Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ayyubi
Muhammad Irfan Ayyubi Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar

Seorang bapak yang mengumpulkan kenangan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Istana Pasir Sepuluh Tahun Lalu

4 September 2024   06:41 Diperbarui: 4 September 2024   06:41 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Angin semilir menyapu wajah perempuan bergaun biru serupa langit terang benderang di hadapannya. Menguar udara yang membaurkan rasa amis dan asin. Ketika ia membuka matanya, ia menemukan dirinya di sebuah pantai yang sunyi. Langit biru dan awan berarak melatari pemandangan, dan ombak lembut menggulung di kejauhan, semakin dekat dan semakin dekat, membuat sensasi geli di telapak kakinya, kemudian dicobanya berlari-lari di atas pasir yang putih, lalu tersenyum getir. 

Matanya menerawang, mencari-cari mentari yang tak pernah ia tahu betul bagaimana bentuknya kecuali hanya kilauan-kilauan putih yang menerobos masuk ke atmosfer. Ombak membawa pergi semua kenangan. Dan ia merindukan sebuah kenangan di suatu hari. Ia menoleh dan dari kejauhan, di seberang matanya kini, di hamparan pasir luas itulah ia melihat sorang gadis muda berbaring bersama seorang pemuda. Menggenggam erat tangannya.

Langkah perempuan itu mendekat, nampak keduanya tak memperhatikan si perempuan, kini mata si perempuan memandangi si gadis yang kemudian bangkit, rambut panjangnya berkibar diterpa angin, dan ia mulai menggali-gali pasir dengan tangan mungilnya. Ia terlihat sangat bahagia, membangun istana pasir dengan tangan telanjang, memahat menara-menara kecil dan menggali parit-parit. 

Si pemuda juga bangkit lantas berjalan perlahan, membungkuk untuk memungut kerang-kerang yang tersebar di atas pasir. Matahari memantulkan sinarnya di permukaan air laut yang tenang, dan suara ombak lembut menjadi latar belakang begitu menenangkan si perempuan, yang terus memandangi keduanya. Tiba-tiba si perempuan mendengar suara si gadis dari kejauhan berseru,

"Hei Pono!" 

Seketika si perempuan tercekat mendengar sebuah nama disebut. Si pemuda yang tengah sibuk dengan kerang-kerang tak menoleh hanya menyahut serampangan.

"Menurutmu, kapan Israel akan berhenti membunuhi anak-anak kecil tak berdosa?"

"Bila kiamat akan tiba."

"Bahkan kita sudah melewati kiamat yang katanya diprediksi dua tahun lalu."
Keduanya kemudian terbahak-bahak pada masing-masing tempat seraya tetap dalam kesibukannya.

Si perempuan gemetar. jaraknya hanya lima puluh meter dari keduanya, dipejamkannya mata, bibirnya tertahan, bahkan tak berani melangkah lebih dekat.

...

"Saya hanya cuti tiga hari. Jika lebih, bisa-bisa saya dikeluarkan dari pekerjaan saya."  

"Satu malam lagi, barangkali?" pinta si gadis.

Si gadis bersandar di bahu Pemuda, memejamkan mata sejenak, merasakan kehangatan pelukannya. Namun, rasa gelisah di hatinya tak kunjung reda. Ia membuka mata, menatap Pemuda dengan mata yang berbinar oleh cahaya bulan. Keduanya baru saja mendengar berita di televisi melaporkan bahwa pada malam 6 Juli, serangan udara Israel di Gaza menewaskan tujuh militan Hamas, sementara Hamas meningkatkan serangan roketnya ke Israel dan menyatakan bahwa "seluruh warga Israel" adalah "target yang sah." Tidak diketahui kapan perang ini akan berakhir. 

"Mengapa manusia tidak bisa berdamai dan saling mencintai?" tanya si gadis. Pemuda itu bungkam.

Di bawah langit malam yang berhiaskan bintang-bintang, Pono dan gadis itu duduk di beranda kecil sebuah penginapan tua. Wangi lilin mawar yang sengaja dibakar, lembut memenuhi udara, mengingatkan mereka pada malam-malam panjang yang sering mereka habiskan bersama. Angin malam yang sejuk berhembus pelan, juga gemerisik daun yang saling bergesekan terdengar seperti alunan denting piano padu dengan goresan biola yang memainkan  Moonlight Sonata. Keduanya larut mendengarkan.

"Untuk sebuah perpisahan, akan saya ajak kamu ke pantai siang nanti. Mari kita membangun sebuah istana pasir untuk terakhir kali."

...

Tahun ini pun tidak hentinya berita-berita berisi pembantaian Israel atas orang-orang Palestina diikutinya. Dua jempol perempuan itu telah selesai. Sambil begidik, Kenangan sepuluh tahun lalu itu diungkapkan kembali lewat apa yang perempuan itu ketikkan pada sebuah pesan langsung sosial media, ketika ia mampir lewat dan menemukan foto-foto lelaki bersama perempuan yang telah dinikahinya kini, di beranda. Lalu si perempuan memblokir akun lelaki itu untuk selama-lamanya.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun