kekuasaan. Kami memohon kepada Presiden RI, Kapolri, Â Menteri Dalam Negeri RI dan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara RI untuk membuka kembali dan me membuka kembali berkas kasus Ruben Nyong Poety atas pemalsuan tanda tangannya serta meminta kepolisian membuktikan surat asli dari surat fotocopy tersebut. Indonesia adalah Negara Hukum, jadi proses hukum harus dijalankan dengan benar tanpa ada intervensi kekuasaan seperti perkara tanda tangan palsu dalam kasus Ruben Nyong Poety.Â
Jika Raden Brotoseno yang sudah jelas-jelas lakukan tindakan penyuapan dan dihukum tapi tidak dipecat, sementara Ruben Nyong Poety dipecat hanya dengan selembar fotocopy surat dan tanda tangan palsu. Â Jelas bahwa Ruben Nyong Poety adalah korban ketidakadilan yang dilakukan aparat hukum di negeri ini dan dibiarkan oleh negara terus menjadi korban. Akibat ketidakadilan yang diderita Ruben, anak isterinya pun turut menjadi korban.
Jakarta, 6 Juni 2022
Mangatur Nainggolan.
Kuasa Hukum Ruben dari kantor Hukum MNL.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H