Mohon tunggu...
Ayu Ulfa Dewi
Ayu Ulfa Dewi Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar sepanjang hayat

Bisakah aku menjadi Avatar?

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Taj Mahal, Kisah Cinta atau Mitos?

29 Oktober 2016   20:38 Diperbarui: 29 Oktober 2016   20:56 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai pecinta bollywood dan India, saya merasa penting untuk menyampaikan curhatan tentang bangunan megah yang pernah menjadi salah satu keajaiban dunia, yang katanya merupakan simbol cinta abadi, dan bagi saya merupakan hal tercantik dari India, yaitu Taj Mahal. Bangunan ini sampai sekarang masih menjadi perdebatan, apakah Taj Mahal sebuah masjid, makam, atau bahkan kuil?

Sebelum membahas apa sebenarnya Taj Mahal, yuk mari menelisik sedikit mengenai sejarahnya. Sesuai sumber yang ada, Taj Mahal dibangun pada abad ke-16 di Agra, tepatnya pada zaman kepemimpinan Shah Jahan, Sultan Mughal. Kerajaan Mughal merupakan kerajaan Islam terbesar di India. Shah Jahan dikenal sebagai raja yang bijaksana dan penuh toleransi terhadap perbedaan agama yang ada di India, di mana mayoritas penduduk India adalah kaum Hindu.

Konon katanya, Taj Mahal dibangun oleh Shah Jahan untuk mengenang istrinya yang bernama Arjumand Banu Begum, yang meninggal ketika melahirkan anaknya yang ke-14. Shah Jahan memberikan gelar kepada istri tercintanya dengan nama Mumtaz Mahal, mungkin dari gelar inilah mengapa bangunan cantik ini dinamakan Taj Mahal. Saking cintanya Shah Jahan kepada Mumtaz, ia rela membangun sebuah bangunan untuk makam istrinya dan menghabiskan harta kerajaan serta nyawa ribuan rakyat karena terobsesi membuat bangunan yang seindah surga. 

Cerita mengenai kisah cinta Shah Jahan sangat disukai dan dibanggakan oleh rakyat India, terbukti dengan adanya film dan beberapa novel yang berusaha untuk menceritakan kembali bagaimana kisah cinta yang melatarbelakangi berdirinya Taj Mahal. Adapun film yang menceritakan sejarah bangunan cantik ini adalah film berjudul Taj Mahal, yang dirilis tahun 1963 dan disutradari oleh M. Sadiq. Film ini mengisahkan kisah cinta yang romantis antara Sahah Jahan dan Mumtaz Mahal. Film Taj Mahal mendapatkan tiga penghargaan pada tahun 1964, yaitu Filmfare Award for The Best Lyricist, Filmfare Award for The Best Music Director, dan Filmfare  Award for The Best Female Playback Singer (nominasi). 

Novel-novel yang dapat digunakan pecinta atau penikmat India untuk meraba-raba bagaimana kondisi India ketika zaman Mughal diantaranya adalah novel karya John Shors, dengan judul asli "Beneath A Marble Sky : A Novel of Taj Mahal" yang kemudian diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan judul "Taj Mahal : Kisah Cinta Abadi". Novel ini mencoba mengisahkan sejarah Taj Mahal melalui kaca mata Jahanara, anak perempuan Shah Jahan dan Arjumand yang harus berseteru dengan saudaranya sendiri untuk mempertahankan kerajaan Mughal. Kisah cinta dan perselingkuhan, intrik kerajaan, dan perang saudara digambarkan dengan alur yang akan membuat pembaca menggebu untuk mengetahui akhir cerita.

Novel kedua berjudul "Taj" karya Timeri N Murari, yang menulis sejarah Taj Mahal melalui sudut pandang seorang Arjumand Banu Begum. Kemudian novel trilogi Taj Mahal karya Indu Sundaresan, ia mengisahkan para wanita yang mempunyai peran penting dalam berdirinya bangunan indah ini, yaitu Mehrunnisa, Nur Jahan, dan Jahanara. Trilogi ini malah tidak menampilkan Arjumand sebagai tokoh sentral dalam ceritanya, berbeda dengan novel-novel sebelumnya yang selalu menjadikan Arjumand sebagai inti cerita. 

Namun setelah melihat film dan membaca novel-novel di atas, sangat saya sarankan untuk melihat penelitian terbaru yang dilakukan oleh arkeolog dari Inggris bernama Prof. P.N Oaks dan BBC. Dalam penelitian itu, Prof. Oaks menyampaikan bahwa Taj Mahal bukanlah sebuah makam, ia berpendapat bahwa selama ini dunia telah ditipu dengan kisah cinta Shah Jahan dan Mumtaz Mahal.

Dengan data-data yang disampaikan, Taj Mahal sesungguhnya bukan sebuah makam yang dibangun untuk Mumtaz, ia adalah sebuah bentuk dari kuil kuno  Dewa Siwa yang diketahui bernama kuil Tejo Mahalaya. Kuil tersebut direbut oleh Shah Jahan dari seorang Raja Jaipur, bernama Jai Singh dan menjadikannya sebuah makam untuk Mumtaz Mahal. Prof. Oaks juga menyangkal bahwa nama Taj Mahal bukan diambil dari gelar Arjumand, Mumtaz Mahal.

Tes karbon yang dilakukan pada pintu bangunan Taj Mahal menyatakan bahwa bangunan berusia 300 tahun sebelum pemerintahan Shah Jahan. Seorang pengunjung dari Eropa bernama Johan Albert Mandelslo pada1638 (tujuh tahun setelah kematian Arjumand) membuat sebuah catatan tentang Agra pada masa pemerintahan Shah Jahan, namun tidak pernah menyebutkan adanya pembangunan Taj Mahal.

Tulisan Peter Mundy, pengunjung dari Inggris (kurang dari setahun setelah kematian Arjumand) menceritakan bahwa Taj Mahal bukanlah bangunan yang diperhatikan ketika masa Shah Jahan. Prof. Oaks juga menemukan ornamen-ornamen Hindu yang ada di dalam Taj Mahal, bahkan masih ada ruang yang dilarang untuk dibuka, Prof. Oaks mencurigai bahwa di dalam ruangan-ruangan yang terkunci ada bukti-bukti peninggalan Hindu. Untuk mengetahui pendapat Oaks secara lengkap, anda bisa kunjungi https://www.youtube.com/watch?v=4HGzWPL3f84

Setelah melihat film dan membaca novel Taj Mahal dan mengagumi bagaimana indahnya kisah cinta Shah Jahan dan Arjumand, kemudian anda melihat pernyataan yang diberikan oleh Prof. Oaks, rasanya seperti diberi harapan palsu oleh orang yang kita cintai. Setelah diajak terbang melayang-layang tinggi di langit yang indah kemudian anda dijatuhkan dengan kerasnya ke tanah berlumpur. Kecewa pastinya, sambil menendengarkan judul lagu Cita Citata "Sakitnya Tuh di Sini" (sambil megang kemoceng).

Adapun pesan dari tulisan ini adalah bahwa sebaiknya jangan mencintai atau membenci dengan berlebihan, karena jika tidak sesuai harapan akan menimbulkan kekecewaan yang mendalam bahkan bisa mengubah rasa cinta menjadi benci atau sebaliknya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun