Mohon tunggu...
Ayu Pertiwi
Ayu Pertiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Pertahanan RI

Pecinta film dan suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kebijakan Energi Pertahanan Korea Selatan

9 Mei 2023   23:34 Diperbarui: 9 Mei 2023   23:51 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korea Selatan merupakan salah satu negara yang sedang mengalami masalah dalam hal keamanan energi. Korea Selatan masih sangat bergantung pada impor energi, terutama bahan bakar fosil dari negara tetangga seperti China dan Jepang. 

Korea Selatan bergantung pada impor untuk lebih dari 90% pasokan energi primernya, dan impor energi menyumbang sekitar seperempat dari total impor negara tersebut (James E. Platte, 2022). 

Hal tersebut membuat pemerintah Korea Selatan menjadikan keamanan energi menjadi prioritas utama dan berupaya untuk beralih ke system energi yang rendah karbon dan berkelanjutan. Beberapa aspek utama dari kebijakan energi Korea Selatan adalah sebagai berikut:

  • Energi Terbarukan: Korea Selatan telah menetapkan target untuk menghasilkan 20% listriknya dari sumber energi terbarukan pada tahun 2030. Pemerintah telah mengenalkan berbagai kebijakan dan insentif untuk mempromosikan pengembangan energi terbarukan, termasuk tenaga surya dan angin. Pada saat pemerintahan Presiden Moon Jae In, Korea Selatan secara khusus menekankan energi terbarukan dan energi hydrogen untuk menggantikan bahan bakar fosil. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan mereka yaitu mengurangi impor energi energi dan emisi karbon.
  • Energi Nuklir: Energi nuklir merupakan bagian penting dari bauran energi Korea Selatan. Energi nuklir merupakan sumber daya utama energi Korea Selatan, dimana energi ini menyediakan 29% dari listrik negara tersebut. Pembangkit listrik tenaga nuklir Korea Selatan memiliki total kapasitas sebesar 20,5 GWe dari 23 reaktor, dimana ini setara dengan 22% dari total kapasitas pembangkit listrik Korea Selatan. Pada tahun 2021, industry nuklir Korea Selatan termasuk di antara enam negara teratas di dunia dalam hal reactor yang dapat dioperasikan, kapasitas listrik bersih, dan listrik yang disalurkan. Akan tetapi, Korea masih mengimpor uranium yang merupakan bahan baku nuklir ini dikarenakan tidak adanya tambang uranium dalam negeri serta adanya kekhawatiran dari masyarakat tentang keselamatan dan kelangsungan jangka Panjang industry nuklir. Oleh karena itu, pemerintah Korea Selatan sempat menghapus kebijakan energi nuklir tersebut. Pada tahun 2022 dengan pemerintahan yang baru, Korea Selatan membalikkan kebijakan penghentian nuklir tersebut. Namun, sector ini membutuhkan lebih banyak stabilitas dan dukungan agar dapat berkontribusi secara signifikan terhadap upaya Korea Selatan untuk mencapai ketralitas karbon dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil. Pemerintah telah menetapkan tiga target yang harus dicapai oleh industry nuklir Korea Selatan pada tahun 2030, yaitu menyumbang 30% listrik negara, mengekspor 10 pembangkit listrik tenaga nuklir, dan mengembangkan reactor modular kecil yang unik (SMR). Pemerintah juga secara finansial akan meningkatkan pendanaan untuk proyek-proyek penelitian dan pengembangan nuklir serta melakukan kerja sam dengan mitra energi nuklir tertua Korea Selatan, yaitu Amerika Serikat agar target tersebut bisa tercapai.
  • Emisi karbon: Korea Selatan telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 24,4% di bawah tingkat bisnis biasanya pada tahun 2030. Pemerintah sedang menerapkan berbagai Langkah untuk mencapai target ini, termasuk cap-and-trade untuk emisi dari fasilitas industry besar.

Korea Selatan juga memiliki kebijakan energi untuk sector pertahanan mereka. Pemerintah memastikan keamanan negara, terutama dalam menghadapi krisis atau gangguan pasokan energi dengan membuat kebijakan pertahanan energi yang komprehensif. Hal tersebut dilakukan karena Korea masih bergantung secara eksklusif pada pengiriman bahan bakar fosil melalui jalur laut serta Korea tidak memiliki koneksi jalan raya, kereta api atau pipa ke daratan Asia dalam memasok bahan bakar energi tersebut. 

Salah satu cara yang dilakukan Korea Selatan dalam kebijakan pertahanan energinya adalah dengan mendiversifikasi sumber pasokan bahan bakar fosil. Korea mengimpor hampir 69% minyak dan gas dari negara-negara Timur Tengah, dan telah berusaha meningkatkan impor gas alam dari negara lain seperti Amerika Serikat, Australia dan Rusia. Diversifikasi pemasok bahan bakar fosil diharapkan dapat meningkatkan ketahanan energi dengan kemampuan untuk merespons perubahan jangka pendek dan jangka panjang pada pasar bahan bakar fosil. 

Selain itu, Korea Selatan telah mendirikan Pusat Keamanan Siber Energi untuk mengawasi dan menanggapi serangan siber terhadap system energi negara serta melakukan kerja sama dengan negara sekutu seperti Amerika Serikat dengan berpartisipasi dalam Latihan militer untuk melindungi infrastruktur negara.

Secara keseluruhan, kebijakan energi dan kebijakan energi pertahanan Korea Selatan mencerminkan komitmen untuk mencapai target yang dituju dengan selalu memastikan keamanan energi selalu terjaga dengan baik.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun