Menentukan Harta WarisÂ
- Harta Bawaan, merupakan harta asal yang diperoleh seseorang, suami atau istri, dalam kekuasaannya dan menjadi hak masing-masing, baik sebelum perkawinan maupun sesudah perkawinan. Misalnya setelah menikah istri atau suami mendapatkan harta waris dari orang tuanya, mendapatkan hibah, mendapatkan harta dari wasiat, jual beli, tukar-menukar dan lain-lainnya.
- Harta Bersama, merupakan harta dari hasil usaha bersama yang diperoleh setelah perkawinan sampai putusnya perkawinan baik karena perceraian maupun kematian. Serta bersama dapat berupa harta benda yang berwujud atau tidak berwujud. Harta berwujud meliputi harta bergerak, harta tidak bergerak, dan surat-surat berharga, sementara harta tidak berwujud berupa hak serta kewajiban.
Ahli Waris dan Bagiannya
- Pendapat Hazairin
- Dhaw al-faraidh, Orang-orang yang mendapat bagian tertentu dalam keadaan tertentu, diantaranya: Anak perempuan yang tidak didampingi oleh anak laki-laki; Ibu; Bapak dalam hal ada anak; Duda; Janda; Saudara laki-laki dalam hal kalalah; Saudara laki-laki dan saudara perempuan bersyarikah dalam hal kalalah; Saudara perempuan dalam hal kelalah.
- Dhaw al-qarabat, Orang-orang tertentu yang mendapat bagian tidak tertentu karena faktor-faktor yang dipengaruhi oleh ahli waris yang lain, diantaranya: Anak laki-laki; Anak perempuan bersama dengan anak laki-laki; Bapak; Saudara laki-laki dalam hal kalalah; Saudara perempuan yang didampingi saudara laki-laki dalam hal kalalah.
- Mawali, Mawali dipersamakan dengan ahli waris pengganti. Dalam pasal 185 ayat 1 dan 2 KHI, mawali adalah ahli waris yang menggantikan orang tuanya yang telah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris dan bagian yang diperoleh ahli waris pengganti sebesar orang yang digantikannya.
- Pendapat Asaf A.A.Fyzee, Asaf A.A. Fyzee mengemukakan pendapat imam Hanafi yang menggolongkan ahli waris menjadi 7 golongan ; tiga golongan utama dan 4 golongan pelengkap.
- a. Tiga golongan utama : Ahli waris Alquran ( dhaw al-faraidh); Ahli waris digaris bapak ( 'ashabah); Ahli waris di garis ibu (dhaw al-arham)
- b. Empat golongan pelengkap : Ahli waris karena perjanjian; Anggota keluarga yang diakui; Ahli waris satu-satunya; Negara, dalam hal pewaris tidak punya ahli waris.
Ketentuan Penbagian Harta Waris Kepada Ahli Waris
- Dhaw al-faraidh
- Kedudukan anak perempuan, anak perempuan tunggal tanpa diikuti anak laki-laki memperoleh dari harta waris. Jika lebih dari satu orang, ia mendapat dari harta waris.
- Kedudukan Ibu, Ibu mendapat jika pewaris meninggalkan anak atau turunan baik laki-laki maupun perempuan. Sedangkan mendapatkan dari harta waris apabila yang meninggal tidak meninggalkan anak dan turunannya atau tidak ada saudara jaminan.
- Kedudukan suami-istri, Suami mendapat dari harta waris jika mendiang istri tidak meninggalkan anak dan turunannya. Jika istri meninggalkan anak suami mendapat bagian dari harta peninggalan. Â Istri mendapat bagian jika mendiang suami tidak meninggalkan anak atau turunannya. Apabila suami meninggalkan anak atau keturunannya istri mendapat bagian dari harta peninggalan. Jika istrinya lebih dari satu maka bagian tersebut dibagi sama rata dari bagian / tadi;Â
- Kedudukan bapak, Bapak bertindak sebagai dhaw al-faraidh jika didampingi oleh anak-anak pewaris atau keturunannya, bagian yang diperoleh adalah ;Â
- Kedudukan Saudara, Saudara mendapat bagian atau sebesar-besarnya karena hendak membuka kemungkinan bagian untuk bapak.
