Di penghujung tahun 2015, Presiden Joko Widodo akhirnya meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga surya (PLTS) berkekuatan 5 megawatt di Nusa Tenggara Timur dan PLTS terbesar di negeri ini. Dikutip dari harian Media Indonesia, komponen panel surya yang digunakan merupakan hasil karya perusahaan nasional, PT. Len Industri.
Negeri yang kaya dengan sinar matahari ini memiliki 17.504 pulau, tentu pembangunan energi terbarukan tersebut menjadi pilihan terbaik untuk dibangun terutama di pulau-pulau terpencil sebagai langkah mengatasi keterbatasan tenaga pembangkit listrik dengan situasi geografis yang tersebar.
Kekawatiran muncul apabila pengelolaan PLTS di NTT kurang maksimal, tidak sedikit program pengelolaan energi terbarukan yang mangkrak dan terbengkalai. Pada tahun 2010 taman teknologi energi alternatif di Pantai Parangracuk Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta tidak berjalan. Kompas.com menyebutkan semua protipe pembangkit listrik tenaga ombak milik Badan Penerapan Pengkajian Teknologi di sana mulai dari turbin angin, sel surya, hingga pembangkit listrik tenaga ombak tidak bisa digunakan.
Upaya menjaga kontinuitas pengelolaan energi terbarukan perlu melibatkan partisipasi aktif masyarakat. peneliti dari Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PUSTEK) UGM puthut, memberikan solusi, yakni dengan tidak memposisikan masyarakat hanya sebagai konsumen, jauh lebih luas masyarakat dapat dilibatkan dalam hal kegiatan produksi, distribusi dan penguasaan faktor-faktor produksi.
Kini tinggal bagaimana mendorong lebih banyak lagi tenaga-tenaga listrik terbarukan seperti PLTS di bangun di daerah dan pulau-pulau terpencil dengan pengelolaan energi berbasis investasi rakyat. Presiden sudah berada pada jalur yang tepat, jangan sampai semangat president digoyangkan oleh segelintir orang yang sekedar mementingkan bisnis individu atau kelompok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H