Mohon tunggu...
Ayu Sintha
Ayu Sintha Mohon Tunggu... PNS -

Life for the present n future time n not living for the past.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ritual Adat Tiwah, Wara, dan Ijambe di Kotaku

7 Mei 2015   16:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:17 1000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembahasan mengenai  Upacara Tiwah ini banyak sekali baik yang tertulis maupun lisan. Tahun 1996 dulu saya pernah membuat karya tulis tentang judul ini di mana sebagai syarat kelulusan saya untuk mata pelajaran IPS ketika saya kelas 3 SMU. Pada saat itu saya membuatnya berdasarkan Library Research atau studi pustaka saja yang didasarkan pada buku "Kalimantan Membangun" dari Pak Tjilik Riwut dan "Kembang Rampai Nusantara", saya lupa penulisnya dan pengamatan saya menghadiri acara Tiwah juga. Tetapi saya ingin bercerita tentang Upacara Tiwah ini dari beberapa sumber lain bahwa ada terdapat perbedaan antara Tiwah di beberapa kabupaten di provinsiku.

Tiwah merupakan salah bentuk kebudayaan dari suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah, yang mana Upacara “Tiwah” ini wajib dilakukan oleh setiap keluarga Dayak yang mempunyai keluarga yang sudah meninggal dan beragama Hindu Kaharingan. Sehingga Upacara Tiwah ini perlu diadakan sekali untuk mengantar jiwa (roh) atau Liau dari orang yang sudah mati ke tempat peristirahatan terakhirnya. Menurut Bapak Dunis Iper, dalam Kamus Bahasa Dayak Ngaju-Indonesia (2009:756), menjelaskan bahwa “Tiwah merupakan salah satu upacara ritual keagamaan yang tertinggi, yaitu pengantar arwah (roh) orang-orang yang telah meninggal dunia menuju tempat yang kekal.

Pendapat lain menurut seorang tokoh Dayak dari Desa Tumbang Samba yakni seorang mantan Damang Adat bahwa Upacara Tiwah ialah suatu proses pelaksanaan untuk mengantarkan roh ke Lewu Tatau dan Tiwah ini merupakan upacara paling akhir dalam ritus kematian masyarakat Dayak. Walaupun ada berbagai/bermacam-macam pendapat tentang definisi Upacara Tiwah, tetapi dapat ditarik satu makna bahwa Upacara Tiwah merupakan bagian dari kepercayaan Suku Dayak Ngaju, khususnya masyarakat yang masih menganut agama Hindu Kaharingan.

Nama lain dari Tiwah sendiri dikenal dengan Wara ataupun Ijambe. Pelaksanaan Tiwah bisa berbeda di setiap wilayahnya. Ketika saya masih SMP saya pernah menghadiri Upacara Tiwah di Desa Sei Gohong, Tangkiling, Kecamatan Bukit Batu. Saya menyaksikan pemindahan tulang-belulang dari salah satu keluarga ke dalam Sandung, kebetulan keluarga saya hadir di sana atas undangan sepupu saya, yang sedang meniwahkan orangtua dari istrinya. Hampir setiap hari keluarga saya berkunjung ke sana, selama 1 minggu. Tetapi yang tidak saya lupakan ketika acara "Hajamuk" atau"Hakasai", yang mana beras sudah direndam lama sampai beberapa hari dan sudah hancur dioleskan ke wajah tamu, keluarga maupun penonton dari acara Tiwah tersebut.

[caption id="attachment_415746" align="aligncenter" width="274" caption="dok. pri"][/caption]

Pelaksanaan Tiwah di beberapa wilayah kabupaten di provinsiku berbeda dalam jangka waktu pelaksanaannya, pemimpin upacaranya, dan tata upacara pelaksanaan Tiwah tersebut. Jika di Kabupaten Katingan terutama wilayah Kasongan, Pendahara, Buntut Bali, dan sekitarnya di mana pelaksanaan Tiwahnya berlangsung selama 1 hari sampai 1 minggu saja. Pemimpin upacarannya adalah "Pisur", dan jasad yang sudah meninggal dimasukkan ke dalam peti kecil atau Raung. Jangan diharapkan peti matinya seperti kebanyakan peti mati pada umumnya, ukurannya benar-benar pas di badan saja, dengan motif perahu. Saya sendiri pernah mengikuti prosesi Tiwah sehari ini di Kecamatan Tewang Sangalang Garing atau Pendahara, pada tahun 2006 awal saya bermukim di daerah tersebut. Salah seorang anak didik kami kecelakaan dan meninggal, lalu pada hari yang ketiga jasadnya dimasukkan ke dalam Raung diantar ke peristirahatan terekhirnya perkuburan di belakang kampung, di mana kita harus melewati sawah dan semak belukar untuk menuju ke tempat tersebut.

Pada saat itu diadakan ritual adat dulu sebelum Raungnya dimasukkan ke dalam "Pambak". Saya sempat melongok sebentar ternayata di dalam Pambak sudah ada beberapa Raung yang diletakkan tersusun rapi di dalamnya. Ternyata itu adalah kerabat atau keluarga dari siswa saya tersebut, yang sudah meninggal sebelumnya. Jika keluarga memiliki biaya atau dana di kemudian hari barulah dilaksanakan pemindahan tulang-belulang ke dalam Sandung.

[caption id="attachment_415748" align="aligncenter" width="300" caption="dok. pri"]

14309863281367125005
14309863281367125005
[/caption]

Pambak di Pendahara

Gambar di atas adalah hasil jepretan keponakan saya dari suami yang memang tinggal di daerah Pendahara. kebetulan saya meminta data untuk penelitian siswa saya tahun lalu jadilah saya meminta transfer data lewat social media. Untunglah zaman sekarang internet sudah sampai ke pelosok kecuali untuk beberapa daerah saja.

[caption id="attachment_415751" align="aligncenter" width="300" caption="dok. pri"]

14309865721930721897
14309865721930721897
[/caption]

Sandung

Sedangkan di wilayah Kahayan, Rungan dan pedalaman Katingan, yaitu dari Tumbang Sanamang maka pelaksanaan Tiwah berlangsung selama 1 bulan. tentu saja ini menghabiskan dana yang tidak sedikit. Biasanya pelaksanaan Tiwahnya secara massal dan menggandeng pemerintah daerah setempat dalam pelaksanaannya. Jika di tiga wilayah ini menggunakan Telon dan Balian Hanteran atau Basir maka di wilayah Katingan seperti Kasongan bisa hanya Pisur atau Basir saja. Jasad yang sudah meninggal pada umumnya dimasukkan dalam Raung lalu dikuburkan dan beberapa tahun atau berpuluh tahun kemudian jika Panitia Upacara Tiwahnya sudah dibentuk dan siap, maka dilaksanakan Tiwah selama 1 bulan dan selama proses tersebut tulang-belulang dari orang yang sudah meninggal lalu dibersihkan dan dibungkus kain putih dan dimasukkan ke dalam "sandung", seperti gambar yang ada di atas. Lalu tentu saja tak lupa diletakkan patung Sapundu di samping, di depan maupun di dekat Sandung tersebut. "Sapundu" adalah patung penggambaran dari Liau atau orang yang meninggal tadi semasa hidupnya.

Bahkan saya pernah menemukan ada Sapundu yang mana menggambarkan 2 orang, yaitu pria dan wanita, di mana posisi wanitanya jongkok dan membungkukkan badannya ke depan, sedangkan sang pria sedang berdiri tepat di belakang wanita tersebut dengan posisi bawahannya mendekati bagian belakang wanita tersebut. Sebenarnya itu juga kebetulan karena pada tahun 2002 lalu saya dan keluarga tante saya berkunjung ke rumah sepupu ibu saya yang berada di Bukit Goha, Kabutapaten Pulang Pisau. Eh, tidak jauh dari rumah tante saya tersebut sekitar 10 meter saja saya dan keluarga tante menemukan Sapundu ajaib ini, om saya yang berasal dari Garut senyam-senyum ketawa melihat Patung tersebut. cuma tante saya yang berkata dengan suara keras. "Kenapa Sapundunya begini, mungkin matinya dulu lagi begituan," katanya.

Di bawah ini ada adalah satu gambar dari Sapundu yang ada di Kecamatan Tewang Sangalang Garing atau Kelurahan Pendahara.

[caption id="attachment_415771" align="aligncenter" width="252" caption="dok. pri"]

1430989559246816678
1430989559246816678
[/caption]

Pada umumnya Sandung terbuat dari Kayu Ulin atau Tabalien atau kayu besi, salah satu Sandung yang terkenal adalah Sandung Bawi Kuwu Tumbang Rakumpit yang berada di wilayah Kecamatan Rakumpit, Palangkaraya. Menurut legenda gadis cantik ini dimakan oleh buaya, dan saat buaya ditemukannya kakak dari Buwu Kuwu karena marah lalu menghujamkan senjata ke leher buaya tersebut sehingga begitu buayanya mati, matilah juga Bawi Kuwu yang berada di dalam perut buaya tersebut, padahal ada cara mengeluarkannya tanpa terluka menurut ceritanya.

Oh ya, kalau Ijambe yang ada di Kabupaten Barito mirip dengan Ngaben, saya pernah melihatnya di brosur pariwasata dari Dinas Pariwisata di kotaku dulu, caranya pun dibakar tetapi dalam pelaksanaannya saya tidak tahu karena belum berkesempatan melihat langsung acara tersebut. Jika Anda mengikuti Upacara Tiwah ini biasanya Anda bisa ditawari Tuak atau Baram oleh keluarga yang sedang Tiwah, tetapi bagi Anda yang asing dengan minuman sejenis ini biasanya tidak dipaksakan juga untuk meminumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun