Mohon tunggu...
Ayu Shella
Ayu Shella Mohon Tunggu... Penulis - Udah sembuh belum, Yu? Belum, gilaku makin menjadi.

saleum dari Aceh! Karya sastra dan segala yang berhubungan dengannya. Bahasa dan segala aspeknya. Adat budaya dan segala kerumitannya. Tiga hal ini merupakan kegiatan yang paling saya sukai.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hukum Rimba

15 Maret 2019   14:31 Diperbarui: 15 Maret 2019   15:21 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sudah hampir dua bulan sang pemuka agama meninggalkan dunia ini. Sudah hampir dua bulan juga kemaksiatan semakin merajalela di daerah tersebut.

Bukan mabuk-mabukan, bukan perjudian, bukan tinda kriminal berupa penganiyaan tetapi pelecehan keagamaan yang terkadang tidak disadari oleh kalangan awam. Hal ini sudah lama terjadi, hanya saja sekarang mereka lebih bebas melakukan sesukanya karena bagi mereka tidak ada lagi penghalang.

Ya, penghalangnya sudah tiada yaitu Abu-sebutan untuk orang bepengetahuan agama tinggi di daerah itu.

Dulunya setiap hukum atau sesuatu yang akan dilakukan akan meminta izin atau nasihat dari Abu. Mereka akan melaksanakan apapun yang akan dikatakan oleh Abu. Jika mereka melanggar kemalangan akan menimpa mereka. Karena mereka menganggap keputusan orang Alim selalu berdasarkan ilmu bukan berdasarkan nafsu.

Abu banyak menjabat sebagai organisasi yang berbau agama maupun pemerintahan. Bahkan beliau dijadikan penasehat disetiap kegiatan yang dilakukan daerah tersebut.

"hari ini kita akan rapat mengenai pembangunan mesjid yang tidak selesai-selasai" ucap Raqih, ia sebagai ketua rapat kali ini.

"ya iyalah tidak selesai. Dana saja tidak cukup" cemooh Karud. Karud adalah bendahara pada kegiatan pembangunan mesjid. Dia memgang kendali penuh masalah keuangan, baik itu uang keluar maupun uang masuk.

"berikut ini saya akan membacakan struktur pembangunan mesjid ini" ucap imam

"cepat sedikit, saya masih punya banyak kegiatan malam ini" ungkap seseorang sembari terus mengesekan benda pipih yang disebut android itu. Ia telihat malas untuk mengikuti rapat. Dia bukan seorang memiliki jabatan. Hanya saja ia memiliki kedududk tersendiri disetiap bidang pemerintahan di daerah tersebut.

Ia seorang yang berkuasa. Ia tidak bisa membaca tetapi ia bisa memerintah orang yang sudah jadi sarjana. Ia tidak bisa berhitung tetapi ia punya banyak uang yang selalu bisa ia hitung dengan tepat. Ia dijuluki "umpang karu" karena ia sering mengadu domba orang lain.

Kiprahnya sangat diperhitungkan. Semua penjabat daerah tunduk padanya. Hanya Abu yang ia segani dan setelah kepergian Abu ia menjadi orang yang sangat ditakuti di daerah tersebut.

"ini tidak bisa kita cepatkan karena ini amanah Almarhum Abu untuk membuat struktur baru dan mencoret nama abu dalam daftar struktur"

"kalau begitu tinggal coret saja. Apa susahnya" ucapnya sambil melirik kearah orang lain dengan ujung mata.

"semoga saja rapatnya tidak jadi. Kalu jadi bisa mati aku jika mereka tau sebagian uang itu sudah aku gunakan" batin karud.

"kalau begitu ganti saja abu dangan Aruun si imam mesjid itu. Dan rapat selesai" putus orang itu sesukanya.

"Alisam duduk kembali ketempatmu sekarang!" perintah Imam. Ia sudah tidak ingin membahas ini terlalu lama tetapi tidak segampang ini juga.

Alisam si "umpang karu" mengeluaran sesuatu dari balik bajunya. " kau berani memerintakanku?" tanyanya sambil menodongkan senjata api di kepala Imam. "sudah lama aku geram dengan kelakuanmu. Kau ini bukan siapa-siapa. Hanya kacung situa Bangka yang kalian sebut Abu itu. Jika ku bilang rapat selesai ya maka rapatnya selesai" ucap Sam dengan penuh penekanan.

Imam hanya bisa menelan ludah. Ia tidak menyangka Alisam akan memperlihatkan taringnya disini. Tidak ada yang membela imam semua anggota rapat seolah bungkam.

"baiklah saya akan percepatkan semua ini. Abu sebagai penasehat diganti oleh Arun Rasid, saya yang dulunya sekretaris akan digantikan oleh Zamzami. Dan sebelumnya saya disini hanya mau pamit. Saya akan dipindah tugaskan ke daerah lain. Maka silahkan kalian buat sesuka kalian" papar Imam.

"asslamulaikum" pamitnya dan keluar dari ruang rapat tersebut.

Imam pun pergi dan Alisam kembali memasukan senjatanya di belakang bajunya. Ia ersenyum sinis saat melihat kepergian Imam

"akhirnya pengganggu pergi juga" ucap Arun dan dibalas senyuman oleh anggota rapat.

"ia berul Run, aku sudah lama geram dengan sikap dia yang sok tau itu" timbal Karud.

"benar tu, dia itu sok suci. Sok gak mau terima uang dari kita kita" sungut Zamzami.

"dia itu hanya manusia munafik. Lagian kalau dia tidak mau uang zakat itu kalian kan bisa dapat bagian lebih banyak" ucap Sam dengan senguman iblisnya.

"kau memang yang tebaik Sam" puji karud.

Raqih hanya bisa geleng-geleng kepala melihat rapat yang dipimpinan malah menjadi ajang penyombongan diri.

Inilah sedikit potret tentang daerah tersebut. Hukum rimba masih berlaku disini. Siapa yang kuat dialah yang berkuasa. Siapa yang berani dialah yang akan ditakuti. Siapa yang punya banyak uang maka ia akan diikuti. Realita yang sangat mengiris hati.

Semua bisa dimatipulasi. Berkas pemerintahan pun dapat dipalsukan. Tidak perlu ilmu untuk melakukannya hanya perlu keberanian dan tekat yang kuat. Senjata menjadi seuatu hal yang mutlah yang harus dimiliki oleh seseorang yang ingin berkuasa di daerah ini.

Alisam dari keluarga yang sangat miskin. Bahkan, ketika kecil ia tidak pernah biasa menganyam pendidikan. Ia diajarkan kekerasan dan cara untuk membuat orang lain untuk takluk kepadanya oleh ibu dan ayahnya sendiri. Ia didik seperti anjing pemburu, ia akn diberika makanan jika ia berhasil elakukan sesuatu. Semua ajaran itu malah menajdi boomerang bagi kedua orang tuanya. Ia tega menghabisi naywa keluarganya yang dianggap menyusahaknnya saja. Alisam mengagap keluarga sebagai kelemahannya sehingga ia tidak ingin memiki keluarga.

Saat remaja Alisam menjadi pengantar senjata untuk beberapa pemberontak. Setelah daerah itu aman dari pemberontakan Alisam menjadi sorang yang di takutkan karena kiprahnya saat pemberontakan terjadi. Perwakan badan yang jengkung, bentuk wajah yang bengis serta sepatu berbahan kulit hewan yang selalu melekat padanya. Penampilan bak penjabat tetapi ia tamat SD saja tidak

Imam dan keluarganya sedang mengangkat barang-barang mereka yang akan dibawa ke tempat baru mereka nantinya. Imam sudah bertekat untuk menjauhkan keluarganya dari daerah yang sudah tidak terselamatkan ini.

"pagi pak Imam!"sapa Alisam

"walaikukm salam" balas Imam.

Mendapati jawaban Imam yang tidak sesuai membuat Alisam geram.  Ia kemudian terenyum meremehkan.

"Apa perlu aku berikan kau mobilku untuk mengangkut rongsokan ini?"Tanya sam sambil memegang bingkai kaca yang berisikan gambar ulama. Bingkai itu memang terlihat sudah sangat using tetapi gambar para ulama masih sangat jelas terlihat.

"tidak perlu, aku takut barang RONGSOKAN ini akan mengotori mobil mewahmu" balas Imam dengan menekankan kara Rongsokan. Kemudian Imam kembali masuk ke dalam rumah. Ia tidak peduli dengan yang dilakukan oleh Alisam selanjutnya.

Saat keluar dari rumah, Iman melihat Alisam telah menaiki mobilnya. Dia sudah hendak pergi dari tempat ini. "oh ya Mam. Titip salam ku untuk istrimu yang cantik itu. Bilang padanya kalau ia sudah janda segera hubungi aku" teriak Alisam dan kemudian pergi bersama mobilnya.

Imam sedikit merasa kesal dengan perkataan Alisam tetapi selanjutnya ia langsung beristiqfar. Ia tidak mau terbawa emosi.

"Abi, jadikan kita pergi nanti siang?" Tanya Ida-istri dari Imam. Pertanyaan Ida membuyarkan lamunan. Mereka kembali mengemasi barang mereka.

"umi takut dengan dia. Semoga dia dapat azab yang pedih dari Allah" harap Ida.

"semoga saja mi. Abi sudah sangat geram dengan tingkahnya. Uang zakat, uang pembangunan mesjid sampi uang anak yatim pun dimakan olehnya. Dan yang baru-baru ini uang BBM untuk pakir miskin pun ia potong setengah untuk dia sendiri. Abi sudah habis akal untuk menasehatinya"

"jika Abu saja gagal untuk menasihatinya apalagi kita yang bahkan tidak dipandang sebelah mata olehnya"

Imam mengunci bagasi mobilnya. Semua barang sudah dimasukan kedalam mobil box dan barang yang keperluan di jalan sudah dimasukan kedalam bagasi mobil yag mereka kendarai.

"Maira, Aisyah, Fatimah, Fadil, sini duduk dulu" ucap imam memanggil anak-anaknya.

Imam dan semua keluarga duduk di ruag keluarga di rumah itu untuk terakhir kalinya.

"Maira, Abi harap kamu tidak sedih karena ayah menolak pinangan dan Hadi yaitu yang tidak lain adalah keponakan Alisam itu"

Maira hanya menunduk. Ia sudah snagat lama menjalin kasih dengan Hadi. Sangat berat hatinya untuk meninggalkan Hadi.

"ia nak, Abi dan Umi tidak akan sanggup melihatmu lagi jika kamu sampai menikah dengan pemuda itu" ungkap Ida.

"Abu sudah sudah menunjukan jodoh untukmu sebelum beliau meninggal. Abi juga sudah menyetujuinya. Dia pemuda yang baik. In sha Allah kamu akan bahagia dengan dia" tegas Imam. Kemudia ia beranjak pergi bersama anak-anaknya yang lain.

Ida menghampiri Maira kemudian duduk di dekat Maira. " serahkan semuanya pada Allah nak, ibu yakin Allah akan memberikan yang terbaik untuk hambaNya yang mau bertakwa"

Maira menggandengan tangan ibunya. Mereka sekeluargapun pergi dari daerah tersebut dan pergi ke daerah kampung halamannya Imam. Di sana mungkin mereka akan lebih diterima.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun