Sabtu, 13 Juni 2015. Sebuah paparan desain grafis yang bertajuk "Gurafiku" oleh Antariksa seorang peneliti kebudayaan dari "KUNCI Cultural Studies Center" yang sudah meneliti praktik dan pengaruh desain grafis Jepang di masa penjajahan Indonesia selama 3,5 tahun.
Tepatnya di auditorium gedung rektorat Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Cikini, Jakarta Pusat. Antariksa yang ditemani Hilmar Farid sebagai perwakilan dari Institut Sejarah Nasional Indonesia sebagai penanggap, dan di moderasi oleh Iwan Gunawan sebagai perwakilan dari IKJ.
Dalam presentasinya yang pertama dia memaparkan hasil penelitian selama di Jepang tentang desain grafis masa penjajahan dan pengaruhnya terhadap seni rupa Indonesia serta kolektivisme selama penjajahan tahun Jepang.
Pada periode tersebut, Takashi Kono menjadi seorang desainer grafis modern Jepang yang paling penting dan berpengaruh hampir terhadap seluruh grafis yang digunakan dalam propaganda zaman Jepang, namun seringkali tidak disebut dalam daftar desainer grafis pada zamannya.
Antariksa juga menyampaikan bahwa desainer grafis merupakan salah satu bentuk propaganda yang terstruktur, mulai dari dibuatnya Departemen Propaganda, kemudian di bawahnya ada Biro Propaganda dan dibawahnya ada beberapa bagian Pusat kebudayaan yang dibagi dalam beberapa seni lainnya seperti tulisan, lagu dan lain sebagainya.
Kono yang aktif di tahun 1906-1999, sampai sekarang karyanya masih banyak tersimpan rapi di negaranya, ada pula beberapa desain yang disimpan di Belanda namun di arsip di negara tersebut tidak lengkap, karena mungkin Belanda tidak punya akses lebih untuk mengakses lebih di beberapa koleksi yang dilindungi di beberapa museum di Jepang.
Konon, Kono juga merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan teknik montase sebagai komposisi sebuah gambar yang dibuat dalam beberapa karyanya. Selain Kono ada juga Ono Saseo seorang seniman yang dalam beberapa karya poster grafisnya juga banyak berpengaruh dengan menampilkan figur barat dan ekspos sosok seorang perempuan.
Penyebutan seorang desainer grafis di masa penjajahan pada abad 19 adalah ahli reklame, karena profesinya yang juga sebagai menjadi pemasang reklame. Selain dari Jepang, sebenarnya juga ada beberapa nama desainer grafis berasal dari Indonesia salah satunya Iton Lesmana dan beberapa desainer lainnya yang belum dia temukan biografinya.
Ini membuktikan bahwa sebenarnya ada beberapa nama desainer grafis asal Indonesia juga menjadi sosok desainer di zaman penjajahan yang menjadi pelopor dan pengaruhnya terhadap desain grafis Indonesia, namun sekarang datanya masih belum bisa didapatkan dengan mudah, dan mungkin itu menjadi peluang baru bagi peneliti yang ingin mendokumentasikan sosok dan karya-karya mereka.
Di sesi terakhirnya Antariksa menyampaikan bahwa di waktu yang akan terus berjalan, kita memang sedang dan akan terus memproduksi karya, tapi kita tidak dan belum bisa membuatnya menjadi sebuah pengetahuan-pengetahuan baru, yang seharusnya didorong oleh para akademisi dan praktisi untuk kemudian mengembangkan sebuah penelitian yang terus dibangun dalam upaya melengkapi dan membangun pengetahuan baru di bidang desain grafis maupun bidang lainnya.
Terima kasih rekan-rekan Desain Grafis Indonesia (DGI) yang telah mengadakan kegiatan Seminar GURAFIKU 1942-1945: Nippon, Asia Timur Raya, dan Praktik Desain di Indonesia. Sebagai salah satu upaya, dalam mengembangkan pengetahuan desain grafis di Indonesia. (azm)
(Foto: Dokumentasi DGI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H