Mohon tunggu...
Azam Bahtiar
Azam Bahtiar Mohon Tunggu... -

Penikmat baca & kopi hitam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Birthday Kitab Al-Futuhat Al-Makkiyyah Ibn 'Arabi

5 Januari 2016   08:52 Diperbarui: 5 Januari 2016   14:47 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini, 778 tahun yang lalu, Ibn 'Arabi selesai "merevisi" kitab Al-Futuhat Al-Makkiyyah.

Kitab monumental ini pertama kali ditulis olehnya di Makkah, mulai dari tahun 598/1202 hingga selesai pada 629/1232 di Damaskus. Naskah yang ditulisnya selama 30 tahun ini lalu diberikan kepada Muhammad Al-Kabir, yang bergelar 'Imaduddin, putra Ibn 'Arabi dari istri yang dinikahinya di Makkah, Fathimah binti Yunus bin Yusuf, Amirul Haramain.

Sekitar 3 tahun kemudian, Ibn 'Arabi "menulis-ulang" Futuhat : menambah, menghapus, dan mereposisi beberapa bagian. Pekerjaan ini berlangsung kira-kira antara tahun 632/1235 sampai 636/1239, dan rampung pada Rabu pagi, 24 Rabiul Awal 636.

Naskah kedua inilah -- yang terdiri dari 37 jilid -- yang belakangan dikenal sebagai "Naskah Konya" : edisi terakhir Futuhat yang diberikannya kepada anak tiri Ibn 'Arabi yang sekaligus menjadi penerus dan guru para arif setelahnya, yakni Shadruddin Muhammad bin Ishaq Al-Qunawi, pada 637 -- setahun setelah selesai revisi.

Manuskrip Futuhat Edisi Konya ini, yang ditulis oleh tangan Ibn 'Arabi sendiri, setebal 5430 halaman. Setelah dilakukan penomoran dan dibagi ke dalam 37 jilid -- sesuai rancangan Ibn 'Arabi sendiri -- tebalnya menjadi 10860 halaman. Namun, 316 halaman kosong, dan 10544 halaman yang ada tulisannya. Dalam setiap lembarnya, kira-kira terdapat 17 baris. Kitab ini tersusun dalam 560 bab.

Di antara keunikan pada hampir semua manuskrip karya Ibn 'Arabi adalah adanya catatan tentang sima', yaitu tradisi pengajaran isi kitab yang melibatkan musma' (dalam hal ini Ibn 'Arabi sendiri sebagai korektor), qari' (pembaca/pendikte), sami' (pedengar/murid), dan katib (juru tulis). Catatan tersebut sekaligus merekam nama tempat dan kapan sima' terjadi.

Futuhat, sebagai misal, telah mengalami 57 sima' di hadapan Ibn 'Arabi secara langsung, dan melibatkan puluhan murid pendengar (penting diperhatikan: kata 'murid' di sini dalam konteks periwayatan, melibatkan termasuk alim-alim besar yang hadir dan hidup di zaman itu).

Barangkali inilah pula alasan yang membuat sementara peneliti, seperti Mahmud Ghurab, meragukan otentisitas keseluruhan – bukan unit-unit tertentu – bagian dari kitab Fushush Al-Hikam (karya lain Ibn ‘Arabi) sebagai karya Ibn 'Arabi, karena menurutnya dalam manuskrip kitab ini hanya memuat nama Shadruddin Al-Qunawi (sebagai qari' [dan mungkin juga satu-satunya sami']) dan tahun dibacakannya saja (Jumadil Akhir 630). Kenapa kitab sepenting ini hanya diriwayatkan oleh seorang murid, padahal kitab-kitab lainnya oleh puluhan murid Ibn 'Arabi? Mengapa Isma’il bin Saudakin (w. 646), murid terdekat Ibn ‘Arabi, bisa absen dari periwayatan ini? Tentu bukan hanya ini alasan keberatannya. Yang pasti, bukan di sini tempat mendiskusikan keberatan-keberatan Ghurab.

Kembali ke poin kita, dalam Edisi Konya ini, tercatat jelas catatan Kontrak Alih Kepemilikan ('aqd al-tamlik), yakni dari Ibn 'Arabi ke Shadruddin Al-Qunawi (lihat gambar di bawah ini). Karena naskah ini memang beliau berikan kepada Al-Qunawi, yang kemudian diwakafkannya di perpustakaan yang dibuatnya sendiri, hingga bisa kita nikmati hari ini.

Halaman kedua dari jilid pertama

 

Jilid ke-37

(Foto manuskrip diambil dari koleksi Mohamed Haj Yousef)

Kelak, naskah inilah yang menjadi sumber paling orisinal dalam penerbitan kitab Al-Futuhat Al-Makkiyyah. Namun, suntingan ilmiah sesuai standar modern atas Futuhat pertama kali baru dikerjakan oleh Osman Yahya. Sayangnya, edisi yang kerap dianggap sebagai “suntingan paling valid” ini belum rampung, dan baru terbit 14 jilid (dari total 37 jilid), penyuntingnya meninggal dunia. Edisi suntingan Ahmad Syamsuddin terbitan DKI, hemat saya, jauh dari memenuhi standar tahqiq modern. Belakangan, tahqiq yang bagus dikerjakan oleh Abdul Aziz Sulthan Al-Manshub dari Yaman (terbit dalam 12 jilid), selain edisi lain oleh Muhamed Haj Yousef (setau saya, belum final juga).

Terakhir, dalam momentum ‘birthday’ Futuhat ini, mari tingkatkan kecermatan untuk mempelajarinya lebih dalam lagi.
Bismillah ...

 

‪#‎BirthdayFutuhat‬

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun