Digitalisasi merupakan sebuah perubahan zaman dimana prosesnya mengubah semua aktivitas manusia yang awalnya tidak menggunakan internet dan media elektronik menjadi maskimal dalam menggunakan teknologi, dengan kemajuan digitalisasi tentu berbagai informasi bisa kita akses dengan mudah melalui genggaman kita bukan ? Melalui handphone dan komputer kita, kita dapat mengakses berbagai informasi yang luar biasa banyak dengan akses ke internet.
Menurut Sukmana dalam Erwin (2020), digitalisasi adalah proses media dari bentuk tercetak, audio, maupun video menjadi bentuk digital. Digitalisasi dilakukan untuk membuat arsip dokumen bentuk digital. Digitalisasi memerlukan peralatan seperti komputer, scanner, operator media sumber dan software pendukung.
Nah menurut Erwin proses digitalisasi paling berpengaruh terhadap perubahan bentuk media cetak dan dokumen, jika kita berbicara tentang media cetak tentu buku merupakan sebuah media cetak yang berisikan berbagai informasi, cerita dan pembelajaran yang sangat berguna untuk masa depan kita maupun orang lain karena buku bisa menjadi sebuah karya abadi bagi seorang penulis baik itu dicetak maupun digitalisasi
Setiap perkembangan teknologi pasti ada yang menguntungkan dan merugikan mari kita bahas dari hal yang merugikan terhadap digitalisasi, Pada perkembangan digitalisasi, terdapat beberapa dampak negatif yang bisa mempengaruhi literasi peserta didik, antara lain:
Informasi yang tidak terverifikasi: Dalam era digital, informasi mudah diakses dengan cepat melalui internet. Namun, tidak semua informasi di internet dapat dipercaya. Peserta didik dapat mengalami kesulitan membedakan informasi yang valid dan terpercaya dari informasi yang tidak terverifikasi atau bahkan palsu. Hal ini dapat mengakibatkan kesalahan dalam memahami dan menafsirkan informasi.
Pendekatan yang dangkal: Dengan tersedianya informasi dalam jumlah besar dan akses yang mudah, peserta didik cenderung mengonsumsi informasi dengan cara yang dangkal. Mereka mungkin hanya membaca judul atau ringkasan saja tanpa membaca isi secara menyeluruh atau melakukan refleksi yang mendalam. Hal ini dapat menghambat pengembangan pemahaman yang mendalam serta keterampilan analitis peserta didik.
Ketergantungan pada teknologi: Digitalisasi juga dapat menyebabkan peserta didik terlalu mengandalkan teknologi dalam memperoleh informasi dan tidak mengembangkan keterampilan literasi tradisional, seperti membaca buku fisik atau menulis secara manual. Hal ini dapat menyebabkan kekurangan dalam memahami konten yang lebih kompleks dan mengurangi kecakapan dalam menulis atau berkomunikasi secara efektif.
Distraksi dan kurangnya fokus: Penggunaan teknologi digital dapat mengakibatkan peserta didik terjebak dalam lingkaran distraksi yang tidak berujung, seperti media sosial, permainan online, atau hal-hal lain yang mengalihkan perhatian dari kegiatan literasi. Hal ini dapat mengurangi waktu dan energi yang dialokasikan untuk membaca, menulis, atau mengembangkan keterampilan literasi lainnya.
Ketidakseimbangan antara konten digital dan media cetak: Dalam era digital, penggunaan media cetak seperti buku seringkali menjadi kurang populer. Hal ini dapat mengakibatkan peserta didik kehilangan kebiasaan membaca buku fisik yang membantu dalam pemahaman yang lebih baik, keterampilan analitis, berimajinasi, dan sikap reflektif yang lebih dalam.
Oleh karena itu, penting bagi pendidik dan orang tua untuk memperhatikan penggunaan teknologi digital dalam literasi peserta didik dan mengajarkan mereka keterampilan kritis untuk memilah, mengevaluasi, dan menginterpretasikan informasi dengan bijak.
Sebaliknya dampak positif dari digitalisasi sebagai berikut Samarinda, Ditjen Aptika – Salah satu dampak positif dari literasi digital dalam dunia pendidikan yaitu dapat membantu proses pembelajaran. Baik bagi tenaga pengajar maupun peserta didik.
