Mohon tunggu...
Aza MutmainatamMahmiah
Aza MutmainatamMahmiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Malang

Saya merupakan mahasiswa tingkat akhir yang menyukai bidang psikologi, baik secara klinis maupun industri organisasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Budaya Lingkungan terhadap Emosi Individu pada Suku Jawa

4 Agustus 2022   20:41 Diperbarui: 4 Agustus 2022   21:06 1343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Emosi sebagai bentuk luapan perasaan manusia yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Emosi memberikan dampak bagaimana manusia merespon lingkungannya. Terdapat dua macam bentuk emosi, berupa emosi negative dan emosi positif. Kedua emosi tersebut dapat dirasakan oleh setiap manusia. 

Emosi yang negative dapat digambarkan dengan takut, marah, sedih, ketidaksukaan dan perasaan negative lainnya, sedangkan emosi positif sebaliknya (Seligman, 2005: 38-39). Emosi sering kali dimaknai sebagai kata kerja, sedangkan emosi sendiri merupakan objek dalam bentuk ungkapan perasaan. 

Dalam Bahasa inggris juga emosi tidak digunakan sebagai kata kerja tetapi pengungkapan dalam bentuk seperti apa emosinya, misalnya sedih, marah, senang, takut, dll. 

Distorsi pemaknaan tersebut menjadikan banyak orang yang memaknai emosi sebagai makna yang negative padahal emosi tidak mesti demikian, ada emosi yang positif. Emosi muncul dari pikiran terlebih dahulu dan muncul tindakan, atau karena tindakan-tindakan dalam tubuh yang kemudian muncul emosi atau pikiran.

  Lingkungan menjadi salah satu yang sangat diperhatikan sebagai suatu hal yang menjadi penyebab perkembangan individu secara emosi. Regulasi emosi suku Jawa yang memegang prinsip dalam setiap hubungan interpersonal, diantaranya prinsip rukun atau harmonis yang mengutamakan hubungan baik antar manusia, menghindari gesekan dengan mencegah perkelahian, penuh penghormatan/sopan santun, tenggang rasa, dan ramah tamah penuh kelembutan. 

Masyarakat Jawa juga memiliki aturan yang baku dalam penggunaan Bahasa, baik dalam bertutur kata maupun beretika. Misalnya ketika orang yang lebih muda berbicara dengan yang lebih tua, maka orang yang lebih muda harus menggukan Bahasa kromo inggil sebagai penghormatan dan bentuk menghargai kepada yang lebih tua.  

Konotasi dalam berkomunikasi dalam Suku Jawa juga menjadi perhatian, berbicara secara perlahan-lahan dan halus, sedapat mungkin menyembunyikan perasaan asli sebagai bentuk  ungkapan sungkan. 

Prinsip yang telah digunakan oleh Suku Jawa menuntut semua lapisan masyarakat Jawa, pada semua golongan usia, dari anak-anak hingga dewasa senantiasa mampu mengontrol perilaku dan emosi yang secara alam bawah sadar mampu mempengaruhi bagaimana individu tersebut bersikap. 

Semakin individu mampu mengontrol emosinya dan semakin menguasai tata krama pergaulan terhadap lingkungannya, maka semakin ia dianggap dewasa dan diakui oleh anggota masyarakat Jawa.

Masyarakat Suku Jawa memiliki pengungkapan emosi yang berbeda dari suku lain, misalnya ketika seorang individu mampu memperlihatkan perasaannya secara spontan, hal tersebut dianggap tidak pantas, seperti sedih, kecewa, marah, putus asa, atau rasa belas kasihan, ekspresi emosi yang seharusnya mampu untuk diekspresikan oleh individu tersebut secara sadar harus disembunyikan untuk tidak diperlihatkan kepada banyak orang. 

Sehingga Sebagian besar masyarakat jawa akan lebih memperlihatkan senyuman sebagai ekspresi "baik-baik saja" demi menjunjung prinsip-prinsip yang telah dibangunnya atas emosi positif yang harus ditunjukkan kepada orang lain.

Dari penjelasan tersebut maka dapat diketahui bahwa masyarakat Suku Jawa juga memiliki aturan-aturan normative bagi sosial dan psikologis. 

Aturan normative sebagai bentuk bagaimana individu mampu mengatur hubungan atau interaksi dengan  lingkungan sosialnya, seperti sopan santun, etika, dan tata cara berkomunikasi yang pantas kepada yang lebih dewasa. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga keselarasan dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat sehingga harapannya mampu menjadi contoh bagi generasi selanjutnya.

Peran lingkungan yang sangat krusial bagi perkembangan individu, dari bagaimana individu tersebut mampu untuk mengikuti pola dalam masyarakat ia tinggal dan mengikuti aturan-aturan normative yang berlaku dilingkungannya hingga mampu membentuk kebiasaan yang memunculkan suatu emosi yang terpatri dalam diri individu tersebut. 

Apabila lingkungan mampu memberikan dampak positif maka individu tersebut juga mampu untuk mengekspresikan emosinya secara positif dan negative sesuai dengan porsinya. Lingkungan menjadi hal yang terpenting dalam setiap perkembangan manusia, karena dari lingkungan individu tersebut mampu tumbuh menjadi manusia yang dapat secara utuh memahami dirinya serta orang disekitarnya, mampu mencontoh dan memberikan contoh bagi lingkungannya dari bagaimana ia bersikap dan berperilaku. baik atau buruk dari suatu lingkungan mampu mempengaruhi bagaimana individu tersebut mengeksoresikan emosi yang dimilikinya, sehingga sangat perlu memilih dan menentukan lingkungan seperti apa yang akan menjadi tempat untuk pertumbuhan dan perkembangan individu dari ia dilahirkan hingga kematian.

Daftar Pustaka

Seligman, M. E. (2005). Authentic happiness: Menciptakan kebahagiaan dengan psikologi positif. Bandung: Mizan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun