Mohon tunggu...
Ayu Sipayung
Ayu Sipayung Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Hobi menulis sejak kecil

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Surabi Bandung: Keberlanjutan Perdagangan Makanan Tradisional di Tengah Modernisasi

24 November 2024   09:07 Diperbarui: 24 November 2024   09:08 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Selain itu, ada pula pedagang surabi yang menyajikan hidangan ini dalam ukuran lebih kecil, menjadikannya camilan yang mudah dibawa ke mana-mana. Bentuk mini ini juga memungkinkan surabi untuk menjadi oleh-oleh yang praktis bagi para wisatawan atau masyarakat Bandung yang ingin menikmati makanan tradisional dengan cara yang lebih modern.

Dengan demikian, meski sudah ada variasi rasa baru yang lebih berani, surabi tetap mempertahankan inti dari cita rasanya yang sederhana. Hal inilah yang membuat surabi tetap relevan meskipun dunia kuliner Bandung sudah banyak berubah. Inovasi yang dilakukan pedagang surabi lebih kepada memperkaya pengalaman kuliner tanpa menghilangkan karakteristik asli yang sudah ada sejak lama.

Surabi, Makanan Tradisional yang Tidak Tergantikan

Bagi sebagian orang Bandung, surabi bukan hanya sekadar makanan, tetapi sebuah simbol dari keberlanjutan tradisi kuliner yang tak lekang oleh waktu. Di tengah gempuran makanan kekinian yang kerap muncul dan hilang, surabi tetap memiliki tempat yang istimewa di hati masyarakat Bandung. Dengan sentuhan inovasi yang tetap mempertahankan rasa tradisional, surabi membuktikan bahwa makanan sederhana dengan cita rasa yang otentik tidak perlu mengikuti tren untuk tetap eksis. Dalam dunia kuliner yang terus berkembang, surabi tetap menjadi bagian dari warisan yang terus hidup dan memberi makna bagi generasi-generasi selanjutnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun