Karya: A mustofa Bisri
Selamat idul fitri, bumi
Maafkan kami
Selama ini
Tidak semesa-mena
Kami memperkosamu
Selamat idul fitri, langit
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak henti-hentinya
Kami mengelabukanmu
Selamat idul fitri, mentari
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak bosan-bosan
Kami mengaburkanmu
Selamat idul fitri, laut
Maafkanlah kami
Selama ini
Kami mengeruhkanmu
Selamat idul fitri, burung-burung
Maafkanlah kami
Selama ini
Memberangusmu
Selamat idul fitri, tetumbuhan
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak puas-puas
Kami menebasmu
Selamat idul fitri, para pemimpin
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak habis-habis
Kami membiarkanmu
Selamat idul fitri, rakyat
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak sudah-sudah
Kami mempergunakanmu.
Mendengar kata "Idul Fitri", hal pertama yang terlintas di pikiran kita pastilah umat Islam, karena Idul Fitri  adalah hari raya yang dirayakan oleh umat Islam setiap tahunnya sebagai wahana untuk saling bermaafan atas kesalahan yang telah dilakukan. Puisi "Selamat Idul Fitri ini membuat kita merasakan nuansa kereligiusan agama Islam ketika baru melihat judulnya pun.Â
Sebelum mengkaji puisi ini lebih jauh, berikut ini pemaparan singkat mengenai pengarangnya yakni A. Mustofa Bisri karena ketika berbicara karya sastra itu tidak lepas dari cerminan hidup pengarangnya. Karya sastra adalah anak kehidupan kreatif seorang penulis dan pengungkapan pribadi pengarang (Seldan, 1985: 52)
Ahmad Mustofa Bisri atau yang lebih dikenal dengan sapaan Gus Mus ini lahir di Rembang, 10 Agustus 1944, ayahnya adalah KH. Bisri Mustofa yang merupakan pengasuh pesantren Raudlatuth Thalibin Rembang. A. Mustofa Bisri menempuh pendidikan di pesantren, sebelum akhirnya ke Al-Qism al'Alie lid Diraasaati 'I-Islamiyah wal 'Arabiyah  Al-Azhar Universitas Kairo, Mesir.Â
Terlahir dalam lingkungan keluarga yang taat beragama, A. Mustafa Bisri selain dikenal sebagai pengarang juga sebagai seorang kiai dan tokoh di Jajaran Rais PBNU.Â
Kegemarannya menulis membuatnya disebut sebagai kiai yang nyeleneh. Â Telah banyak banyak karya sastra yang dihasilkan A. Mustofa Bisri, tidak hanya puisi tetapi juga cerpen. Kumpulan puisi-puisinya yang sudah terbit yaitu: Ohoi (1988), Tadarus (1993), Pahlawan dan Tikus (1995), Rubaiyat Angin & Rumput (Diterbitkan atas kerja sama Majalah Humor dan PT Matra Multi Media, Jakart, Tanpa Tahun), Wekwekwek (1996), Gelap Berlapis-lapis, Negeri Daging (2002), Gandrung, Sajak-sajak Cinta (2007), Aku Manusia (2007), Syi'iran Asmaul Husna (2007), Membuka Pintu Langit (2007) .Â
Dan puisi-puisi yang diterbitkan dalam berbagai Antologi bersama rekan-rekan Penyair, seperti dalam Horison Sastra Indonesia, Buku Puisi, Horison Edisi Khusus Puisi Internasional 2002, Takbir Para Penyair, Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air, Ketika Kata Ketika Warna, Antologi Puisi Jawa Tengah dan lain-lain.Demikianlah, pemapaparan singkat mengenai latar belakang A, Mustofa Bisri, yang terlahir dalam lingkungan kelurga pesantren dan taat beragama, maka wajarlah jika karya-karyanya bersifat religius atau bernuansa Islami, seperti halnya puisi Selamat Idul Fitri tersebut.Â
Untuk memahami isi puisi, salah satu caranya yaitu dengan menganalisis unsur-unsur intrinsik  puisi tersebut. Berikut ini analisis unsur intrinsik puisi Selat Idul Fitri karya A Mustofa Bisri, analisis meliputi tifografi, diksi, imaji (citraan), rasa, nada, tema , dan amanat.Â
Dalam karya sastra, penyair tidak ikut berbicara; yang berbicara adalah seseorang yang disebut Aku atau Subjek Lirik. Dan Aku Lirik bisa bermacam-macam namanya. Dalam puisi Selamat Idul Fitri aku liriknya adalah Kami. Aku lirik Kami mengungkapkan rasa permohonan maaf dan rasa bersalahnya pada alam semesta di momentum Idul Fitri.Â
Tifografi (perwajahan) adalah pengaturan dan penulisan kata, larik atau bait dalam puisi. Puisi Selamat Idul Fitri terdiri dari 5 bait, hampir setiap baitnya terdiri dari 5 larik dan hanya 2 bait yang terdiri dari 4 larik yaitu bait ke-4 dan ke-5. Kata-kata pada larik ke-2 dan ke-3 diulang-ulang pada setiap baitnya, hal itu untuk memberikan penegasan tentang permohonan maaf dan rasa bersalahnya pada momentum Idul FitriÂ
Diksi adalah pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Pemilihan kata-kata pada puisi mencerminkan pemikiran atau pandangan pengarang. Pada puisi Selamat Idul Fitri kata-kata yang digunakan oleh A. Mustofa Bisri yaitu alam semesta yang meliputi bumi, langit, mentari, laut, binatang, tumbuhan dan manusia.Â