Belajar dari Berbuka Puasa Bersama Anak-anak Kampung Penas Tanggul.
Kemarin sore saya mengikuti acara Buka Puasa Bersama anak-anak warga Penas Tanggul  Jakarta Timur. Acara ini diadakan oleh kantor Mangatur Nainggolan Law Firm, Serikat Buruh Patriot Pancasila dan Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA).
Saat tiba di lokasi ibu dan bapak warga bertanya pada saya: "kenapa buka puasanya sama anak-anak bang Tigor?" Saya melihat anak-anak sudah kumpul dan menunggu tertib dan rapi di mushala sejak jam 5 sore kurang.Â
Sikap ini yang membuat saya senang membuat acara bersama anak-anak jika di kampung. Banyak hal yang menarik jadi bahan belajar dari anak-anak warga biasanya saya dapatkan.Â
Saya sudah mengenal warga dan kampung Penas Tanggul sejak tahun 1990 lalu, melalui kasus penggusuran. Tahun 1990 saya masuk ke komunitas Penas Tanggul untuk membantu warga pinggir sungai Cipinang dari ancaman penggusuran yang akan dilakukan oleh Pemda Jakarta ketika itu.Â
Akhirnya setelah berjuang beberapa bulan bersama warga, warga Penang Tanggul tidak jadi digusur. Jadi saya sudah mengenal dekat dan diterima baik oleh warga Penas Tanggul dan sering membuat acara atau kegiatan disana.Â
Sore kemarin saat acar saya tertarik dan mengikuti gerak seorang anak berusia sekitar tiga tahun bernama Queennara Santoso.Â
Saya perhatikan Nara (panggilan anak itu) sabar, tenang dan asyik mendengarkan acara pembukaan buka puasa bersama. Setelah bedug buka puasa, anak-anak berdoa bersama di mushala Miftahul Huda.Â
Saya dekati Nara untuk makan buka puasa setelah berdoa. Ketika saya dekat Nara menutup matanya kembali dan berdoa lagi. "ayo Nara makan kolaknya", ajak saya. "Nanti ya pak, berdoa dulu", jawab Nara pada saya.Â
Saya melihat dan berpikir, anak ini, Nara sangat bersyukur dan berterima kasih karena bisa ikut acara berbuka puasa bersama teman-temannya. Dianya tidak lama tetapi dilakukannya dengan khusuk dan tenang di tengah keramaian teman lainnya yang sudah mulai berbuka.
Ya memang menarik belajar dari anak-anak, apalagi dengan anak-anak di Kampung Penas Tanggul. Belajar bersyukur dan menerima apa adanya, kesempatan dan rejeki  yang diberikan Tuhan padanya.Â
Walau sudah dimulai dengan doa bersama, Nara masih perlu dan mau berdoa sendiri, mengucapkan syukur dan terima kasih kepada Tuhan yang memberinya rejeki. Tentu doa anak-anak lebih tulus dan polos dibandingkan saya juga orang dewasa lainnya.Â
Anak-anak menyampaikan pikirannya dan kebahagiaannya secara polos. Sehabis berdoa saya ajak Nara berfoto, "ayo Nara difoto dulu". Sambil mengangkat tangannya menunjukan jari jempolnya dan melihat bahagia ke kamera, Â Nara beraksi difoto. Mari belajarlah bersyukur apa adanya pada anak-anak.
Astina, 27 April 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H