Wabah Diare yang menurut berbagai penelitian bisa ditekan hingga 45% hanya dengan mencuci tangan sebelum makan, ternyata tidak semudah itu. Karena faktanya, di Indonesia kasus penyakit diare masih tinggi, ada 1,2 juta kasus per tahun! Masuk akal memang. Bagaimana mau mencuci tangan jika air bersihnya tidak cukup tersedia.
Indonesia terancam krisis air sebenarnya sudah pernah diakui oleh pemerintah sejak tahun 2003. Saat itu, Kementerian PU pernah menghitung kebutuhan air di pulau Jawa misalnya, yakni sebesar 38 miliar meter kubik. Itu kebutuhannya, padahal ketersediaan airnya hanya 25 miliar meter kubik pertahun.Â
Diperkirakan, pada tahun 2020, kebutuhannya akan meningkat menjadi 42 milyar meter kubik. Kebutuhannya pasti meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk. Sementara ketersediaan airnya justru semakin berkurang. Tahun 2020 itu bukan waktu yang lama, hanya tinggal 3 tahun lagi kita sampai di tahun tersebut!
Lho, katanya tadi Indonesia kaya akan ketersediaan air? Memang benar, negara kita dianugerahi sumber air yang melimpah ruah. Hanya persoalannya, negeri kita juga tidak pintar mengelola anugerah tersebut! Sampai detik ini kita masih saja kerepotan dengan sungai yang meluap ketika musim hujan, dan kekeringan pada musim kemarau. Kenapa air yang meluap itu tidak bisa dicadangkan untuk musim kemarau? Entah, yang pasti, faktanya sekarang seperti itu.
Di negara-negara maju, kesadaran akan perlunya bendungan untuk mengatur ketersediaan air sudah begitu besar. Dengan bendungan itu, mereka bisa mengatur pasokan air hingga musim kemarau tiba. Namun bicara soal bendungan, Indonesia memang tertinggal jauh sekali dibanding negara lain.Â
Amerika saat ini tercatat memiliki hampir 3000 bendungan. India 1500 bendungan. Atau yang fantastis, China, yang memiliki 20.000 bendungan! Bayangkan jika menteri perairan China meresmikan satu bendungan setiap hari, maka dia harus menghabiskan waktu sekitar 55 tahun! Itu jika kegiatan dia sehari-hari hanya meresmikan bendungan saja.
Bagaimana dengan Indonesia? Saat ini negara yang penuh dengan anugerah Tuhan ini hanya memiliki sekitar 280 bendungan saja. Itupun sebagian di antaranya tidak terawat dengan baik. Ironis memang. Lalu kemana pemerintah kita? Para pengambil kebijakan di negeri ini? Tidak mungkin kita tidak mampu membangun bendungan banyak. Tidak punya modal? Bukankah kita punya kandungan emas terbesar di papua? Atau cadangan gas alam terbesar di Blok Natuna? Atau kekayaan laut yang melimpah ruah? Kemana semua itu?
Ah.. sudahlah. Tulisan ini tidak berniat mengarah ke sana. Lebih baik, kita menjadi bagian dari sebuah solusi, bukan menjadi bagian dari masalah!
Sebagai upaya menjaga ketersediaan air di sekitar kita, ada hal sederhana yang bisa kita lakukan bersama, yakni: Menanam Air Hujan! Ya, air hujan yang saat ini sudah mulai turun di tanah kita, harus ditanam, agar tersimpan di dalam tanah kita.
Penjelasan logisnya begini, kenapa kita sekarang mengalami krisis air? Kenapa sumur kita tidak lagi sanggup diandalkan saat kemarau? Salah satu masalahnya adalah, karena di dalam tanah kita, cadangan airnya sudah menipis.
Air hujan seharusnya tersimpan di dalam tanah yang kita pijak. Namun karena daya serap tanah terhadap air sudah semakin lemah, maka air hujan lebih banyak yang terus mengalir daripada terserap tanah. Rata-rata tanah kita saat ini hanya bisa menyerap sekitar 30% air hujan. Itu karena tanah kita sudah terlalu padat. Sisanya, 70% terus mengalir, dan melahirkan banjir di lokasi-lokasi rendah, atau longsor di daerah yang tanahnya labil, atau mengikis tanah hingga permukaannya semakin rendah, dan sisanya lari ke laut, menjadi air laut yang asin. Selain semakin padat, luasan tanah juga semakin berkurang karena tingginya aktifitas pembangunan.