Mohon tunggu...
Azada Addin
Azada Addin Mohon Tunggu... -

Menulis untuk berbicara bebas dalam pikiran, berselancar di tengah gelombang ketidakpastian, namun di tengah keterbukaan, supaya jujur hati ini sehingga bersih pula jiwa ini.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Quo Vadis Wali Nanggroe?

22 Juni 2012   03:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:41 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber: http://www.theglobejournal.com/Politik/ini-dia-rancangan-qanun-jadi-wali-nanggroe/index.php

Lembaga Wali Nanggroe adalah lembaga kepemimpinan adat sebagai pemersatu masyarakat yang independen, berwibawa dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat, adat istiadat, bahasa dan pemberian gelar gelar dan derajat atau upacara-upacara adat lainnya.

Melihat pengertian di atas, maka secara harfiah dapat dipahami bahwa lembaga Wali Nanggroe merupakan kepemimpinan adat. Sebagaimana diketahui, setidaknya terdapat 3 kepemimpinan dalam kehidupan masyarakat Aceh selama ini, yaitu; Kepemimpinan politik, kepemimpinan agama, dan kepemimpinan adat. Dengan penegasan sebagai "pemimpin adat" kedudukan Wali Nanggroe sebenarnya sudah cukup jelas yang diperkuat dengan sifatnya yang "independen", maka lembaga ini berada di luar jalur politik.

Namun demikian,  di kala dilakukan pembahasan dengan menentukan persyaratan seorang Wali Nanggroe, sebagai lembaga  kepemimpinan adat, tidak ditemukan aturan yang mengangkat bahwa sang Wali adalah orang yang benar-benar paham tentang Aceh. Padahal, sudah seharusnya sang Wali adalah orang yang paham betul akan sejarah Aceh maupun adat istiadatnya selain ia adalah seorang asli Aceh, bukan keturunan.

[caption id="attachment_196216" align="alignnone" width="586" caption="Draf Rancangan Qanun Wali Nanggroe "][/caption]

Prasayarat ini tentunya akan sangat bertolak belakang dengan keadaan dan latar belakang dari Wali'ul Ahdi yang sekarang hasil rapat di Stavanger, Norwegia 1 dekade silam yang menetapkan Hasan Tiro sebagai Wali Nanggroe dan Malik Mahmud Al Haytar sebagai Pemangku Wali Nanggroe. Setelah Hasan Tiro tiada, otomatis Malik Mahmud lah yang diangkat sebagai pengganti Hasan Tiro. Malik Mahmud adalah warga negara Singapura saat ditetapkan sebagai Pemangku Wali Nanggroe 10 tahun lalu, demikian pula halnya dengan Hasan Tiro yang warga Swedia. Namun berbeda dengan Hasan Tiro, Malik Mahmud tidak mengalami masa-masa kecilnya di Aceh, demikian juga halnya dengan saudara dan keluarganya yang lebih lama tinggal di Singapura daripada hidup di Aceh. Pun demikian pada masa konflik, dimana Malik Mahmud berada di Swedia bersama Hasan Tiro. Berangkat dari pemahaman ini, Malik Mahmud sangat jelas "tidak dekat" dengan budaya dan adat istiadat Aceh apalagi sejarah Aceh. Keadaan di atas menyebabkan Malik Mahmud tidak dikenal di kalangan masyarakat adat Aceh, ia memang dikenal di kalangan GAM atau KPA/PA namun bukankah Aceh bukan milik mantan kombatan GAM semata? bagaimana mau diterima oleh masyarakat Aceh jika dikenal pun tidak?

Selanjutnya masalah keberanian pun patut dipertanyakan, dimana Malik Mahmud di masa-masa konflik saat itu? Memang dengan dalih kepemimpinan politik dapat membenarkan perjuangan "luar negeri" nya di tengah tangis dan darah rakyat Aceh. Hingga saat ini pun, tidak satupun negara di dunia yang mendukung kemerdekaan Aceh. lalu pertanyaan nya sekarang adalah, perjuangan untuk siapa dan kemana? Entahlah, namun menurut saya "berani dan bertanggung jawab" adalah persoalan besar bagi sang Pemangku Wali.

Lalu "tidak Shafih" atau tidak boros, menurut beberapa sumber di tengah konflik Aceh Sang Pemangku sempat liburan keliling Eropa dan Amerika beserta keluarganya dengan menggunakan uang hasil "pajak nanggroe" yang dikumpulkan dari harta rakyat Aceh.

(http://syiahali.wordpress.com/2012/04/27/pa-dibalik-semua-teror-intimidasi-pilkada-aceh-menurut-siaran-pers-mp-gam-asnlf-pusat-tanggal-2042012-pimpinan-dr-husaini-hasan-arif-fadhillah/)

Yang terakhir dari persyaratan tersebut adalah keterlibatan Malik Mahmud dan Hasan Tiro di sejumlah aksi-aksi teror dan perusakan sehingga memaksa Kejaksaan Stockholm mengambil tindakan. Meskipun tidak cukup bukti, hasil temuan tersebut tidak merubah kedudukan dan status dari Malik Mahmud sebagai "orang yang patut diwaspadai". Konspirasi jahat dan tindakan-tindakan teror tentunya sangat berlawanan dengan persyaratan sebagai seorang Wali yang berfungsi sebagai sosok pemersatu Aceh.

[caption id="attachment_196217" align="alignnone" width="583" caption="http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2004/06/21/NAS/mbm.20040621.NAS92274.id.html"]

13403340531372079754
13403340531372079754
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun