Mohon tunggu...
Azalia Azzahrah
Azalia Azzahrah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

.

Selanjutnya

Tutup

Surabaya

Polemik Surabaya Waterfront Land: Kemajuan atau Ancaman?

3 Januari 2025   11:18 Diperbarui: 3 Januari 2025   11:18 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah menetapkan Surabaya Waterfront Land (SWL) menjadi salah satu bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) yang rencananya akan mulai dibangun pada tahun 2025. Proyek ini melibatkan proses reklamasi terhadap pesisir pantai Surabaya seluas 1.048 hektare, membentang dari Kenjeran hingga Mulyorejo untuk dibangun kawasan urban baru. Reklamasi terbagi menjadi empat bagian, yaitu pulau A dengan luas 84 hektare, pulau B seluas 120 hektare, pulau C 260 hektare, dan pulau D 620 hektare. Pulau buatan tersebut nantinya akan dijadikan kawasan pemukiman elite yang dipadukan dengan wisata, komersial, dan juga industri perikanan.

Sebagai gambaran, proyek SWL digagas mirip seperti Pantai Indah Kapuk (PIK) yang saat ini menjadi salah satu destinasi wisata populer di Jakarta Utara. Agung Pramono, pimpinan PT Granting Jaya sebagai developer proyek SWL mengatakan bahwa proyek ini menjadi salah satu langkah memaksimalkan potensi Surabaya sebagai pusat ekonomi dan logistik di kawasan timur Indonesia. Walikota Surabaya, Eri Cahyadi, juga menyatakan dukungannya terhadap perencanaan proyek SWL dengan harapan perekonomian warga akan semakin meningkat. Walaupun demikian, ada beberapa dampak negatif yang perlu diperhatikan.

Pertama, reklamasi dapat menyebabkan kerusakan lingkungan di wilayah perairan. Djamil dkk. (2022) dalam “Dampak Reklamasi terhadap Lingkungan dan Perekonomian Warga Pesisir di Jakarta Utara” menjelaskan mengenai pencemaran laut akibat reklamasi di Pantai Utara Jakarta. Pengerukan dan penimbunan tanah dalam proses reklamasi memberikan pengaruh buruk terhadap kualitas air karena kapal pengangkut material pulau reklamasi dapat meninggalkan jejak karbon atau tumpahan tanah. Kualitas air yang semakin keruh akan menghalangi sinar matahari, sehingga mengganggu ekosistem makhluk hidup di dalam perairan seperti plankton, ikan, tumbuhan laut, dan biota laut lainnya.

Lokasi pembangunan SWL yang terletak di fishing ground (area penangkapan ikan), pastinya akan mengganggu aktivitas penduduk sekitar, terutama para nelayan yang sangat bergantung pada hasil tangkapan laut. Selain mengurangi jumlah tangkapan ikan yang tersedia akibat pencemaran laut, proyek SWL juga dapat mempersulit akses nelayan untuk melaut, sehingga mau tidak mau mereka harus pergi lebih jauh dan ini akan menambah beban risiko lebih besar karena melintasi jalur pelayaran di Selat Madura. Kemungkinan lainnya, para nelayan terpaksa mengganti profesi mereka. Misbahul Munir, ketua DPW Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Jawa Timur mengatakan ada sekitar 8.000 nelayan di 12 kampung pesisir Surabaya yang akan terdampak proyek SWL.

Polemik mengenai reklamasi ini dapat dijumpai pada masyarakat pesisir Pantai Utara Jakarta. Mereka harus menempuh jarak yang lebih jauh akibat tercemarnya Laut Jakarta setelah dibuat pulau reklamasi. Beberapa nelayan juga mengeluhkan mengenai kapalnya yang sering karam akibat terkena gundukan tanah di sekitar pulau. Semakin sulitnya menangkap ikan menyebabkan pendapatan mereka sebagai nelayan menurun dan juga berimbas pada kelangkaan barang yang nantinya akan menimbulkan peningkatan harga pada komoditas-komoditas tersebut.

Dampak selanjutnya yang tidak kalah penting, reklamasi berpotensi merusak ekosistem hutan mangrove. Berdasarkan laporan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Timur yang diselaraskan dengan temuan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur di lapangan, jumlah mangrove di Surabaya telah mengalami penyusutan yang awalnya sekitar 3.300 hektare pada tahun 1978, diperkirakan berkurang menjadi 2.000 hingga 1.500 hektare akibat alih fungsi menjadi area permukiman, perdagangan, dan industri. Pembangunan proyek SWL yang terletak di dekat kawasan mangrove ini cukup mengkhawatirkan, mengingat mangrove memiliki peran yang sangat penting, yaitu menahan permukaan daratan agar tidak mengalami abrasi. Jika pembangunan SWL semakin mengurangi eksistensi mangrove, maka dapat meningkatkan terjadinya banjir rob di Surabaya.

Kajian spasial dan sektoral mengenai proyek Surabaya Waterfront Land juga telah dilakukan oleh tim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Putu Rudy Setiawan, salah satu pakar tata ruang kota dan lingkungan hidup ITS menyatakan bahwa proyek ini tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya Tahun 2014 – 2034, Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Timur nomor 10 tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Timur Tahun 2023-2043, dan juga Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Kawasan Perkotaan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan. Pada intinya, proyek SWL tidak sejalan dengan perencanaan tata ruang di tingkat kota, provinsi, maupun nasional.

Putu Rudy menambahkan kritiknya terhadap pemerintah yang terlalu dini menetapkan proyek SWL menjadi PSN. Menurutnya, proyek SWL cenderung memusatkan aktivitas ekonomi seperti perputaran uang, barang, dan jasa di Surabaya sehingga tidak memberikan dampak signifikan pada sektor ekonomi di Jawa Timur secara keseluruhan. Hal ini dapat memperburuk kesenjangan sosial di Jawa Timur.

Proyek Surabaya Waterfront Land memang memiliki potensi dalam meningkatkan kemajuan Kota Surabaya. Namun, proyek ini juga memiliki dampak negatif yang perlu diwaspadai. Baik pemerintah maupun pihak developer harus bisa memastikan bahwa proyek SWL benar-benar direncanakan sematang mungkin sebelum dilakukan pembangunan pada tahun 2025 agar tidak merugikan masyarakat sekitar ataupun merusak lingkungan di Surabaya.

Oleh: Azalia Azzahrah
Mahasiswa Universitas Airlangga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Surabaya Selengkapnya
Lihat Surabaya Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun