Mohon tunggu...
Ayyesha ShafaMaura
Ayyesha ShafaMaura Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

saya menyukai fotografi dan kegiatan menulis sebagai cara dalam mengekspresikan diri

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengenal Olahraga Sebagai Bentuk Preventif Penyakit Jantung Koroner

3 Juli 2022   09:10 Diperbarui: 3 Juli 2022   09:33 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dewasa ini, penyakit jantung koroner semakin marak terjadi, bukan hanya pada golongan lansia, melainkan usia muda juga dapat terkena imbasnya. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar, pada tahun 2019, didapatkan sebanyak 1,5% penduduk Indonesia menderita penyakit jantung koroner. Angka yang ditunjukkan ini merupakan angka yang terus bertambah dari tahun ke tahun. Risiko kematian yang ditimbulkan pun sangat tinggi, tercatat pada tahun 2020 oleh Kemenkes, sekitar 1,25 juta jiwa kehilangan nyawanya akibat penyakit ini. Di dunia, WHO pada tahun 2019 merilis data angka kematian mencapai 6,7 juta kasus. Bahkan, berbagai sumber menyebutkan bahwa penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian terbesar di dunia. Hal ini yang menyebabkan penyakit jantung koroner menjadi salah satu penyakit gangguan pada sistem kardiovaskuler yang harus diwaspadai bahayanya.

Jantung sebagai unit pompa darah ke seluruh bagian tubuh manusia merupakan organ yang krusial bagi tubuh kita dalam menjalankan aktivitasnya. Tubuh kita sendiri terdiri dari milyaran sel yang membutuhkan oksigen, nutrisi, dan zat lainnya yang dibawa oleh darah. Dengan kata lain, keberlangsungan kehidupan tubuh kita sangat bergantung pada baik atau tidaknya kinerja jantung. Sebagai sebuah unit pompa darah, jantung memiliki elemen kontraktil berupa sel otot jantung yang memiliki spesifikasinya sendiri, berbeda dengan otot rangka di sekitar tulang dan otot polos penyusun organ viseral tubuh. Sama seperti sel sel di organ tubuh lainnya, sel otot jantung juga membutuhkan suplai darah agar dapat bekerja. Suplai darah untuk jantung diberikan melalui arteri koroner, pembuluh darah di sekitar jantung yang khusus memfasilitasi nutrisi bagi sel penyusun jantung. Apabila terdapat blokade pada arteri ini, pastinya akan terjadi gangguan fungsi jantung. Hal ini yang dapat menyebabkan penyakit jantung koroner atau PJK.

Blokade pembuluh koroner pada PJK dapat disebabkan oleh plak lemak yang menempel pada arteri koroner sehingga penyempitan dan penebalan arteri dapat terjadi. Selain itu, peradangan dan kerusakan pada arteri juga dapat andil dalam risiko PJK. Semakin banyak blokade dan gangguan yang ada, semakin sulit darah melewati arteri koroner dan sampai ke sel sel jantung. Bukan tidak mungkin, darah akan berhenti terpasok total dan pasien mengalami serangan jantung atau infark miokard. Bila tidak segera ditangani, pasien bahkan dapat mengalami gagal jantung yang dapat berakhir pada kematian. 

Pasien PJK dapat mengalami gejala nyeri dada yang menjalar sampai ke punggung, bahu, leher, lengan sisi kiri dan perut sisi kiri. Gejala lainnya juga dapat menunjukkan lemas, sesak nafas, dan irama denyut jantung yang tidak ritmis. Berbagai faktor dapat memengaruhi risiko PJK pada seseorang, seperti usia, jenis kelamin, riwayat penyakit terdahulu dan penyakit keluarga, kebiasaan merokok, dan stress psikologis. Tenaga medis membutuhkan tes seperti elektrokardiogram (EKG), ekokardiogram, uji latih jantung, CT scan, tes lab, atau kateterisasi jantung dalam menegakkan diagnosa PJK serta dapat mengetahui pengobatan paling tepat yang dibutuhkan pasien. Pengobatan yang dapat dijalani pasien berjenjang dari obat obatan seperti penurun kolesterol, aspirin, beta blockers, dan nitrogliserin. Namun, apabila obat obatan dirasa tidak berpengaruh, operasi dapat dikonduksikan. Operasi dilakukan dengan pemasangan stent atau ring yang bertujuan agar arteri dapat tetap terbuka lebar untuk memasok darah ke jantung. Untuk mencegah PJK dapat terjadi, ada banyak cara yang dapat dilakukan, seperti menjaga pola makan yang sehat, olahraga yang cukup, tidur yang teratur, hentikan kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol, dan kelola stress yang baik. 

Berbicara mengenai olahraga, ada banyak sekali manfaat yang ditawarkan dari rajin melakukannya. Dari mencegah berbagai penyakit, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kesehatan mental, meningkatkan kualitas tidur, dan meningkatkan kebugaran tubuh. Olahraga sendiri ada banyak jenisnya. Salah satu klasifikasi olahraga ialah olahraga aerobik dan olahraga anaerobik. Olahraga aerobik ialah olahraga yang membutuhkan oksigen dan melibatkan otot otot besar yang ada di tubuh. Contoh dari olahraga jenis ini adalah jalan santai, berenang, bersepeda, dan lainnya. Jenis olahraga ini cenderung santai dilakukan tanpa adanya kesulitan bernapas. Sebaliknya, olahraga anaerobik ialah olahraga yang tidak membutuhkan oksigen dan bertujuan untuk menguatkan otot otot pada bagian tertentu tubuh. Tubuh manusia akan cenderung mengalami kelelahan saat berolahraga anaerobik. Contoh dari olahraga anaerobik adalah angkat beban dan lari sprint. 

Sebagai usaha preventif PJK, olahraga aerobik dapat dilakukan 5-7 kali dalam seminggu, sedangkan olahraga anaerobik dapat dilakukan 2 kali dalam seminggu dan tidak dilakukan dalam kurun 2 hari berturut turut. Keduanya dilakukan dengan intensitas sedang dan dikombinasikan. Dosis ini hanya dapat dilakukan bagi orang orang yang memiliki risiko rendah penyakit kardiovaskuler. Kategori risiko sedang dihitung menggunakan usia, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga, kadar HDL dan LDL, kadar gula darah, kebiasaan merokok, dan kebiasaan olahraga. Klasifikasi kategori tinggi adalah untuk orang orang yang menderita penyakit kardiovaskuler, kelainan metabolisme, dan penyakit paru paru. Untuk orang dengan risiko sedang hingga tinggi, diharapkan dapat mengkonsultasikannya terlebih dahulu ke dokter. 

Mayoritas dari kategori risiko rendah ini ialah orang orang dengan usia produktif yang memiliki produktivitas tinggi dalam pendidikan, pekerjaan, dan hal lainnya. Terkadang, olahraga bukan menjadi aktivitas utama yang disadari manfaatnya. Kebiasaan tidak berolahraga dapat berlanjut sampai bertahun tahun yang kemudian sudah terlalu terlambat dalam usaha pencegahan PJK. Melihat rentannya tubuh manusia akan PJK, sudah sebaiknya kita melakukan usaha preventif agar terhindar dari risikonya. Mengatur pola hidup yang sehat sudah sepatutnya mulai kita lakukan sebelum terlambat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun