Akhir-akhir ini, media sosial dikejutkan dengan maraknya kasus perundungan yang dilakukan oleh peserta didik. Tidak hanya murid vs murid, tetapi ada pula murid vs guru di sekolahnya. Terdengar sangat miris, dunia pendidikan dihiasi oleh kekerasan baik secara verbal maupun non verbal. Tentu saja, sebagai pendidik perlu melihat hal ini dari berbagai aspek. Kita tidak dapat serta merta menyalahkan peserta didik secara sepihak. Namun, kita tidak pula dapat memaklumi hal negatif ini terjadi di ranah pendidikan Indonesia.
Bapak/Ibu guru hebat, tugas kita adalah menuntun dan bukan menuntut. Menuntun laku anak untuk dapat menebalkan karakter baik di dalam dirinya. Kodrat mereka lahir adalah untuk tumbuh sesuai dengan bahagia dan dapat diterima oleh masyarakat. Dua poin ini yang kemudian perlu kita lihat sebagai indikator perilaku kekerasan yang terjadi belakangan ini. Apakah mereka bahagia? apakah mereka diterima di dalam masyarakat seperti keluarga, lingkungan rumah, dan lingkungan sekolah?
Perilaku kekerasan yang mereka tunjukkan tentu berlatar belakang yang dapat kita observasi. Seperti gunung es di lautan, bisa saja keseharian mereka adalah sebagian kecil yang kita ketahui, tetapi di dasar lubuk hatinya, mereka terluka dan memendam banyak masalah atau bahkan penolakan dari lingkungannya.
Berikut beberapa peran di lingkungan dalam pembentukan karakter si peserta didik:
1. Orang tua
Keluarga adalah lingkungan pertama bagi mereka untuk dapat belajar mengolah emosional dan penanaman budi pekerti. Mereka mencontoh apa yang mereka lihat di dalam lingkungan pertamanya itu. Sudahkah keluarga memberi teladan yang baik? Adakah konflik keluarga yang timbul di dalamnya? Bagaimana cara orang tua menyelesaikan masalah mereka? Tentu anak-anak akan mengobservasi apa yang mereka alami sehari-hari. Penerimaan secara utuh oleh keluarga adalah hal yang utama. Hal ini berarti, anak tersebut tumbuh dengan bahagia tanpa luka di hati, ingatan, dan fisiknya.
2. Lingkungan rumah
Lingkungan pergaulan anak perlu dipantau secara tegas oleh orang tua. Lagi-lagi peran orang tualah yang bermain di sini. Anak dapat mencontoh dari lingkungan, ia berinteraksi dengan banyak orang sehingga banyak pula informasi yang mereka terima. Orang tua perlu menjadi benteng utama dalam hal ini. Keterbukaan sedari dini akan membuat anak-anak senang bercerita kepada kedua orang tua tentang apa yang ia alami.
3. Media sosial
Anak-anak hingga usia remaja masih memerlukan bimbingan untuk berselancar di dunia media sosial. Peran guru dan orang tua sudah seharusnya berkolaborasi di sini. Edukasi penggunaan media sosial yang bijak perlu sekali dilakukan. Anak-anak perlu diarahkan dan dibimbing dalam menerima informasi dan gaya hidup yang sedang popular, serta nilai mana yang patut dan yang tidak patut untuk dilakukan.
4. Lingkungan sekolah
Guru adalah penuntun bagi anak-anak., mendidik dan menghargai mereka sebagai manusia yang memiliki hak untuk tumbuh dengan bahagia. Guru memiliki tanggung jawab untuk mengasihi mereka dengan cinta kasih dan memberikan teladan yang baik pula. Guru harus berpihak kepada murid, mendengarkan aspirasi mereka, serta melibatkan mereka di dalam mengambil keputusan. Lingkungan sekolah adalah tempat yang seharusnya memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak-anak. Sebagai pendidik, kita dapat menerapkan teknik coaching, mentoring, atau konseling jika mendapati murid dengan perilaku yang tidak seharusnya. Alih-alih menyalahkan, mereka perlu dibimbing dengan segitiga restitusi untuk memvalidasi diri dan perilakunya.
Semua aspek perlu berkolaborasi untuk mendidik anak-anak demi terpeliharanya generasi Indonesia di hari ini dan masa depan. Mari bersama mewujudkan generasi emas 2045.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H