“Literasi digital dapat membantu proses pembelajaran dalam dunia pendidikan. Bagi tenaga pengajar, literasi digital dapat berfungsi sebagai bekal untuk dapat membedakan sumber-sumber belajar yang benar, signifikan, dan dapat memberikan manfaat,” terang Ketua Tim Literasi Digital Sektor Pendidikan Kementrian Kominfo Republik Indonesia, Bambang Tri Santoso saat mengisi kegiatan Literasi Digital Sektor Pendidikan untuk SMK di Kota Samarinda, Senin (20/2/2023).
Selain itu, lanjut Bambang, literasi digital dapat membuka peluang bagi guru dan dosen agar lebih produktif dalam menciptakan media ajar digital.
“Selain tenaga pengajar, literasi digital juga memberikan dampak positif kepada peserta didik, mulai dari siswa pendidikan dasar, pertama, atas, dan tinggi. Literasi digital mempermudah mereka mencari data dan informasi dari berbagai media sebagai bahan pembelajaran,” terang Bambang.
Menurut Bambang, perolehan akses informasi yang lebih luas dapat memberikan kesempatan dan peluang yang lebih besar, menyeluruh, efisien, dan akurat bagi semua kalangan. Hal tersebut membuat ketimpangan informasi dapat diminimalisir dengan optimal.
“Perubahan-perubahan positif tentang teknologi digital diharapkan dapat dimanfaatkan dan dipergunakan dengan baik, termasuk pada dunia pendidikan,” tambahnya.
Pada kesempatan tersebut, dirinya menjelaskan bahwa saat ini Kementerian Kominfo melalui Ditjen Aplikasi Informatika membagi kegiatan literasi digital kedalam tiga segmentasi ,yaitu masyarakat umum, pendidikan dan pemerintahan.
“Segmentasi tersebut bertujuan untuk memasifkan gerakan nasional literasi digital, sehingga target 50 juta orang terpapar literasi dapat dicapai pada tahun 2024. Untuk itu, masayarakat dituntut harus paham akan literasi digital khususnya di era modern 4.0 ini,” tutupnya.
Dengan program kerja Pojok literasi disekolah yang memanfaatkan perpustakaan sekolah dengan maksimal kita dapat menghidupkan kembali budaya membaca peserta didik disekolah dengan memberikan waktu 15-20 menit membaca buku bersama lalu mencatat hasil dari yang mereka baca, karena digitalisasi peserta didik menjadi semakin malas dalam membaca buku terutama peserta didik jenjang SD mereka lebih tertarik untuk berliterasi disosial media seperti tiktok, YouTube, dan Instagram melihat dan mendapatkan informasi yang kurang bermanfaat untuk dirinya
Pojok baca merupakan pemanfaatan sudut ruang kelas sebagai tempat koleksi buku dari para siswa di tiap-tiap kelas (Nugroho, 2016: 145). Pengenalan siswa ke pojok bacaan kelas diharapkan bisa menanamkan budaya membaca sejak dari kelas awal. Mengingat budaya baca penduduk Indonesia yang masih tergolong rendah sudah seharusnya lembaga pendidikan berupaya menciptakan pojok baca sebagai pemanfaatan sudut ruang kelas sebagai tempat koleksi buku di tiap-tiap kelas. Pojok baca ini diharapkan dapat merangsang peserta didik untuk lebih gemar membaca dan melakukan aktivitas lain yang dapat megembangkan potensi dan daya pikir mereka. Buku-buku yang terdapat pada rak buku pojok baca di kelas, diambil dari perpustakaan yang diganti sekali dalam tiga hari. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang guru kelas mengatakan “pojok bacaan kelas ini dibuka setiap hari, guru kelas berkewajiban melakukan aktivitas siswa di pojok bacaan ini setiap paginya.” Diharapkan dengan adanya pojok bacaan ini, siswa dapat lebih aktif dalam pembelajaran lainnya.
Sehingga dengan program ini dapat menghidupkan kembali budaya membaca peserta didik dengan optimal disekolah masing-masing dengan memanfaatkan perpustakaan sekolah yang ada serta buku-buku yang ada dalam perpustakaan tersebut. Program pojok literasi dapat dilakukan di jenjang SD sampai dengan SMA/SMK karena lemahnya literasi terjadi di jenjang tersebut karena pengaruh digitalisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H