Kemajuan teknik operasi saat ini semakin canggih saja. Bila dulu dokter sebagai operator bersiap bekerja penuh 100% dalam suatu prosedur tindakan, sekarang sudah dikembangkan bantuan kerja mesin yang dapat mempermudah langkah-langkah tertentu. Inovasi teknik-teknik operasi ini sebenarnya merupakan kabar yang sangat baik untuk kita semua.
Kemungkinan masalah kesehatan yang awalnya tidak terbayang dapat ditangani, kini jadi ada harapan untuk diselamatkan. Namun, pertanyaannya cuma satu; segala kemajuan dan perkembangan operasi ini, siapa yang dapat menjamin keamanannya?
Dalam bidang kesehatan mata, tindakan LASIK kini termasuk yang paling banyak disebut-sebut baik dalam berbagai iklan promosional, ulasan, serta testimonial pasien yang puas akan hasilnya. Bagi yang belum pernah mendengar, LASIK adalah suatu metode operasi dengan bantuan mesin laser yang bertujuan mengoreksi kontur permukaan mata untuk menghilangkan masalah-masalah refraksi seperti mata minus tinggi.
Jadi bagi sebagian orang yang sudah merasa tidak nyaman dengan kacamata tebal dan lensa kontak lepas pasang, jelas saja tindakan ini bagaikan jawaban yang lama dinanti-nanti.
LASIK sebenarnya telah dilakukan secara luas selama kurang lebih 30 tahun. Di Indonesia sendiri, metode LASIK pertama kali dibawa oleh Jakarta Eye Center pada tahun 1995 dan sampai saat ini senantiasa dikembangkan mengikuti standar teknologi-teknologi terbaru di seluruh dunia. Berangkat dari fakta ini saja, benarkah bisa dikatakan prosedur LASIK belum terbukti aman?
Berikut saya kumpulkan beberapa kesimpangsiuran informasi mengenai LASIK dan data sebenarnya dari sumber yang valid.
1. Proses laser pada tindakan LASIK terasa sangat nyeri
Energi dari mesin laser yang mengenai permukaan mata kita justru akan menyebabkan mata kita kebal terhadap sensasi/rangsang eksternal selama beberapa waktu, sehingga sangat jarang kita dapat merasakan sakit. Keluhan subjektif tersering yang dilaporkan hanyalah sensasi tidak nyaman atau seperti ada benda asing yang mengganjal.
2. LASIK sepenuhnya dikerjakan oleh mesin, sehingga pilihan dokter dan rumah sakit/klinik tempat mengerjakan tidak berpengaruh terhadap hasil operasi
Kepanjangan LASIK adalah Laser-assisted In Situ Keratomileusis, yang secara sederhana bermakna bahwa tindakan ini dibantu oleh laser. Peran utama dalam berlangsungnya operasi ini tentu saja tetap ada pada keahlian dan kemahiran dokter yang mengoperasikan mesin laser tersebut. Hal ini juga berlaku sama terhadap pemilihan tempat dilakukannya operasi -- pilihlah tempat yang memang sudah terpercaya kualitasnya dengan jaminan teknologi termutakhir demi meningkatkan kepuasan pasien sebagai konsumer.
3. Setelah LASIK, saya tidak perlu memakai kacamata lagi dan saya resmi terbebas dari mata minus
Sayangnya, LASIK memang tidak menjamin minus mata kita akan hilang 100% tak berbekas. Sebelum dilakukan LASIK, dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan untuk mengetahui kondisi mata kita dan perkiraan hasil dari tindakan ini. Dokter akan mengkomunikasikan apabila ada kondisi kesehatan lain yang sekiranya juga dapat berpengaruh terhadap hasil LASIK.
Hal ini sebaiknya dikomunikasikan sejelas-jelasnya untuk menghindari adanya kemungkinan perbedaan persepsi keberhasilan tindakan operasi. Meskipun demikian, berdasarkan studi tahun 2016, tingkat kepuasan pasien terhadap prosedur LASIK bahkan mencapai angka 90% di tahun ke-3 pasca operasi dan mereka dengan senang hati telah merekomendasikan LASIK pada keluarga dan teman yang membutuhkan.
4. Banyak sumber mengatakan efek samping LASIK bertahan lama dan sangat mengganggu, terutama karena silau dan mata terasa peri
Tulisan-tulisan lainnya mengenai LASIK mungkin banyak menyebutkan "dry eye syndrome" atau sindroma mata kering sebagai salah satu efek samping tidak nyaman yang mungkin terjadi. Faktanya, keluhan akan efek-efek samping tersebut relatif ringan (hanya 1-3% responden tahun 2017 yang melaporkan keluhan dalam kategori berat) dan cenderung menurun dalam kurun waktu 3 -- 6 bulan pasca operasi bahkan dapat hilang seutuhnya.
Studi lainnya yang merekrut para pilot pesawat sebagai sampel penelitian, melaporkan bahwa penglihatannya di malam hari mengalami perbaikan signifikan setelah menjalani LASIK dibandingkan dengan saat masih menggunakan kacamata.
Dan poin terakhir yang cukup menggelitik dan akhirnya mendorong saya untuk mengangkat tulisan ini adalah tersebarnya desas-desus, kira-kira begini bunyinya...
"Kalau LASIK itu benar aman, kenapa banyak dokter masih pakai kacamata dan tidak semuanya di-LASIK saja?"
Dari sekitar 250 orang dokter yang dilakukan survei secara acak, ternyata sebesar 65,7% telah menjalani LASIK. Kemudian, sebesar 91% dari seluruh responden telah merekomendasikan prosedur ini kepada keluarga terdekat. Alasan ketiga, karena tidak ada yang tahu alasan seseorang menggunakan kacamata. Mungkin sebagai alat pelindung diri, mungkin untuk penampilan, mungkin untuk kedewasaan... Siapa yang tahu?
Sebagai penutup, izinkan saya menekankan bahwa LASIK termasuk prosedur medis elektif ter-aman dan tersukses, dengan tingkat kepuasan pasien yang tinggi. Saat ini, studi mengenai LASIK juga merupakan salah satu studi yang terbanyak dikembangkan untuk merumuskan inovasi-inovasi terbaru dalam aspek teknik operasi dan penyempurnaan mesinnya. Dalam 10 tahun terakhir, tren keberhasilan prosedur LASIK mengalami peningkatan dengan efek samping sangat minimal.
Bila saat ini anda atau orang terdekat anda sedang mempertimbangkan melakukan LASIK demi keperluan kesehatan, kosmetika, melamar pekerjaan, mendaftar sekolah, dan lain-lain -- Â besar harapan saya, anda dapat secara objektif mencari bukti-bukti pasca operasi yang valid dan tidak terseret hoax di bidang kesehatan. Lakukan research secara mendalam agar tahu apa yang anda butuhkan dan apakah prosedur ini merupakan jawaban terbaik untuk masalah anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H