Saat Rio mengemudikan mobil tersebut ia menabrak seekor kerbau hingga mati. Pak Nurdin (Pemilik Kerbau) tidak ingin hanya diselesaikan secara minta maaf saja tapi ada tata caranya tersendiri. Â Mereka akhirnya menuju ke Rumah Jorong untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Sesampainya di rumah Jorong, Â Pak Jorong (setingkat RW) Â menanyakan kemauan dari Pak Nurdin. Â Ia menginginkan mereka mengantarkan membeli kerbau ke Pasar. Â Namun Maudy menolaknya dan menginginkan saat itu juga ke Pasar, Â usulan tersebut ditolak Pak Nurdin. Karena Maudy diburu oleh waktu ia mengusulkan agar besok Pak Nurdin disewakan mobil dengan supirnya untuk berangkat ke pasar, namun Pak Nurdin tetap menolaknya. Â
Karena tidak mendapat kesepakatan win-win solution maka Maudy menuruti kemauan Pak Nurdin dengan bermalam dirumahnya agar dapat kepasar keesokan harinya. Adegan tersebut menunjukkan bentuk proses negosiasi meskipun hasil yang didapat win-lose solution karena adanya pihak yang mengalah dalam proses tersebut.  Keterlibatan Pak Jorong  sebagai negosiator membuat suasana menjadi dingin dan tidak bersitegang.
Pada saat mereka membeli kerbau pun juga terjadi proses negosiasi. Setelah Pak Nurdin memilih kerbaunya tampak si penjual melakukan tawar menawar dengan tangan mereka yang ditutup dengan kain sarung. Tradisi ini dinamakan Marosok yaitu sistem jual beli yang menggunakan isyarat tangan. Maudy melihat hal itu terheran-heran dan membuka kain penutup tersebut. Â
Melihat hal tersebut Pak Nurdin memberitahukan harga yang akan disepakati dengan penjual, Â mendengar harganya Maudy langsung menolak dan menawar harga Rp 15 juta karena memang budget nya segitu. Â Si Penjual tidak setuju dengan harga yang ditawarkan Maudy, Â lalu Maudy memberi harga pas tengah-tengah yaitu Rp 17,5juta, kemudian Pak Nurdin dan penjual berunding kembali dan akhirnya kerbau sudah terbeli. Hasil yang didapat para pihak adalah win-win solution, Pak Nurdin berhasil mendapat kerbau dengan harga yang ditawarkan oleh Maudy sehingga saling menguntungkan kedua belah pihak.
Film ini mengajarkan banyak hal, seperti sosok ibu akan selalu ada dalam segala situasi meskipun sang ibu sedang sibuk dengan pekerjaannya. Ditunjukkan saat menuju bagian akhir film ini, Mira marah kepada ibunya yang telah manamparnya lalu ia pergi ke arah hutan. Mira tersesat hingga kakinya terluka terkena ranting saat itulah dia membaca surat ibunya yang ditemukan saat mengantar ibu hamil. Dia memahami betapa sayangnya mami kepada dirinya. Maudy setelah mencari-cari akhirnya menemukan Mira dan memeluk dengan erat.
Tidak hanya mempertontonkan hubungan ibu dan anak saja namun juga diselipkan percintaan dan komedi yang membuat penonton tidak akan merasa bosan. Peran budaya yang kuat diintegrasikan ke dalam lelucon-lelucon film ini membuat film ini mudah dicerna. Namun, akhir dari cerita yang menggantung karena tidak dijelaskan alasan mantan suami Maudy yang ternyata masih hidup. Akan tetapi, konflik-konflik yang ada di film ini telah diselesaikan dengan cara negosiasi sehingga hubungan ibu dan anak ini menjadi lebih hangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H