- Dhaw al-Qarabat, Anak laki-laki dan anak Perempuan , Anak laki-laki memperoleh bagian bersama-sama dengan anak perempuan sebagai dhaw al-qarabat dengan ketentuan bagian anak laki-laki dua kali lipat dari bagian anak perempuan; Bapak, Bapak bisa bertindak sebagai dhaw al-qarabat apabila bersama-sama dengan saudara dalam hal kalalah. Saudara akan terus muncul sebagai pewaris selama anak pewaris tidak ada; Saudara, Saudara sebagai dhaw al-qarabat, baik saudara laki-laki seorang atau lebih maupun saudara laki-laki dan saudara perempuan yang bergabung menjadi dhaw al-qarabat dengan ketentuan bagian saudara laki-laki dua kali lipat dari bagian saudara perempuan.
Aplikasi Bagian Saudara dalam Kalalah
Menurut ahlussunnah kalalah adalah seseorang yang meninggal dunia yang tidak meninggalkan anak dan ayah. Anak yang dimaksud adalah anak laki-laki atau cucu laki dari anak laki-laki. Anak perempuan atau cucu dari anak perempuan dan ibu tidak menghijab saudara pewaris. Para sahabat berpendapat kalalah adalah orang yang meninggal dunia yang tidak meninggalkan anak laki-laki dan keturunan dari anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki. Ulama fiqih menafsirkan pengertian kalalah adalah seorang yang meninggal dunia tidak memiliki anak laki-laki dan keturunannya melalui jalur laki-laki.
Dari surah An-Nisa' ayat 12 dijelaskan bahwa pembagian waris yang diterima oleh saudara seibu jika satu orang baik saudara si ibu laki-laki maupun saudara seibu perempuan bagiannya . Jika saudara si ibu lebih dari dua orang bagiannya . Bagian saudara kandung atau bapak sesuai dengan ayat 176 surah An-Nisa', yaitu jika saudara perempuan sekandung atau saudara perempuan ke bapak bagiannya . Jika saudara perempuan sekandung atau saudara perempuan setapak dua orang lebih bahagianya .
Ahli Waris PenggantiÂ
Pada kompilasi hukum Islam (KHI) pasal 185 ayat (1) & (2) menjelaskan bahwa ahli waris pengganti adalah ahli waris yang meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris. Kedudukannya dapat digantikan oleh keturunannya baik keturunan anak maupun keturunan saudara. Dalam konteks perkembangan warisan Islam menurut Hazairin ahli waris dikenal dengan istilah mawali. Dalam istilah kewarisan hukum Islam, mawali lebih relevan diartikan sebagai orang yang mengikuti, dalam arti mengikuti orang tuanya sebagai ahli waris. Jika orang tuanya sebagai ahli waris orang yang mengikuti pun sebagai ahli waris.
Keutamaan Sesama Ahli WarisÂ
Dalam hukum kewarisan Islam ahli waris dikelompokkan menjadi ahli waris nasabiyah dan ahli waris sababiyah. Tidak menurut kemungkinan ketika seseorang meninggal dunia kedua ahli waris tersebut ada, baik nasabiyah maupun sababiyah. Kondisi tersebut akan menimbulkan persoalan ahli waris mana yang harus didahulukan untuk mendapatkan hak atas harta waris dari pewaris. Keutamaan ahli waris yang ada hubungan darah (keturunan yang sah) dengan pewaris tidak hanya bergantung pada jauh dekatnya derajat hubungan darah di antara mereka, tetapi bergantung juga pada jenis kelamin.
Hazairin mengelompokkan ahli waris ke dalam beberapa kelompok keutamaan, diantaranya :