Stasiun Jatibarang, 1995
9 tahun usiaku, sudah saatnya turut dalam pertempuran berebut posisi
Mengikuti perintah sang jenderal kehidupan, dalam balutan doa sang dewi
Gerbong kereta ekonomi meliuk bak sang naga besi menjemput para kesatria
Kesatria yang merindu rumah, menjemput ketupat lebaran
Kesatria bertemu kesatria, pemenang ditentukan oleh taktik dan takdir
Naga besi berhenti dihadapan, segera dalam kerumunan
Saling sikut, saling dorong, lupa cara mengalah
Dengan aba-aba sang jenderal dan genggaman tangan sang dewi
Kukumpulkan segenap tenaga, menerobos badan kekar dan besar
Menuju pintu sempit yang tak terlihat celahnya
Dalam gerbong naga besi
Para kesatria saling berhimpit
Menebar pandangan, tak lupa bertanya ke para penghuni bangku
"Turun di stasiun mana? "
Mendapati tujuan penghuni bangku lebih dekat, jelas sudah area yang hendak direbut
Maka perjuangan berikutnya adalah menyelami arti kesabaran
Kesabaran tak pernah tanpa perjuangan
Menunggu giliran menikmati bangku
Berhimpitan dan terdorong para pengais rezeki yg menjajakan jualannya
Cel - pecel, air-air, Cang-kacang, selondok-selondok, hingga jasa pijit tersedia
Begitulah hiburan di dalam perut naga besi yang melaju kencang namun sering mengalah
Hingga jam kedatangannya tak pernah pasti, antrian naga besi ekonomi selalu terbuncit
Rupanya, diskriminasipun menjamah para naga besi kala itu
Romantika cerita cinta tercipta dalam peperangan
Menyelami ketidaknyamanan menjadi kisah klasik
Kisah klasik yang menebarkan kehangatan ketika mengingatnya
Betapa hidup adalah tentang bersyukur
Dalam perut naga besi kala itu
Tak ada gawai, saling bertukar cerita sesama kesatria sebagai pembunuh kebosanan
Muda-mudi yang saling bertatap, berkenalan dan berharap panah cupid menembus mereka
Aku dalam buaian sang dewi, setelah memenangkan bangku
Ingatanku mulai melukis memori kisah kasih di dalam perut naga besi
Lalu kusimpan dalam kotak cantik berhias pita merah jambu, bukan cokelat hanya bukti perjuangan tanda kasih
2022
Lukisan memori dalam kotak cantik berhias pita merah jambu itu tiba-tiba terbuka
Aku terduduk di bangku naga besi berpendingin udara, bangku empuk, tak ada suara bising para penjaja jajanan
Tak ada tawa riuh para kesatria yang bertukar cerita
Kenyamanan yang sunyi
Para kesatria bercengkerama dengan gadgetnya berjuang melawan sepi mencoba membasuh lelah
Menjemput kerinduan pada yang sama
'Ketupat lebaran'
Naga besi bersandar di stasiun Tugu
Rupanya waktu telah mengubah segalanya kecuali rasa cinta dan kerinduan yang tetap sama