Gue masih diem. Merhatiin cincin manis yang ngelingkarin jari manis.
"Jingga, kok kamu diem?" Ringgo Mulai pensaran. "Kamu nolak aku?"
"Maaf pak. Iya kayaknya status dosen bapak itu akan mempengaruhi hubungan kita. Saya gak bisa." Gue ngomong pelan-pelan. Setenang mungkin.
Ringgo sekarang yang gantian diem. Sepuluh menit gue didiemin sama dia. "Kamu bener, kita beda. Kamu masih terlalu muda buat aku."
Ya ampun, gue masih terlalu muda dia bilang? Padahal beda umur gue sama dia cuma empat taun. Umur 21 Ringgo berhasil lulus dari Oxford dan langsung ngelamar jadi dosen di kampus gue. Dia dosen termuda, terganteng dan tebaik.
"Yaudah, ini yang terbaik. Aku pergi dulu. UTS kamu udah kamu gak apa-apa gak ikut uts. Kerjain tugas halaman 45-48 aja. Kumpulin dimeja saya kalo udah."
Ringgo berusaha berdiri. Dia kuat-kuatin buat berdiri tapi pas dia mau pergi, "Pak Dosen, Boleh Saya Jatuh Cinta Pada Anda? Gak peduli sama status dosen atau mahasiswa yang kita sandang." Kata gue sebijak mungkin.
Ringgo diem. Apa dia udah keburu badmood dan mutusin buat ngebatalin penembakan gue barusan. Kalo kayak gitu gimana? Gue mao gigit jari.
"Jingga..."
Ringgo balikin badannya. Gue harap-harap cemas.
"I Love You Honey."