Saat saya tiba di sentra pembuatan Batik Betawi Terogong, terlihat semua peralatan membatik sudah disiapkan. Seorang wanita paruh baya terlihat sedang bercengkrama dengan beberapa tamunya di gasebo depan sebuah rumah hijau lokasi tempat pembuatan batik. Pagi itu dia bercerita dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan padanya. Sesekali tampak mereka tertawa lepas, begitu cair dan bersahabat.
 Sebagian ada yang berkeliling melihat-lihat lingkungan sekitar pembuatan Batik Betawi di jalan Terogong III tersebut. Melihat-lihat koleksi kain yang sudah dibuat di rumah sang pemilik, Bu Siti Laela.
Saya dan teman-teman yang jadi tamu hari itu cukup terkejut dan excited saat tahu ternyata Betawi punya batik sendiri. Di kota metropolitan yang dipenuhi gedung pencakar langit, ternyata masih ada terselip kampung yang menjadi pusat pembuatan batik Betawi, melestarikan budaya agar selalu tetap eksis.
"Sebenarnya dulu ibu-ibu yang tinggal di Terogong adalah pembatik. Mereka membatik di sela-sela waktu senggang menunggu masa panen," jelas bu Laela sambil bercerita panjang lebar mengenai sejarah Batik Betawi Terogong yang kini dikembangkan dia bersama para keponakannya.
Daerah yang terkenal sebagai kawasan industri batik di Jakarta seperti Tanah Abang, Palmerah, Tebet, serta Kebayoran. Bahan-bahan ngebatik diperoleh ibu-ibu Terogong dari kawasan tersebut.
Batik Betawi Terogong ini berkembang pesat berawal saat pemerintah DKI Jakarta memberikan pelatihan membatik sekitar tahun 2012. Bu Laela dan beberapa keponakannya ikut jadi peserta. Guru pun didatangkan dan diinapkan di Terogong, di rumah bu Laela selama 3 bulan, selama masa pelatihan.
Meskipun singkat, ternyata inilah jalan menuju mengembangkan ekonomi kreatif bagia warga di Terogong. Karena keinginan untuk mempertahankan budaya batik Betawi sangat tinggi, Bu Laela bersama keponakannya melanjutkan pembuatan batik setelah pelatihan membatik usai.
Dari pameran ke pameran, akhirnya batik Betawi Terogong dikenal. Tidak hanya warga Jakarta atau lokal, tapi juga sudah mendunia. Tak jarang juga warga mancanegara datang sekadar membeli maupun melihat proses pembuatannya.
Motif yang ditampilkan di batik Betawi Terogong juga beragam. Tentu saja ada motif ondel-ondel, abang none, dan ikon kontemporer lainnya. Ada juga motif flora seperti buah mengkudu, daun semanggi, tapak liman, pohon pihong, kembang sepatu, dan banyak lagi.
"Motif-motifnya terinspirasi dari hal-hal yang dekat dengan kehidupan orang Betawi," cerita guru SMK ini.
Membatik tidak mudah, tapi menyenangkan
Selain mendengarkan cerita panjang Bu Laela, saya yang hadir bersama rombongan Ladiesiana juga berkesempatan diajarkan untuk membatik. Sesuatu yang sudah lama diinginkan dan akhirnya terealisasikan.
Bu Laela dan tim sudah menyiapkan potongan-potongan kain mori yang akan dibatik. Ada yang sudah dibuatkan sketsa motifnya, ada juga yang masih kosong. Sadar tidak punya kemampuan lebih untuk menggambar, saya mengambil kain yang sudah ada sketsanya. Saya dapat gambar ondel-ondel pria. Menarik.
Sambil teman-teman yang lain mulai membuat sketsa atau motif dengan pensil, saya langsung mulai mencanting. Saya diajari oleh seorang pembatik di Batik Terogong tersebut. Dengan bodohnya saya lupa bertanya siapa nama beliau.
Secara perlahan, dia mulai menunjukkan cara memegang canting, bagaimana trik agar malam tidak menetes terus-menerus, serta bagaimana memegang kain bermotif yang akan dicanting.
Tentu saat melihat dia mencontohkan, semuanya terlihat begitu mudah. "Ah, ini mah gampang," sesumbar saya dalam hati.
Oh tentu tidak semudah itu, Sahabat! Posisikan gagang canting di antara jari telunjuk dan jari tengah agar lebih memudahkan. Jangan isi nyamplung dengan terlalu banyak malam, sebab akan berisiko tumpah di tangan ataupun menetes di kain. Pegang dengan posisi agak dimiringkan sekitar 15 derajat untuk menghindari malam terus keluar dari cucuk.
"Wah, buat pemula ini sudah bagus. Gak banyak netesnya kok," kata si ibu dengan kalimat yang berusaha menyenangkan. Tak mengapa, karena akupun senang.
Bila malam tak tembus ke bagian belakang kain, maka dicanting lagi bagian belakangnya. Agar nanti pada saat proses pewarnaan, motif yang diinginkan jadi lebih bagus. Sebab, lilin pada kain saat proses membatik berfungsi nge-block garis untuk mepertahankan warna dasar kain sebagai motif batik. Sehingga ketika pewarnaan, motif tidak ikut berwarna.
Proses setelahnya seperti pewarnaan, menghilangkan malam pada kain, dan penjemuran dilanjutkan oleh ibu-ibu pembatik.
Sambil menunggu batik buatan saya dan teman-teman selesai diwarnai dan kering, kita disuguhkan makan siang soto betawi. Rasanya otentik sekali! Baru kali ini saya nemu soto betawi yang rasanya seenak itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI